Tongkat Ular Berusia 4.400 Tahun Ini Bikin Arkeolog Merinding, Ternyata Milik Cenayang dari Zaman Batu
Saat ditemukan, tongkat ini dalam kondisi utuh dan terawat.
Tongkat Ular Berusia 4.400 Tahun Ini Bikin Arkeolog Merinding, Ternyata Milik Cenayang dari Zaman Batu
Sebuah tongkat ular kuno berusia 4.400 tahun milik seorang dukun atau cenayang ditemukan di Finlandia. Para ahli meyakini tongkat ular misterius ini digunakan dalam upacara ritual perdukunan.
Tongkat dengan panjang mencapai 53 cm dan tebal 3 cm ini terbuat dari kayu dan memiliki bentuk seperti kepala ular dengan mulut terbuka. Tongkat ini ditemukan dalam lapisan gambut yang terkubur di Kota Jarvensuo, 120 km di sebelah barat laut Helsinki. Kondisinya utuh dan terawat.
Sumber: Arkeonews dan NBC News
Lokasi penemuan tongkat cenayang ini merupakan situs lahan basah prasejarah yang diyakini pernah ditempati oleh masyarakat Neolitikum (Zaman Batu Akhir) sekitar 4.000 hingga 6.000 tahun yang lalu.
Foto: Satu Koivisto
-
Dari mana asal lempengan batu fosil ular berkaki empat? Anehnya, lempengan batu pada fosil tersebut berasal dari lokasi yang berjarak beribu-ribu kilometer dari tempatnya berada saat ini.Lempengan pada fosil tersebut ternyata berasal dari sebuah situs geologi dari formasi Crato, Brasil.
-
Kapan ular ditemukan? Seekor ular muncul di tengah banjir yang merendam permukiman warga di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta, Jumat, (1/12/2023).
-
Dimana artefak berkepala ular ditemukan? Arkeolog menemukan artefak misterius selama penggalian arkeologi di situs Bahra 1 di gurun Al Subiyah, Kuwait yang mengungkap peradaban prasejarah antara tahun 5500 - 4900 SM, peradaban yang lebih tua dari bangsa Sumeria.
-
Kapan artefak kuno ini ditemukan? Pada tahun 1990 hingga 2000 batu-batu pipih dengan sudut runcing ditemukan di Kastil Iwatsuki dan markas administrasi Owada jin’ya di Saitama, Jepang.
-
Siapa yang menemukan artefak Zaman Batu? Dikutip dari Daily Sabah, para arkeolog juga menemukan berbagai artefak di situs ini.
-
Bagaimana bentuk artefak kuno ini? Batu kuno yang ditemukan di Kastil Uwatsuki memiliki bentuk heksagonal berukuran diameter 4,8 cm dengan tebal 1 cm. Sedangkan 17 batu yang ditemukan di Owada jin’ya berukuran 8 cm hingga 14 cm dengan tebal 1,5 cm hingga 3 cm.
Sebelumnya, tongkat ini tidak pernah ditemukan di Finlandia, meskipun beberapa patung ular dengan bentuk serupa telah ditemukan pada situs arkeologi Neolitikum di wilayah Baltik Timur dan Rusia.
Foto: Satu Koivisto
“Mereka tidak menyerupai ular sungguhan, seperti yang satu ini,” kata Satu Koivisto, seorang arkeolog Universitas Turku, melalui surel. “Rekan saya menemukannya di salah satu parit musim panas lalu. Awalnya saya pikir dia bercanda, tetapi ketika saya melihat kepala ular itu, itu membuat saya merinding.”
“Saya pribadi tidak suka dengan ular yang hidup, tetapi setelah penemuan ini, saya mulai menyukainya,” tambahnya.
Koivisto dan rekannya Antti Lahelma merupakan penulis studi terkait ular kayu yang dipublikasikan dalam jurnal Antiquity. Mereka menyakini tongkat ini digunakan dalam ritual magis oleh seorang cenayang atau dukun, yaitu orang yang dapat berkomunikasi dengan roh-roh dengan cara yang mirip dengan “orang kedokteran” dalam kepercayaan tradisional suku asli Amerika.
Seni batu kuno dari Finlandia dan utara Rusia menunjukan gambar manusia yang tampak seperti ular di tangan mereka, diyakini merupakan gambaran para shaman yang menggunakan tongkat ritual kayu yang diukir menyerupai ular.
Lahelma mengatakan bahwa ular merupakan hewan yang sakral di wilayah tersebut.
“Ini mengingatkan pada shamanisme utara dari periode sejarah, di mana ular memiliki peran khusus sebagai hewan pembantu roh bagi shaman. Meskipun celah waktu sangat besar, kemungkinan adanya suatu bentuk kelanjutan sangat menarik. Apakah kita memiliki tongkat seorang cenayang Zaman Batu?” tambah Lahelma.
Koivisto dan Lahelma mengklaim bahwa kayu ini menyerupai ular rumput atau ular belati Eropa dalam posisi meluncur atau berenang menjauh. Lokasi penemuan kemungkinan besar adalah lahan basah yang subur pada saat "hilang, dibuang, atau sengaja diletakkan," demikian disampaikan oleh para peneliti.
Biasanya, kayu akan membusuk jika terpapar oksigen di udara atau air, tetapi endapan di dasar rawa, sungai, dan danau dapat menutupi beberapa objek organik dan mengawetkannya selama ribuan tahun.
Situs di dekat Jarvensuo diyakini berada di tepi danau dangkal ketika ditempati oleh kelompok orang pada Zaman Batu Akhir. Penggalian terbaru telah menghasilkan banyak sisa organik yang memungkinkan para arkeolog membuat catatan yang lebih lengkap tentang situs tersebut. Temuan tersebut melibatkan alat kayu dengan pegangan berbentuk beruang, dayung kayu, dan pelampung jaring ikan yang terbuat dari kulit pinus dan betula.
"Betapa hal yang luar biasa," kata Peter Rowley-Conwy, seorang arkeolog dan profesor emeritus dari Universitas Durham di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. "Bagian 'kepala' tampak pasti telah diukir dengan cermat."
Foto: Satu Koivisto
"Lahan basah menjadi lebih penting bagi kita daripada sebelumnya, karena kerentanannya dan degradasi sumber data organik yang rapuh dari drainase, penggunaan lahan, dan perubahan iklim," katanya.
"Kita harus bergegas, sebelum bahan berharga ini benar-benar hilang," tambahnya.