Undang-Undang Baru Iran, Perempuan Berpakaian Tidak Pantas akan Dipenjara 10 Tahun
Parlemen Iran mengesahkan undang-undang yang melarang perempuan berpakaian tidak pantas di tempat umum.
Parlemen Iran mengesahkan sebuah rancangan undang-undang kontroversial yang akan meningkatkan hukuman penjara dan denda bagi perempuan maupun anak perempuan yang melanggar aturan berpakaian di negara itu.
Undang-Undang Baru Iran, Perempuan Berpakaian Tidak Pantas akan Dipenjara 10 Tahun
RUU ini menyebutkan mereka yang terlihat berpakaian "tidak pantas" di tempat umum akan dikenakan hukuman tingkat "keempat," dengan hukuman penjara antara lima hingga 10 tahun dan denda antara 180 juta hingga 360 juta real (sekitar Rp 56 juta hingga Rp 112 juta).Dilansir BBC, Rabu (21/9), menurut kantor berita AFP, RUU ini juga mencakup sanksi bagi mereka yang "mempromosikan ketelanjangan" atau "mengolok-olok hijab" di media dan jejaring sosial, serta bagi pemilik kendaraan di mana pengemudi atau penumpang perempuan tidak mengenakan hijab atau pakaian yang sesuai.
“Setiap orang yang mempromosikan pelanggaran aturan berpakaian secara terorganisir atau bekerja sama dengan pemerintah asing, media, kelompok atau organisasi asing atau yang bersikap bermusuhan juga bisa dipenjara antara lima hingga sepuluh tahun,” katanya.
Sebelumnya, mereka yang tidak mematuhi aturan berisiko mendapat hukuman penjara antara 10 hari hingga dua bulan atau denda antara 5.000 dan 500.000 real (Rp 1.800-Rp 181.000).
Iran mendasarkan hukumnya pada interpretasi Syariah, yang mengharuskan wanita dan gadis di atas usia pubertas untuk menutupi rambut mereka dengan hijab dan mengenakan pakaian longgar untuk menyamarkan bentuk tubuh mereka.
Demo melawan ulama
Langkah ini diambil setahun setelah protes meluas atas kematian Mahsa Amini, yang ditahan oleh polisi moralitas atas tuduhan mengenakan hijab yang dianggap tidak pantas.
Kaum perempuan Iran membakar jilbab mereka atau melambaikannya di udara pada demonstrasi nasional melawan ulama. Ratusan orang dilaporkan tewas dalam tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan.
Selama beberapa waktu terakhir, semakin banyak wanita dan gadis di Iran yang memilih untuk tidak lagi menutup rambut mereka di tempat umum, meskipun polisi moralitas kembali ke jalan-jalan dan pemasangan kamera pengawas.
RUU ini sekarang akan diajukan untuk persetujuan menjadi undang-undang oleh Dewan Wali Amanah, sebuah badan konservatif yang terdiri dari ulama dan ahli hukum. Mereka memiliki kekuasaan untuk menolak RUU jika dianggap tidak sesuai dengan konstitusi dan Syariah.
Sumber: BBC
Sebelumnya, pada awal bulan ini, delapan pakar hak asasi manusia independen dari PBB mengkritik RUU ini, mengatakan bahwa itu “dapat digambarkan sebagai bentuk pemisahan gender, karena otoritas tampaknya memerintah melalui diskriminasi sistemik dengan tujuan menekan wanita dan gadis untuk tunduk sepenuhnya.”
“Rancangan undang-undang tersebut memberlakukan hukuman berat pada wanita dan gadis karena ketidakpatuhan yang dapat menyebabkan penegakan kekerasan,” kata para ahli tersebut.
“RUU ini juga melanggar hak-hak dasar, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, larangan diskriminasi gender, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk melakukan protes damai, dan hak untuk mengakses layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan, dan kebebasan bergerak.”