Mengungkap Kelompok Pelaku Masa Bersiap di Sekitar Jakarta
Merdeka.com - Revolusi sosial di Jawa pada 1945-1946 melahirkan berbagai praktik kekerasan yang menimpa orang-orang Eropa, Tionghoa dan orang-orang Indonesia yang dianggap pro Belanda. Siapa pelakunya?
Penulis: Hendi Jo
Perumahan itu dikenal sebagai salah satu kawasan elite di Depok. Terletak di tepi Jalan Djuanda, persis diapit oleh dua sungai: Kali Kecil dan Kali Ciliwung. Tak banyak orang tahu jika puluhan tahun lalu, tempat beradanya rumah-rumah mewah itu adalah sebuah hutan kecil di lembah dan rawa. Orang-orang tua di Depok menyebutnya dengan nama seram: Bulakgarong.
-
Kenapa Belanda datangkan buruh Jawa? Minimnya pekerja di perkebunan maupun di pabrik membuat produksi semakin tersendat. Minimnya tenaga kerja di Pulau Sumatera membuat para pengusaha memutar otaknya. Akhirnya muncul inisiatif mendatangkan tenaga kerja langsung dari Pulau Jawa.
-
Bagaimana cara Belanda mengendalikan Jawa? Selain membalas dendam atas kematian salah satu perwira VOC, pihak kolonial ingin mengontrol kekuasaan dan perpolitikan di tahan Jawa yang sebelumnya berada di tangan trah Suropati.
-
Bagaimana cara Belanda menghalau Inggris di Jawa? Daendels mendapat tugas untuk mengamankan aset di Indonesia, dari kemungkinan serangan musuh.
-
Apa yang terjadi di Purwokerto saat dikuasai Belanda? Mereka kemudian mengadakan pembersihan di desa-desa sekitar yang menjadi basis perjuangan tentara Indonesia di Banyumas.
-
Bagaimana kondisi Indonesia di tahun 1945-1950? Sebab, pada tahun itu, kondisi politik dan keamanan negara sudah mulai kondusif, karena pada 1945 hingga 1950-an masih banyak peperangan yang mengharuskan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaannya.
-
Kenapa Belanda melakukan pembantaian? Latar belakang pembantaian Westerling berawal dari upaya Belanda untuk merebut kembali kekuasaannya di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Memang tahun 1940-an itu tempat garong ngumpul, makanya dulu jangan coba-coba deh lewat situ. Bisa celaka," ungkap Mohamad Ali alias Haji Joli (95), sesepuh di wilayah Cimanggis.
Penjelasan Haji Joli memang bukan isapan jempol semata. Menurut Wenri Wanhar dalam Gedoran Depok, Revolusi Sosial di Tepi Jakarta (1945-1955), Bulakgarong adalah pusat berkumpulnya para jago yang tergabung dalam gerombolan Bamboe Roentjing (BR). Itu salah satu nama laskar kiri yang banyak dihuni oleh para jago, jawara dan residivis kambuhan.
"Ceker dari Ciherang adalah tokoh di balik layar dari gerombolan ini. Tapi tokoh yang paling terkenal dari Bulakgarong ya... Muhidin dan Sengkud dari Kampung Cironyok, Sugutamu, Sukmajaya," ungkap Wenri.
Pada 11 Oktober 1945, saat awal terjadinya Gedoran Depok (mengacu kepada cara para penjarah tersebut mendatangi rumah-rumah dengan cara menggedor pintu), sejatinya pasukan penyerbu dikoordinasi dari Bulakgarong. Hebatnya, orang-orang BR itu tidak melakukannya sendiri. Mereka pun mengundang rekan-rekan seprofesi dan sealiran dari wilayah Klender (Jakarta), Bekasi, Karawang dan Tangerang, termasuk Camat Nata, jagoan Karawang yang termasyhur.
"Gerombolan tersebut dengan bebas merampok dan mengobrak-abrik rumah-rumah dan mengusir penghuninya, terutama penduduk Kristen Eropa," ungkap Wenri.
Praktik kriminal mengatasnamakan nasionalisme juga terjadi di wilayah luar tembok kota Batavia (ommelanden) lainnya. Menurut Telan, pada akhir 1945, para pemuda beringas suatu dini hari tiba-tiba menyerang Tambun yang terletak antara Karawang dan Bekasi.
"Karena orang Belanda sedikit di wilayah itu, para pemuda lalu menjadikan orang-orang Cina sebagai sasaran. Mereka banyak dibunuh dan mayatnya dicempungin ke Sungai Citarum," ungkap eks anggota sebuah lasykar di Karawang itu.
Lelaki kelahiran tahun 1927 itu menyebutkan, sebagian pemuda yang terlibat dalam aksi penggerudukan itu adalah anggota-anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan para jagoan (sekarang dikenal sebagai preman) yang kelak banyak bergabung ke Lasjkar Rakjat Djakarta Raja (LRDR). Dua organ kaum nasionalis ternama yang awalnya dibentuk oleh anak-anak muda pendukung ide-ide Tan Malaka.
Di wilayah Tanjung Oost (Pasar Rebo) dan Tanjung West (Tanjung Barat) Jakarta Timur, pada pertengahan 1946, kamp yang ditempati orang-orang Minahasa diserang oleh sekumpulan massa yang membawa bendera merah dengan gambar kepala banteng.
Milisi pemuda Sulawesi pro Indonesia yang dikenal sebagai KRIS (Kebaktian Rakjat Indonesia Soelawesi) lantas menyalahkan laskar Barisan Banteng pimpinan dr. Muwardi (orang dekat Bung Karno yang dikenal sangat nasionalis dan humanis) sebagai pelakunya.
"Memang agak sulit dipercaya jika yang menyerang kamp di Tanjung Oost dan Tanjung West yang penghuninya terdiri dari para janda dan anak piatu dilakukan oleh anak buah dr. Muwardi," ungkap Josef A. Warouw, Robert Palandeng, Harry Kawilarang, Alex S.Suseno dan Sumantri dalam KRIS 45: Berjuang Membela Negara.
Haji Joli memiliki versi sendiri tentang penyerangan massa ke kamp Tanjung Oost dan Tanjung West itu. Menurutnya, para penyerang memang bukan orang-orang Barisan Banteng, melainkan para jago dari laskar Banteng Merah yang dipimpin oleh seorang anggota PKI eks Digulis di wilayah Jagakarsa dan Pasar Minggu.
Alex Evert Kawilarang (eks komandan TRI di Bogor) membenarkan jika sebagian besar pelaku kekerasan sekitar 1945-1946 adalah kaum rampok dan para kriminal kambuhan. Ketika menangani kasus pembunuhan dua perempuan Manado dan enam anaknya di wilayah Cisarua, Bogor pada 1946, dia mendapatkan kenyataan jika para pelaku jauh dari unsur ideologis.
"Mereka menjadi korban keganasan perampok-perampok," ungkap Kawilarang dalam otobiografinya, Untuk Sang Merah Putih (disusun oleh Ramadhan KH).
Pasukan TRI berhasil membasmi kelompok rampok tersebut. Bahkan pimpinannya dihabisi sendiri oleh Alex dengan satu tembakan di leher dalam suatu pertempuran yang seru di wilayah Jembatan Gadog, Bogor. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terjadinya diskriminasi rasial antara awak kabin Belanda dan Pribumi pecah di Pelabuhan Aceh pada tahun 1933 silam.
Baca SelengkapnyaWarga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.
Baca SelengkapnyaRevolusi Sosial Sumatra Timur kisah kelam pembantaian kesultanan Melayu.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaPenyerangan di Rawagede ini dicap sebagai bagian dari kejahatan perang.
Baca SelengkapnyaKonflik bermula ketika seorang penghuni hotel merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai oleh pemuda Indonesia.
Baca SelengkapnyaRencana penculikan sudah disusun secara matang di salah satu gedung, Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat.
Baca SelengkapnyaPenjara ini juga jadi saksi pembantaian para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaTerlihat warga Indonesia mendapat ancaman dari tentara KNIL pada tahun 1948 silam. Tergambar dari potret yang beredar, warga Indonesia nampak tak berdaya.
Baca SelengkapnyaWesterling tiba di Makassar pada 5 Desember 1946, tanpa basa-basi mereka langsung membuat teror dan mimpi buruk bagi masyarakat setempat.
Baca SelengkapnyaKedatangan mereka yang tiba-tiba membuat gempar masyarakat pesisir Tuban
Baca SelengkapnyaSerangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
Baca Selengkapnya