Kisah Makam Tionghoa Selamat dari Amukan Tsunami Krakatau, Semasa Hidup Sosoknya Bukan Orang Sembarangan
Saat bencana erupsi dan tsunami berlangsung, banyak warga yang berlindung di dekat makam.
Saat bencana erupsi dan tsunami berlangsung, banyak warga yang berlindung di dekat makam.
Kisah Makam Tionghoa Selamat dari Amukan Tsunami Krakatau, Semasa Hidup Sosoknya Bukan Orang Sembarangan
Sebuah makam di wilayah Pulau Tanjung Kait, Provinsi Banten, dikabarkan selamat dari bencana besar erupsi Gunung Krakatu pada 1883 silam. Ketika itu pulau-pulau di sekelilingnya terkena dampak letusan, bahkan sampai hilang tergulung ombak.
-
Siapa yang meninggal di dalam makam tersebut? Menurut makalah yang diterbitkan dalam The Journal of Archaeological Science Reports, kerangka yang ditemukan di dalam kuburan itu hampir dipastikan seorang perempuan.
-
Siapa yang dimakamkan di 'Kota Orang Mati'? Banyak dari makam tersebut, yang diyakini digunakan kembali selama sekitar 900 tahun, berisi keluarga-keluarga yang diperkirakan meninggal karena penyakit menular.
-
Siapa yang dimakamkan di makam tersebut? Dilansir AOL, puncak dari penggalian sejauh ini adalah sebuah makam yang ditemukan pada tahun 2018 yang diyakini para ahli sebagai milik seorang pangeran Picene.
-
Dimana makam korban banjir bandang? Ketegangan semakin terasa ketika terungkap bahwa di halaman rumah itu terdapat sepasang batu besar yang berfungsi sebagai tanda makam bagi korban banjir bandang.
-
Siapa yang dimakamkan di TPU Cikadut? Kemudian di tahun 1900-an awal, TPU ini menjadi lokasi pemakaman yang mayoritas diisi oleh warga Tionghoa, khususnya yang memiliki pengaruh di Bandung. Beberapa bahkan merupakan tokoh terkenal dan menjunjung semangat toleransi.
-
Siapa yang menemukan makam? Tim arkeolog Mesir dan Jepang menemukan sebuah makam yang diyakini berusia 4.500 tahun dan sejumlah artefak di kawasan pemakaman Saqqara, Mesir.
Konon salah satu daratan itu selamat karena adanya sebuah makam tokoh Tionghoa. Saat bencana erupsi dan tsunami berlangsung, banyak warga yang berlindung di dekat makam. Saat ini lokasi itu dikeramatkan oleh warga setempat, dan dijadikan Klenteng oleh etnis Tionghoa di Pulau Kait.
Cerita legenda yang dipercaya turun temurun itu kemudian dikaitkan dengan sosok sakti bernama Ema Dato yang disemayamkan di sana.
Jadi lokasi wisata religi
Mengutip kanal YouTube seorang pemerhati budaya Tionghoa, Elsa Novia Sena, bahwa saat ini telah dibangun klenteng di sekitar area makam pada 1962.
Warga setempat biasa berziarah, sekaligus beribadah di klenteng tersebut untuk mendoakan para leluhur dan sosok yang dimakamkan di sana.
Makam Ema Dato di klenteng tersebut jadi salah satu yang dikeramatkan di sana, karena kesaktiannya ketika masih hidup.
Gabungkan budaya Bali dan Tionghoa
Menurut Elsa, klenteng tersebut juga memiliki desain yang unik karena menggabungkan dua budaya, yakni Tionghoa dan Bali.
Perpaduan dua budaya ini bisa terlihat jelas sejak di gerbang masuk, di mana pada dindingnya dihiasi motif topeng barong, dengan warna merah dan kuning khas Tionghoa.
“Jadi klenteng ini tuh unik banget, bergaya Bali nggak sih ini,” kata Elsa.
Asal usul makam
Tidak diketahui pasti kapan sosok Ema Dato ini dimakamkan. Namun dulunya kawasan ini masih berupa hutan, dan belum banyak permukiman seperti sekarang.
Disampaikan juru kunci makam, Koh Acin, makam ini diketahui sudah ada sebelum bencana erupsi Gunung Krakatau di 1883.
“Jadi ini tuh dulunya hutan, dan ditemukan oleh warga serta petani setempat, ” kata Koh Acin, saat diwawancara Elsa.
Membawa berkah
Makam ini sejak awal penemuan sudah dikeramatkan oleh warga karena dipercaya membawa keberkahan.
Ini terbukti saat terdapat seorang petani yang gagal panen, namun keadaannya membaik setelah berziarah.
“Dulu katanya ada petani bawang yang gagal panen akibat ribuan ulat, lalu ziarah ke sini. Setelah berdoa tiba-tiba ribuan burung terbang dan memakan ulat-ulat tadi hingga tanamannya sembuh, ” kata Koh Acin.
Sosoknya bukan orang sembarangan
Adapun sosok Ema Dato sendiri amat disegani semasa hidup. Ia menjadi tabib atau tokoh pengobatan yang bisa menyembuhkan masyarakat.
Ia merupakan perantauan asal Bali dan menetap di Pulau Kait. Bersama rombongan dari China, Ia datang untuk mendermakan ilmu pengobatan dan membantu warga sekitar secara sukarela.
“Ini kenapa ada kosambinya, karena makam ini dulu dekat pohon kosambi,” jelas Koh Acin.
Pernah selamat dari bencana Tsunami Krakatau
Setelah kematiannya pada 1740-an, warga masih merawat makam ini hingga terjadi bencana letusan Gunung Krakatau pada 1883.
Konon makam ini selamat dari dampak bencana tersebut dan turut melindungi warga, seakan membelah hempasan Tsunami setinggi 30 meter.
“Jadi pas di perbatasan makam Ema Dato itu gelombang airnya pecah, dan bisa melindungi warga, ini berdasarkan cerita lisan turun temurun,” kata Koh Acin.