Sosok Eyang Kudo Sepupu Patih Gajah Mada, Berhasil Tumpas Pemberontak Dapat Hadiah Tanah Bebas Pajak
Makamnya banyak dikunjungi orang yang ingin cari jodoh, kekayaan, hingga jabatan
Makamnya banyak dikunjungi orang yang ingin cari jodoh, kekayaan, hingga jabatan
Sosok Eyang Kudo Sepupu Patih Gajah Mada, Berhasil Tumpas Pemberontak Dapat Hadiah Tanah Bebas Pajak
Eyang Kudo merupakan panglima perang Majapahit pada masa pemerintahan Raja Jayanegara. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam menumpas pemberontakan Ra Kuti.
-
Apa hadiah dari Raja Majapahit untuk Kudo Kardono? Berkat keberhasilannya menaklukkan musuh, raja Majapahit memberikan hadiah kepadanya berupa tanah perdikan (bebas pajak) di kawasan Tegal Bobot Sari.
-
Siapa keturunan Majapahit di Desa Manduro? Warga di desa itu dipercaya masih keturunan Kerajaan Majapahit.
-
Siapa yang punya darah keturunan Majapahit? Pria tua ini bukanlah orang sembarangan. Dia masih memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Pesan leluhurnya juga masih dipegang teguh. Bahkan kakek ini juga masih menjunjung tradisi ageman Jawa Kuno.
-
Dimana Eyang Kudo Kardono dimakamkan? Sebagai sesepuh kampung Tegalsari, jenazah Eyang Kudo Kardono dimakamkan di sini.
-
Apa yang membuat Gajah Mada bergabung dengan militer Majapahit? Momen inilah yang memotivasi Gajah Mada bergabung dalam militer Majapahit.
-
Apa makna Batagak Kudo-Kudo? Pelaksanaan Batagak Kudo-Kudo mengandung makna yang begitu mendalam. Salah satunya adalah simbol persatuan, mempercepat waktu pembangunan, hingga mempererat tali silaturahmi antar masyarakat.
Hadiah Tanah
Berkat keberhasilannya menumpas pemerontakan Ra Kuti, pihak Kerajaan Majapahit memberikan hadiah tanah bebas pajak (perdikan) di kawasan Sungai Asin kepada sepupu Mahapatih Gajah Mada itu. Daerah tersebut kini dikenal sebagai Kaliasin. Selain menempati daerah Kaliasin, Eyang Kudo juga mengembangkan kawasan yang kini dikenal sebagai daerah Tegalsari.
Nama Asli
Mengutip situs resmi Pemkot Surabaya, tokoh ini sebenarnya bernama Yudo Kardono. Yudo artinya peperangan, sedangkan Kudo adalah kuda sembrani putih yang sering ia gunakan. Nama belakang Kardono diambil dari kata Kar yang berarti peta atau sebagai pengaman daerah.
Eyang KudoSering Didatangi Soeharto
Mengutip artikel Merdeka.com, semasa hidupnya Presiden Kedua RI, Soeharto sering berkunjung ke makam Eyang Kudo. Hal ini ia lakukan sebelum menjadi presiden maupun selama menjabat sebagai presiden.
Makam Eyang Kudo
Makam Eyang Kudo ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2015 dengan SK Nomor 188.45/4126.1.2/2014.
Kendati berada di tengah padatnya Kota Surabaya, kompleks makam Eyang Kudo masih terawat. Makam yang dikeramatkan warga sekitar ini memiliki luas lahan sekitar 1.500 meter persegi.
Eyang Browijoyo Pungkasan) serta kompleks makam Pangeran Djoko Taroeno dan Sayid Pangeran Pandjang.
Lalu, pada sisi selatan berbatasan langsung dengan gedung serbaguna RW VI. Sedangkan pada sisi utara berbatasan dengan warung kopi sekaligus Gang 5 Kedondong Lor.
Keluarga Eyang Kudo
Makam Eyang Kudo berdampingan dengan makam istri dan ketiga anaknya. Selain itu, ada juga makam sang ayah, Eyang Wahju; serta beberapa makam lain seperti pengikut setia Eyang Kudo hingga juru kunci pertama makam ini.
Nisan makam tertutupi kain putih. Ketiga makam modelnya berundak tiga dan dua makam berundak dua saja. Makam terbuat dari marmer warna putih gading dengan posisi kepala di utara dan kaki di selatan.
Mitos
Mengutip Liputan6.com, ziarah ke makam Eyang Kudo diyakini dapat memberikan pangkat tinggi, cepat memiliki jodoh, sembuh dari berbagai penyakit,
melancarkan urusan, dan karomah lain. Keyakinan tersebut timbul karena semasa hidupnya Eyang Kudo adalah sosok yang berpengaruh.
Masyarakat menganggap roh yang telah meninggal akan kekal. Sehingga mereka percaya roh tersebut dapat memberi barakah atau kemudahan.
Mengutip skripsi berjudul Pesarean Eyang Kudo Kardono di Surabaya karya Mada Aisha (UINSA, 2023), makam Eyang Kudo paling ramai dikunjungi orang pada malam Jumat Legi dan Selasa Kliwon. Hal ini dilatarbelakangi keyakinan masyarakat tentang utamanya ziarah makam pada malam Jumat Legi.
Hari Jumat dilambangkan sebagai pelambang air dan
zat penyangga kehidupan, sedangkan legi bermakna simbol arah timur (terbit
matahari) yang mengingatkan terhadap asal-usul hidup. Sementara, Selasa Kliwon dipercaya sebagai hari dengan
energi spiritual paling tinggi dibanding hari lainnya.