Sejarah 28 Maret 1830: Pangeran Diponegoro Ditangkap hingga Diasingkan ke Manado
Merdeka.com - Bagi rakyat Indonesia, nama Pangeran Diponegoro tentu sudah tidak asing lagi sebagai salah satu pahlawan nasional yang selalu dikenang. Selain dalam pelajaran sejarah nasional, namanya terabadikan dalam berbagai nama jalan dan gedung-gedung megah di kota-kota besar di seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan nama besarnya juga turut diabadikan dalam kesatuan komando wilayah TNI. Tak heran jika Pangeran Diponegoro terekam dalam benak setiap warga negara Indonesia di mana pun mereka berada dan dari mana pun mereka berasal.
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785 tepat sebelum matahari terbit pada hari Jumat Wage 7 Muharram 1200 H. Dalam urutan waktu Jawa, waktu dan tanggal kelahirannya dianggap bertuah. Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Hamengku Buwana III dari isteri selirnya R.A. Mangkarawati.
-
Mengapa Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Siapa panglima perang yang ditakuti Belanda? Guru Somalaing Pardede merupakan panglima yang dianggap penjajah Belanda paling ditakuti dan salah satu yang terkuat.
-
Kapan Pangeran Diponegoro meninggal dunia? Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Bagaimana Panglima Polem melawan Belanda? Singkat cerita, Panglima Polem bersama dengan 400 pasukannya memutuskan untuk bergabung dengan Teuku Umar untuk melawan tentara Belanda.
-
Apa arti nama Diponegoro? Nama 'Diponegoro' berasal dari kata 'dipo' yang berarti pelindung atau penuntun, dan 'negoro' yang berarti negara.
Semasa kecil, Pangeran Diponegoro bernama Raden Mas Antawirya, sesuai dengan tradisi karena ia merupakan putra raja, maka setelah dewasa diberi gelar Pangeran Diponegoro. Masa kanak-kanak dan remajanya banyak dihabiskan di luar istana, tepatnya di Tegalrejo. Di bawah asuhan Ratu Ageng, isteri Sultan Hamengku Buwana I.
Pangeran Diponegoro semasa hidupnya terkenal sebagai salah satu musuh Belanda yang paling sulit ditaklukkan. Perlawanannya selama lima tahun pada tahun 1825-1830 begitu merepotkan bahkan membuat keuangan pemerintah kolonial kolaps.
Perselisihannya dengan Belanda berujung penangkapan hingga Pangeran Diponegoro diasingkan di Manado. Berikut ini informasi lengkap mengenai sejarah 28 Maret 1830: Pangeran Diponegoro ditangkap hingga diasingkan ke Manado yang telah dirangkum merdeka.com melalui liputan6.com.
Awal Mula Perselisihan dengan Belanda
Periode kemunduran Keraton Yogyakarta di bawah pemerintahan Hamengku Buwana II membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan budaya serta politik pemerintahan di Jawa. Setelah meninggalnya Hamengku Buwana I, Keraton Yogyakarta mengalami banyak pertikaian terutama akibat campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Campur tangan ini membuat Pangeran Diponegoro keluar dari keraton dan mengangkat senjata. Hal ini dilakukan karena turut campur pihak Belanda merupakan hal yang sangat bertentangan dengan hukum adat dan agama yang berlaku. Belum lagi dengan adanya sekelompok bangsawan istana dan pejabat Belanda yang bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat.
Perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro secara garis besar disebabkan oleh tiga hal yaitu :
- Kekuatan kolonial sejak awan 1800-an berusaha menanamkan pengaruh di Jawa, khususnya pada Pemerintahan kerajaan yang ada.
- Pertentangan politik yang dilandasi kepentingan pribadi dalam keraton semakin lama semakin meruncing. Pengangkatan Hamengku Buwana V yang masih kecil membawa banyak kepentingan pribadi dari Dewan Perwalian yang dibentuk.
- Beban rakyat akibat pemberlakuan pajak yang berlebihan mengakibatkan keadaan masyarakat semakin tertekan. Misalnya, pintu rumah dikenakan bea cumpleng, pekarangan rumah dikenakan bea pengawang-awang, bahkan pajak jalan pun dikenakan bagi tiap orang melintas, termasuk barang bawaannya.
Ditangkap hingga Diasingkan ke Manado
Pemberontakan Pangeran Diponegoro
Pemberontakan Pangeran Diponegoro oleh Sejarawan Belanda disebut Java Oorlog (Perang Jawa) yang merupakan perang melelahkan bagi kedua belah pihak. Perlawanan orang Jawa kemudian banyak diakui sebagai perlawanan yang sangat mengagumkan. Meskipun prajurit Jawa terkesan tampak bodoh dan pemalas, namun kenyataan membuktikan bahwa prajurit Jawa mampu menjadi prajurit yang pemberani, ulet, dan tangguh dalam perang.
Pemerintah Hindia Belanda sangat paham bahwa Perang Jawa hanya akan berhasil jika mereka berhasil menangkap Pangeran Diponegoro. Namun, tentu tak semudah itu karena serangan Belanda ke Desa Jekso pada Juli 1926 berujung kegagalan. Pangeran Diponegoro telah meninggalkan desa tersebut begitu pasukan De Kock datang sebagai mata-mata.
Pada akhir tahun 1829, Pangeran Diponegoro memiliki perasaan bahwa cepat atau lambat dirinya akan ditentukan. Setelah sebelumnya hampir tertangkap pada 11 November, selama tiga bulan Pangeran Diponegoro berjuang nyaris hanya seorang diri. Kondisi Pangeran Diponegoro cenderung semakin sulit pasca terkena serangan malaria tropika yang cukup parah. Akibatnya ia harus diam di hutan-hutan daerah Bagelen Barat.
Sayembara Menangkap Pangeran Diponegoro
Sejalan dengan itu, pihak Belanda justru semakin gencar mengadakan sayembara besar-besaran untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Sayembara itu berhadiah uang senilai 20.000 gulden.
Maka ketika Jenderal De Kock mendapati laporan bahwa Pangeran Diponegoro dan sisa-sisa pasukannya berada di hutan jati Remojatinegoro, maka dengan sigap ia membuat keputusan yang tak pernah diduga bawahannya. Jenderal De Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk membujuk Pangeran Diponegoro agar mau diajak berunding.
Jenderal De Kock mampu mengeksploitasi nilai-nilai budaya sebagai sistem senjata yang kemudian dimanfaatkannya untuk memukul lawan. Ungkapan “Sabda Pandito Ratu” dan jawaban “ya” dari Pangeran Diponegoro sudah cukup bagi De Kock. Dengan jaminan Clereens bahwa ia akan selamat, Pangeran Diponegoro berangkat tanpa pretensi apa pun ke Magelang.
Pertemuan santai dan menyenangkan dari Clereens rupanya menipu sang pangeran. Maka tepat pada 28 Maret 1830, setelah bulan puasa berakhir, Pangeran Diponegoro datang ke kediaman residen yang menjadi tempat perundingan.
Sang pangeran tak curiga meski pengamanan tampak lebih banyak dari biasanya. Sang pangeran berpikir, karena perundingan dilakukan setelah bulan puasa berakhir, maka ia mengedepankan sopan-santunnya dan berniat melakukan silaturahim.
Meski terkejut dengan akhir perundingan, Gondokusumo, panglima muda sekaligus pengiring Pangeran Diponegoro di Magelang, mengatakan Diponegoro selalu tahu pada akhirnya ia akan ditangkap.
“Sang pangeran akan malu bila ia mundur dari tuntutannya. Namun dengan cari ini martabatnya di mata rakyat akan tetap terjaga, tidak berkurang,” demikian kesaksiannya seperti dicatat De Stuers.
Tempat pengasingan pertamanya adalah Manado, Sulawesi Utara. Namun, Pangeran Diponegoro tak lama berdiam di Benteng Amsterdam. Pihak kolonial memutuskan memindahkannya ke Benteng Fort Rotterdam di Makassar.
Pangeran Diponegoro akhirnya wafat di pengasingan pada 8 Januari 1855. Jenazahnya dikebumikan di makam yang terletak di Jalan Pangeran Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. (mdk/nof)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
Baca SelengkapnyaSimak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Baca SelengkapnyaSetelah masa Perang Jawa, ia menikmati masa pensiun dengan kehidupan yang damai di Semarang hingga wafat pada tahun 1856.
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaSelain di Jawa, namanya muncil dalam catatan buku harian seorang syekh di Pulau Pinang
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaPangeran Antasari adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.
Baca SelengkapnyaBanyaknya anggota hulptroepen dari Minahasa tidak terlepas dari peran komandannya, yakni Dotulong.
Baca SelengkapnyaAceh disebut jadi daerah yang sangat sulit ditaklukkan oleh penjajah, ternyata ini alasannya.
Baca SelengkapnyaBngsawan yang lahir di Madura ini adalah pembela rakyat kecil.
Baca SelengkapnyaLewat karya seni Raden Saleh menjawab adegan yang dilukis oleh Nicolaas Pieneman.
Baca Selengkapnya