Mengulik Karya Sastra Pujangga Ronggowarsito, Penuh Pesan Simbolis dan Tersirat Berisi Kritik Terhadap Penguasa
Karya-karyanya banyak menjadi rujukan para ilmuwan Belanda pada waktu itu.
Karya-karyanya banyak menjadi rujukan para ilmuwan Belanda pada waktu itu.
Mengulik Karya Sastra Pujangga Ronggowarsito, Penuh Pesan Simbolis dan Tersirat Berisi Kritik Terhadap Penguasa
Ronggowarsito merupakan salah satu pujangga tanah Jawa yang pada masanya menciptakan banyak karya sastra. Banyak karyanya berisi pesan-pesan kritik terhadap penguasa. Namun pesan-pesan itu disampaikan secara tersirat, bahkan ada yang berisi kode-kode rahasia yang harus ditemukan sendiri oleh pembacanya.
-
Apa contoh puisi lama tentang kerajaan? Puisi lama memiliki ciri-ciri puisi yang biasanya berisi puisi rakyat dan tidak ada nama pengarangnya.
-
Kenapa Rizal Ramli suka mengkritik pemerintah? Masyarakat Indonesia pasti mengenal Rizal Ramli sebagai Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Namun, banyak juga yang mengenal Rizal Ramli sebagai sosok yang kritis terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak berpihak pada kepentingan bangsa dan negara, sehingga dia mendapat julukan baru 'Rajawali Ngepret'.
-
Apa yang dikritik dalam puisi satire tentang politik? Di istana berdiri pemimpin 'kanan',Dengan pidato manis dan wajah berseri.Namun di belakang layar, rakyat tertawa,Karena tindakan mereka hanya rekayasa.Mereka berjanji pembaharuan besar,Tapi yang terjadi hanya korupsi lebih.Kantong mereka kian penuh dengan uang,Sementara rakyat hidup dalam kekurangan.
-
Siapa Wali Songo? Wali Songo adalah sebutan bagi sembilan orang wali yang berperan dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
-
Apa keinginan utama sang pesolek dalam puisi? Semoga kecantikan tak lekas usai dan cepat luntur seperti pupur.
-
Mengapa puisi satire tentang Indonesia menggunakan bahasa yang ironis? Indonesia negeri yang kayaBertumpuk-tumpuk utangnyaEmas minyak dijualTapi untungnya entah ke manaGunung-gunung dihabiskanPasirnya dijualIkan di laut dikurasTapi untuk orang asing.
Ronggowarsito hidup di era abad ke-19. Ia lahir di tengah kecamuk konflik antara rakyat, penguasa, dan penjajah Belanda. Banyak karyanya yang berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi saat itu.
Salah seorang peneliti Ronggowarsito, Anung Tedjowirawan, mengatakan bahwa pada eranya Ronggowarsito juga kerap menjadi rujukan para javanolog, yang anggotanya kebanyakan merupakan para ilmuwan Belanda yang meneliti tentang budaya Jawa.
Pemahaman Ronggowarsito dianggap mendalam mengenai kebudayaan dan kesusasteraan Jawa khususnya Jawa Kuno.
“Karya-karya Ronggowarsito itu meliputi 12 bidang, ada bidang kesusasteraan, pendidikan, bahasa, filsafat, pedalangan, pengetahuan alam, seni suara, babad, ramalan, silsilah, perkamusan, dan perhitungan tahun. Dan yang paling banyak adalah kesusasteraan dengan 24 judul.”
kata Anung dikutip dari kanal YouTube bina_budaya.
Peneliti Ronggowarsito lainnya, Supardjo, mengatakan bahwa Ronggowarsito adalah orang yang menciptakan sastra Jawa baru jenis geguritan. Sastra Jawa baru ini ia susun dalam sebuah karya berjudul “Serat Joko Lodhang”.
“Tulisan awal dari Serat Joko Lodhang itu juga ada sandi asmo-nya. Kalau dibaca dari atas ke bawah suku kata yang pertama akan berbunyi ‘Ronggowarsito boso kadaton’ sedang suku kata terakhir setiap baris bila dibaca dari atas ke bawah akan berbunyi ‘boso kadaton Ronggowarsito,"
Kata Supardjo membicarakan bahwa ada kode-kode tersirat di balik karya sastra milik Ronggowarsito
Menurut Anung, pada masa Ronggowarsito hidup (1802-1873), segala hal serba sensitif untuk dibicarakan. Apalagi Belanda sangat berkuasa atas Sunan (Raja Keraton Surakarta). Maka dari itu, Ronggowarsito mengungkapkan pemikirannya secara simbolis. Hal ini juga dibenarkan oleh Supardjo.
“Misalnya saja ia menulis di Serat Kalatidha. Isi awalnya memang dia hanya mengkritisi kondisi kerajaan. Rajanya sakti, punya kewibawaan, pegawainya baik. Tetapi kondisi saat itu tidak menyelesaikan masalah. Karena ada huru-hara dan sebagainya,” papar Anung.
Sebagai pujangga Keraton Surakarta, Ronggowarsito memelihara hubungan baik dengan para javanolog. Salah satunya adalah Carl Friedrich Winter. Apalagi keduanya sama-sama berlatar belakang sastrawan.
Dalam memahami kesusasteraan Jawa, Winter banyak berguru dari Ronggowarsito. Bahkan mereka berteman dekat dan menerbitkan sejumlah karya sastra, di antaranya Kamus Jawa Kawi, Serat Aji Saka, dan karya-karya lainnya.
“Kami punya beberapa surat Ronggowarsito pada Winter. Beberapa di antaranya adalah surat waktu Ronggowarsito minta maaf karena terlambat memberikan karya penerjemahan. Atau surat saat Ronggowarsito pinjam uang pada Winter waktu istrinya melahirkan.”
Kata Supardjo menjelaskan hubungan antara Ronggowarsito dengan Winter.
Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, merupakan kampung halaman Ronggowarsito. Di sela-sela kesibukannya sebagai pujangga Keraton Surakarta, Ronggowarsito sering mengunjungi desa itu untuk mengunjungi keluarganya. Bahkan di desa itu pula sang pujangga besar itu dimakamkan.
Pada hari-hari tertentu, makam Ronggowarsito banyak dikunjungi para peziarah. Bahkan setelah wafat, masih banyak arsip karya-karyanya yang tersimpan di mana-mana. Beberapa di antaranya bahkan masih ada di negeri Belanda.