Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Geger Cilegon 1888, perlawanan rakyat Banten terhadap kezaliman

Geger Cilegon 1888, perlawanan rakyat Banten terhadap kezaliman banten masa lalu. ©blogspot.com

Merdeka.com - Banyak yang menyebut, Banten kini berada dalam kekuasaan Dinasti Ratu Atut yang memimpin dengan cara tidak reformis. Rakyat Banten seperti terdiam dan kehilangan daya kritis atas kekuasaan dinasti tersebut. Padahal, dulu Banten dikenal sebagai daerah dengan catatan perlawanan terhadap kekuasaan zalim.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sartono Kartodirdjo mengungkapkan pemberontakan besar petani Banten pada 1888 sebagai salah satu bentuk perlawanan warga Banten atas kekuasaan zalim.

Pemberontakan itu datang lima tahun setelah letusan Gunung Krakatau pada 1883. Letusan Krakatau menimbulkan tsunami setinggi 30 meter yang meluluhlantakkan pantai Barat Jawa dan menghancurkan Anyer, Merak, dan Carita. Sebanyak 36 ribu orang lebih tewas. Musibah itu menambah penderitaan rakyat yang sudah sedemikian terpuruk karena wabah penyakit ternak pada 1879 dan wabah penyakit demam yang menewaskan 10 persen penduduk tahun berikutnya.

Awal mula gerakan muncul pada 2 Oktober 1888, dua bulan setelah letusan. Seorang serdadu Belanda yang hendak membeli tembakau di Pasar Serang tiba-tiba saja diserang oleh seorang lelaki tak dikenal. Korban mencari perlindungan di sebuah toko China sementara pelaku kabur. Penangkapan dilakukan besar-besaran tetapi pelaku tak ditemukan.

Percobaan pembunuhan lainnya terjadi pada 19 November tahun yang sama. Kali ini, seorang pria masuk dengan paksa ke dalam tangsi militer di Serang. Setelah melukai penjaga bernama Umar Jaman, dia ditangkap. Para interogator militer menyatakan dalam laporan mereka bahwa motif serangan adalah kasus semangat ekstrem yang tidak bisa dijelaskan.

Menurut Sartono Kartodirdjo, pada hari-hari malapetaka itu, rakyat teringat kepada ramalan yang telah menyebut berbagai tanda kedatangan hari Kiamat. Rakyat diingatkan oleh Tuhan untuk bertobat serta sadar akan jalan tersesat yang ditempuh umat manusia, yaitu hidup di bawah pemerintahan kaum kafir Belanda.

Sejak peristiwa itu kehidupan beragama meningkat dan harapan rakyat terarah kepada suatu pembebasan. Peristiwa di Serang itu merupakan suatu awal dari periode panjang perjuangan rakyat yang berpuncak pada 1888 dengan sebutan pemberontakan petani Banten atau Geger Cilegon. Pemberontakan itu dianggap sebagai titik balik sejarah perjuangan mengusir penjajah dari tanah Banten.

Di antara pejuang pada pemberontakan petani Banten antara lain Haji Wasid, Haji Abdul Karim, Haji Akib, dan Ki Tubagus Ismail. Menurut Sartono, meskipun mereka pejuang yang namanya tidak begitu terkenal mereka adalah tokoh sejarah asal Banten yang mengorbankan jiwa demi tegaknya martabat Indonesia. Berikut kisah pada pahlawan dari Banten seperti dirangkum merdeka.com diambil dari buku Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirdjo:

Haji Abdul Karim

Haji Abdul Karim adalah ulama besar di Banten yang paling menonjol saat gerakan pemberontakan. Dia dianggap sebagai orang suci di mata rakyat Banten. Dia tampil sebagai tokoh yang dominan di kalangan elite agama. Dia mendirikan pesantren yang didatangi banyak murid untuk berguru dalam waktu singkat. Selain rakyat, dia juga berhasil meyakinkan pejabat pamong praja untuk mendukung gerakannya. Bupati Serang, penghulu kepala di Serang dan seorang pensiunan patih Haji RA Prawiranegara adalah sahabat-sahabatnya yang sangat terkesan oleh ide-idenya. Berkat kedudukan yang luar biasa, khotbah Haji Abdul Karim mempunyai [engaruh yang esar terhadap penduduk. Dia dianggap sebagai wali Allah yang dianugerahi barakat dan oleh karena itu seorang keramat. Di kemudian hari dikenal sebagai Kiyai Agung. Keberadaannya tentu menjadi ancaman yang mencemaskan pemerintah kolonial. Gelombang kebencian pun muncul terhadap orang-orang Eropa. Pemusnahan kekuasaan asing menjadi tujuan gerakan Haji Abdul Karim. Kepada murid-muridnya, dia mengatakan tidak akan kembali ke Banten selama masih terbelenggu kekuasaan asing. Maka kemudian berangkatlah dia ke Mekkah, tanah airnya yang kedua dengan diantar oleh ribuan rakyat Banten.Dia memang tidak terlibat secara langsung pemberontakan yang meletus 12 tahun setelah keberangkatannya ke Tanah Suci itu. Tapi dialah yang menjadi perata jalan bagi murid-murid dan pengikutnya untuk melakukan jihad atau perang suci. Di antara murid-muridnya yang terkemuka, yang mempunyai peranan penting dalam pemberontakan Banten, antara lain Haji Sangadeli dari Kaloran, Haji Asnawi dari Bendung Lampuyang, Haji Abu Bakar dari Pontang, Haji Tubagus Ismail dari Gulacir, dan Haji Marjuki dari Tanara. Mereka juga dikenal sebagai pribadi-pribadi yang punya karisma.Kepergian Abdul Karim ke Makkah, ternayata tidak menyurutkan pengaruhnya di Banten. Popularitasnya bahkan meningkat. Rakyat selah dilanda rindu dan ingin bertemu dengannya. Sementara para muridnya sendiri sudah tidak sabar menantikan seruannya untuk berontak.

Haji Tubagus Ismail

Dia dikenal sebagai murid Haji Abdul Karim. Sekembali dari Makkah, mendirikan pesantren dan mendirikan cabang tarekat Qadiriah di kampung halamannya, Gulacir. Seperti terlihat dari namanya, dia termasuk sebagai kaum bangsawan Banten yang telah kehilangan pengaruh politik namun masih memiliki prestise sosial di kalangan penduduk. Bangsawan yang ingin menghidupkan kembali kesultanan Banten ini juga dianggap sebagai wali. Dia tidak mencukur rambutnya seperti umumnya para haji, dan dalam setiap jamuan hampir tidak pernah makan apa-apa. Dia juga cucu Tubagus Urip, yang sudah dikenal sebagai wali, maka dalam waktu singkat KH Tubagus Ismail sudah punya banyak pengikut dan kepemimpinannya semakin diakui di Banten. Menyadari dirinya mulai menarik perhatian umum, ia pun segera melancarkan propaganda untuk melawan penguasa kolonial. Banyak ulama yang mendukungnya seperti Haji Wasid dari Beji, Haji Iskak dari Saneja, Haji Usman dari Tunggak, selain kiai-kiai seperguruannya seperti Haji Abu Bakar, Haji Sangadeli dan Haji Asnawi. Untuk mengkonkretkan rencana pemberontakan, rapat pertama diadakan pada tahun 1884 di kediaman Haji Wasid.Haji Tubagus Ismail memimpin pengikut-pengikutnya dari Arjawinangun, Gulacir dan Cibeber bergerak menuju Cilegon untuk menyerang para pejabat pemerintah kolonial. Pada hari Senin malam tanggal 9 Juli 1888, diadakanlah serangan umum ke Cilegon. Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Arjawinangun dan pengikutnya menyerang dari arah selatan, sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Kiyai Haji Wasid, Kiyai Haji Usman dari Tunggak, Haji Abdul Gani dan Beji dan Haji Nuriman dari Kaligandu menyerang dari arah utara. Dengan memekikkan kalimat takbir mereka menyerbu beberapa tempat di Cilegon. Pasukan dibagi dalam beberapa kelompok: kelompok pertama dipimpin oleh Lurah Jasim, Jaro Kajuruan, menyerbu penjara untuk membebaskan para tahanan; kelompok kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dari Beji dan Haji Usman dari Arjawinangun menyerbu kepatihan, dan kelompok ketiga dipimpin oleh Kiyai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Tunggak menyerang rumah Asisten Residen. Sedangkan Haji Wasid dengan beberapa pengawalnya tetap di Jombang Wetan memonitor segala kegiatan penyerbuan Dalam keadaan yang kacau itu, Henri Francois Dumas, juru tulis di kantor Asisten Residen, dapat dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail, demikian juga Raden Purwadiningrat, ajun kolektor, Johan Hendrik Hubert Gubbels, asisten residen Anyer, Mas Kramadireja, sipir penjara Cilegon, dan Ulric Bachet, kepala penjualan garam semuanya adalah orang-orang yang tidak disenangi rakyat. Sedangkan Patih Raden Pennah, seorang pegawai negeri yang kebelanda-belandaan lolos dari kematian, karena dia sedang di Serang waktu itu.

Haji Wasid

Tokoh penting lain dalam peristiwa Geger Cilegon ini adalah Haji Wasid, yang pernah belajar di Mekkah pada Syekh Nawawi al-Bantani, kemudian mengajar di pesantrennya di Kampung Beji, Cilegon. Tiga pokok ajaran yang disebarkan kepada muridnya adalah tentang Tauhid, Fiqh dan Tasawuf. Bersama kawan seperjuangannya: Haji Abdurahman, Haji Akib, Haji Haris, Haji Arsad Thawil, Haji Arsad Qashir dan Haji Ismail, mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam itu kepada masyarakat.

Segala peribadatan, segala ketaatan dan segala harapan hendaknya, semuanya, ditujukan kepada Allah; bukan kepada manusia dan bukan kepada benda lainnya. Peribadatan dan penyembahan yang ditujukan kepada selain Allah adalah musrik, dan ini termasuk dosa besar, tanpa ampunan dari Allah. Dalam keadaan penderitaan rakyat yang bertumpuk ini, banyak di antara mereka yang lari ke tahayul. Mereka lebih mempercayai dukun dan benda-benda yang dianggap keramat. Tersebutlah di desa Lebak Kelapa terdapat sebatang pohon kepuh besar yang oleh sebagian penduduk dianggap keramat, dapat memunahkan bala bencana dan meluluskan apa yang diminta asal saja memberikan sesajen bagi jin penunggu pohon itu. Berkali-kali Haji Wasid memperingatkan penduduk, bahwa perbuatan meminta selain kepada Allah adalah termasuk syirik. Tapi bagi penduduk yang kebanyakan tidak mengerti agama, fatwanya itu tidak diindahkannya. Melihat keadaan ini, Haji Wasid tidak dapat membiarkan satu kemusyrikan ada di depan matanya tanpa berusaha mencegah. Dengan beberapa orang muridnya ditebangnya pohon berhala itu pada malam hari. Keadaan inilah yang membawa Haji Wasid ke depan pengadilan kolonial pada tanggal 18 Nopember 1887. Ia dipersalahkan melanggar hak orang lain sehingga dikenakan denda 7,50 gulden. Dendaan yang dijatuhkan kepada kiyai ini, menyinggung rasa keagamaan dan rasa harga diri murid dan pengikutnya.Satu hal lagi yang ikut menyulut api perlawanan adalah dirobohkannya menara musala di Jombang Tengah atas perintah Asisten Residen Goebels. Faktor-faktor ketidakpuasan terhadap sistem ekonomi, politik dan budaya yang dipaksakan pemerintah kolonial Belanda ini berbaur dengan penderitaan rakyat yang sudah tidak tertakarkan menumbuhkan perlawanan bersenjata.Bersama Haji Tubagus Ismail, Haji Wasid memimpin pemberontakan di Cilegon. Berbarengan dengan kejadian di Cilegon ini, di beberapa tempat juga meletus pemberontakan, seperti di Bojonegara, Balegendong, Krapyak, Grogol, Mancak dan Toyomerto. Di daerah Serang, pemberontakan dipimpin oleh Haji Muhammad Asyik, seorang ulama dari Bendung, Haji Muhammad Hanafiah dari Trumbu dan Haji Muhidin dari Cipeucang. Pusat-pusat kegiatan mereka ialah Bendung, Trumbu, Kubang, Kaloran dan Keganteran.

Sehari semalam kekacauan tidak dapat diatasi, Cilegon dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemberontak. Tetapi seorang pembantu rumah tangga Goebels dapat melarikan diri ke Serang membawa kabar kejadian di Cilegon itu. Maka Bupati bersama Kontrolir dengan 40 orang serdadu yang dipimpin oleh Letnan I Bartlemy berangkat ke Cilegon. Terjadilah pertempuran hebat antara para pemberontak dengan tentara kolonial yang memang sudah terlatih baik, sehingga akhirnya kerusuhan dapat dipadamkan.

Haji Wasid sebagai pemimpin pemberontakan dihukum gantung, sedangkan yang lainnya dihukum buang.Baca juga: Kisah Profesor pertama Indonesia berasal dari Banten Kisah heroik pendekar wanita Banten, Nyimas Gamparan dan Melati 'Rano, rakyat Banten 12 juta, bukan 5 orang keluarga Si Doel' Jawara Banten: Di Banten enggak ada legislatif tapi legislatut Derita rakyat Banten dibodohi dan dimobilisasi politikus (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Pemberontakan Batipuh 1841, Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Rakyat Pantai Barat Sumatera
Kisah Pemberontakan Batipuh 1841, Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Rakyat Pantai Barat Sumatera

Pemberontakan ini sebagai bentuk reaksi rakyat terhadap sistem tanam paksa oleh Belanda.

Baca Selengkapnya
Kenalan dengan Batik Kuno Ciwaringin khas Cirebon, Gambarkan Penderitaan Rakyat Akibat Penjajahan hingga Perjuangan Santri Lawan Belanda
Kenalan dengan Batik Kuno Ciwaringin khas Cirebon, Gambarkan Penderitaan Rakyat Akibat Penjajahan hingga Perjuangan Santri Lawan Belanda

Dalam selembar batik khas Ciwaringin terdapat perjuangan rakyat melawan penjajahan.

Baca Selengkapnya
Kisah Ki Bagus Rangin, Pejuang Rakyat dari Cirebon di Zaman Penjajah Belanda
Kisah Ki Bagus Rangin, Pejuang Rakyat dari Cirebon di Zaman Penjajah Belanda

Pemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.

Baca Selengkapnya
Menilik Sejarah Perang Belasting, Perlawanan Masyarakat Pribumi dalam Penerapan Pajak oleh Belanda di Sumbar
Menilik Sejarah Perang Belasting, Perlawanan Masyarakat Pribumi dalam Penerapan Pajak oleh Belanda di Sumbar

Pemberlakuan sistem pajak oleh kolonial Belanda kala itu membuat rakyat pribumi murka dan memberontak sehingga menimbulkan konflik panjang.

Baca Selengkapnya
Ada Peran Besar Kiai, Begini Awal Mula Banten Disebut Tanah Jawara
Ada Peran Besar Kiai, Begini Awal Mula Banten Disebut Tanah Jawara

Para jawara berada di bawah komando para ulama dan kiai yang saat itu menjadi sumber kekuatan sosial dan spiritual di Banten.

Baca Selengkapnya
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya

Tentara Pembela Tanah Air (PETA) merupakan pasukan militer yang aktif selama Perang Dunia II di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding
Warga Lamongan Gambarkan Kejamnya Kerja Rodi Zaman Penjajah saat Karnaval Agustusan, Bikin Merinding

Warga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.

Baca Selengkapnya
Revolusi Sosial Sumatra Timur, Peristiwa Kelam Maret 1946 yang Berujung Pembantaian
Revolusi Sosial Sumatra Timur, Peristiwa Kelam Maret 1946 yang Berujung Pembantaian

Revolusi Sosial Sumatra Timur kisah kelam pembantaian kesultanan Melayu.

Baca Selengkapnya
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat

Perlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.

Baca Selengkapnya
Kejinya Pasukan Belanda di Aceh Bunuh Warga Satu Desa, 1 Anak Kecil Disisakan Ini potretnya
Kejinya Pasukan Belanda di Aceh Bunuh Warga Satu Desa, 1 Anak Kecil Disisakan Ini potretnya

KIsah pembantaian masyarakat Aceh oleh penjajah Belanda.

Baca Selengkapnya
Cerita Nyi Mas Melati Si Singa Betina dari Tangerang, Teriakannya Bikin Belanda Ketar Ketir
Cerita Nyi Mas Melati Si Singa Betina dari Tangerang, Teriakannya Bikin Belanda Ketar Ketir

Kabarnya, julukan ini melekat karena teriakannya amat mengerikan dan bikin penjajah ketar-ketir.

Baca Selengkapnya
Menilik Kehidupan Petani Blitar pada Masa Jawa Kuno, Pajak Sawah Naik karena Korupsi Dinas Agraria
Menilik Kehidupan Petani Blitar pada Masa Jawa Kuno, Pajak Sawah Naik karena Korupsi Dinas Agraria

Korupsi ternyata sudah ada di negeri ini sejak zaman dulu kala.

Baca Selengkapnya