Mengenal Pustaha Laklak, Karya Tulis Warisan Leluhur Suku Batak
Merdeka.com - Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Nusantara yang kaya akan budaya, salah satunya adalah budaya karya tulis. Tradisi menulis ini telah diwariskan oleh nenek moyang mereka dengan nama Pustaha Laklak.
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Pustaha Laklak adalah kitab-kitab kuno yang ditulis pada kulit kayu. Kata 'pustaha' adaptasi dari kata 'pustaka' yang berasal dari Bahasa Sanskerta.
Terdapat lima jenis karya tulis yang ditinggalkan oleh nenek moyang suku Batak, di antaranya Aksara Toba, Aksara Karo, Aksara Mandailing, Aksara Dairi, dan Aksara Simalungun. Peninggalan karya tulis tersebut menjadi acuan penulisan karya tulis Pustaka Laklak.
-
Dimana Aksara Batak pertama berkembang? Awalnya Aksara Batak berkembang di daerah Angkola hingga Mandailing yang tidak jauh dari perbatasan Sumatera Barat.
-
Apa isi lempengan kutukan kuno? Proyek penelitian Universitas Johannes Gutenbreg Mainz (JGU) di Jerman menemukan sebuah lempengan berisi kutukan kuno dengan deskripsi dan frasa yang mirip dengan kitab Wahyu.
-
Bagaimana Aksara Batak menyebar? Kemudian, aksara ini menyebar hingga ke bagian utara hingga membentuk aksara purba Toba-Timur-Simalungun.
-
Apa isi buku kuno yang ditemukan? Lembaran bambu ini seringkali berisi karya sastra dan buku tentang pertanian dan pengobatan, tapi dalam temuan terbaru ini, sebagian besar merupakan catatan pemerintahan.
-
Dimana buku kuno itu ditemukan? Ribuan lembaran tipis bambu (berbentuk persegi panjang yang digulung dan diikat menjadi satu buku) ditemukan di situs arkeologi Hebosuo, Kunming, Provinsi Yunnan, China barat daya.
-
Di mana buku kuno ditemukan? Baru-baru ini buku tersebut disumbangkan ke Rochester Institute of Technology (RIT) untuk dipelajari isinya.
Media Penulisan Pustaha Laklak
Penulisan naskah Pustaha Laklak menggunakan tiga jenis bahan, kulit kayu (laklak), bambu, dan tanduk kerbau. Isi tulisan dari ketiga bahan tersebut hanya menuliskan hal-hal khusus dengan kalimat singkat.
Selain itu, sebagai sarana penyimpan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Para datu menggunakan media berupa kulit kayu yang dilipat untuk memuat tulisan sebanyak mungkin.
Dilansir dari indonesia.go.id, naskah Pustaha Laklak juga berisikan tulisan ilmu putih dan ilmu hitam. Ilmu hitam yang ada pada naskah seperti pangulubalang, tunggal panaluan, pamanu tanduk, gadam.
Sedangkan ilmu putih seperti penolak balak dan pagar juga ilmu nujum seperti meramal dengan menggunakan tanda-tanda binatang. Yang tidak kalah menariknya adalah rahasia pengobatan tradisional menggunakan ramuan tanaman rempah-rempah.
Keberadaan Pustaha Laklak Sekarang
Saat ini Pustaha Laklak masih tersimpan baik di beberapa keluarga Batak, dan sudah dianggap sebagai warisan turun temurun.
Di Kota Medan, karya tulis ini masih bisa dijumpai sebagai koleksi Museum Negeri Sumatera Utara. Selain itu, benda ini masih bagian koleksi di beberapa museum di Indonesia dan Eropa seperti Belanda dan Jerman.
Deskripsi Tentang Kemaritiman
Melansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, terdapat beberapa hal yang diketahui dari Pustaha Laklak berkaitan dengan kemaritiman, dan dunia perairan.
Parau
Parau atau perahu dalam Pustaha Laklak tidak hanya ditulis menggunakan tinta berwarna hitam, tetapi terdapat gambar empat orang penumpang yang ikut berlayar. Penggambaran perahu begitu jelas pada bagian buritan dan depan kapal.
Kata 'perahu' juga dijumpai pada Pustaha Laklak yang ada di perpustakaan Leiden University Belanda. Pustaha Laklak yang dimaksud tentang desa marga Lontung. Memiliki rumah beratapkan kecil terbuat dari anyaman pandan, memiliki perahu yang terbuat dari batang pohon, ada kumbang hitam pengerat kayu, dan ada burung nanggarjati.
Dalam Pustaha Laklak juga memperlihatkan rumah berbanjar di hulu, beratap kecil dan terbuat dari anyaman pandan, ada berperahu yang besar, menggunakan ikat kepala yang dililitkan di kepala.
Dengke atau ihan (ikan)
Dengke atau ihan ternyata sebagai salah satu syarat yang harus disiapkan untuk upacara. Ikan yang digunakan bukan ikan yang hidup, melainkan ikan yang mati di laut. Dalam adat Batak, ikan digunakan sebagai simbol yang biasa disebut dengke saur, ikan yang dibumbui dengan air limau, aek pangir, hunik (kunyit). Biasanya sebagai santapan dalam upacara adat. Hidangan ikan ini dimakan bersama-sama sebagai simbol agar keinginan dapat terwujud.
Boru Saniang Naga
Boru Saniang Naga dalam Pustaha Laklak sebagai seorang tokoh nenek moyang yang dianggap memiliki kemampuan untuk menenangkan air di danau atau menenangkan putaran air. Boru Saniang Naga juga dewa air, dan ia dipercaya oleh para nelayan sebagai penguasa yang berperan dalam mendapatkan ikan sebagai hasil tangkapan yang diharapkan. (mdk/adj)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pantun Batak lucu biasanya berisi sindiran, ejekan, atau lelucon yang tidak terlalu kasar, tetapi tetap menyentil.
Baca SelengkapnyaSimak cara membaca kitab kuning dan ketahui pengertian lengkapnya.
Baca SelengkapnyaCatatan kuno Jawa mengungkapkan warisan pengetahuan dalam bidang pengobatan tradisional, terutama untuk meredakan penyakit batuk. Simak selengkapnya disini!
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aksara kuno rupanya tak hanya dikenal di Suku Jawa saja, melainkan Suku Batak juga memiliki aksaranya sendiri.
Baca SelengkapnyaPantun dalam budaya Bugis merupakan bentuk puisi lisan yang kaya akan makna.
Baca SelengkapnyaPantun jenaka lucu bahasa Jawa dapat membuat hari-hari kalian kian berwarna.
Baca SelengkapnyaPantun lucu bikin ngakak merupakan karya sastra menarik yang sering digunakan.
Baca SelengkapnyaArti bunyi tokek sering kali dianggap memiliki makna khusus dalam berbagai kepercayaan dan budaya.
Baca SelengkapnyaIsinya bisa seputar lika-liku kehidupan hingga cinta yang dibahas dengan cara menggelitik.
Baca Selengkapnya