Arkeolog Temukan Korek Api Prasejarah di Raja Ampat, Usianya 50.000 Tahun, Begini Bentuknya
Artefak itu ditemukan saat penggalian di Raja Ampat.
Salah satu artefak paling awal yang diketahui terbuat dari bahan tanaman oleh manusia modern ditemukan di Papua Barat.
Objek tersebut adalah potongan resin berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 13,5 milimeter di setiap sisi dan tebal 5 milimeter.
-
Bagaimana para arkeolog mengetahui asal senjata api yang ditemukan? Menurut Shang Heng, senjata ini dibawa dari Eropa. Para arkeolog juga menemukan apa yang disebut mesin Folangji atau Frank, yaitu meriam kecil.
-
Apa yang ditemukan para arkeolog di dasar Laut Hitam? Hasil penyelaman arkeologi pada 2020 di Laut Hitam baru-baru ini ditampilkan dalam pameran museum baru. Penyelaman itu adalah yang pertama kali dilakukan di kawasan tersebut. Dalam penyelaman itu arkeolog mengungkapkan artefak kuno dari kota pelabuhan yang sudah tenggelam. Kota itu dulunya merupakan pusat perdagangan, demikian dilaporkan Anatolian Archaeology.
-
Apa yang ditemukan oleh arkeolog di Kepulauan Channel? Para arkeolog di Kepulauan Channel, lepas pantai Prancis, menemukan dua koin dari zaman Romawi.
-
Bagaimana para arkeolog menyelidiki kerangka tersebut? Para arkeolog tengah menyelidiki kerangka ini dengan cermat di laboratorium untuk mencoba memecahkan teka-teki berusia 1.000 tahun ini.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di kotoran mumi? Penelitian ini mengungkap penduduk Karibia kuno memakan berbagai macam tanaman, tembakau, bahkan kapas.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Kroasia? Arkeolog menemukan tiga tengkorak kuno di Kroasia, dua di antaranya memiliki tengkorak yang lonjong dan dibentuk dengan sengaja.
Dilansir Haaretz, Ahad (11/8), temuan ini mendukung teori pendudukan manusia modern awal di Australia, klaim para arkeolog dalam jurnal Antiquity.
Resin adalah getah pohon yang dipadatkan. Artefak resin tersebut diperkirakan berasal dari sekitar 55.000 hingga 50.000 tahun lalu menggunakan akselerator radiokarbon milik Universitas Oxford.
Arkeolog tidak menyatakan itu adalah karya seni. Mereka menyatakan itu adalah versi prasejarah dari korek api.
Getah pohon
Resin mengandung bahan kimia yang sangat mudah terbakar. Kandungan resinnya lebih banyak daripada serat keringnya yang membuat buah pohon pinus sangat cocok untuk api unggun.
Menurut para peneliti, pada masa prasejarah, persegi panjang tersebut dibuat melalui proses rumit yang dimulai dengan mengiris pohon untuk mengambil getahnya, membiarkannya mengering dan mengeras, lalu membentuknya – mungkin hanya dengan mematahkan resin yang mengeras.
- Menggali Selama 10 Tahun di Benteng Romawi, Arkeolog Akhirnya Temukan Plakat Emas dari Abad Kedua Masehi
- Arkeolog Temukan Makam Raja Berusia 5.000 Tahun di Reruntuhan Kota Kuno, Berisi Rahang Babi Sampai Batu Giok
- Arkeolog Temukan Ratusan Artefak Batu Giok Berusia 5.000 Tahun, Ada yang Berbentuk Naga Hijau dan Jangkrik
- Arkeolog Temukan 'Akta' Kelahiran Raja Majapahit Hayam Wuruk, Terkubur di Bawah Tanah
Bagaimana kita tahu semua itu? Karena artefak itu berbentuk bujursangkar sementara getah pohon yang dilepaskan secara alami menetes ke bawah batang pohon, membentuk gumpalan.
Jadi, para peneliti berpikir getah ini dipanen langsung dari pohon ke dalam potongan di batang pohon. Menurut analisis molekuler, getah itu tidak berasal dari pohon pinus, tetapi dari pohon atau semak berbunga.
Hasrat terhadap kelelawar buah
Pertanyaannya adalah, siapa yang melakukan ini? Hanya ada sedikit perkakas batu yang membantu – mereka mungkin membuat perkakas dari kayu dan tulang yang telah punah.
Perkakas organik jenis ini umum ditemukan di Wallacea timur laut prasejarah dan Nugini barat laut, tempat banyak perkakas kemungkinan besar dibuat dari bahan organik daripada bahan litik.
Artefak resin tersebut ditemukan bersama dengan tulang-tulang hewan yang menjadi bukti adanya makanan di sebuah gua pedalaman bernama Mololo di Pulau Waigeo, yang merupakan salah satu dari empat pulau utama di kepulauan Raja Ampat di utara Nugini.
Mengenai tulang hewan – saat memakan kelelawar, mereka tampaknya lebih suka memakan kelelawar buah daripada kelelawar pemakan serangga. Atau mungkin kelelawar buah lebih mudah ditangkap. Kelelawar buah juga cenderung lebih besar daripada kelelawar pemakan serangga.
Perlu ditambahkan bahwa mereka mungkin tidak punya banyak pilihan. Kepulauan tersebut miskin fauna, kata peneliti– mereka tidak memiliki hewan besar untuk dimakan.