Cerita Unik Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta, Dulu Ditakuti Belanda
Masjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.
Bentuk megah Masjid Agung Baing Yusuf di Kampung Kaum, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, sejalan dengan cerita masa lalunya yang kaya akan nilai sejarah.
Bangunan rumah ibadah umat muslim dengan struktur persegi dan dua menara di kanan dan kirinya ini pernah menjadi saksi bisu zaman penjajahan. Konon kabarnya, Belanda dan Jepang amat takut dengan keberadaan masjid ini.
-
Kenapa Masjid Ats Tsauroh disebut Masjid Agung Serang? Penyematan nama Masjid Agung Serang sendiri karena pertimbangan posisi yang berada di tengah pusat kota, dengan kapasitas jemaah yang besar.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Mengapa Masjid At Taqwa Cirebon diganti namanya? Alasan renovasi juga karena posisinya sudah cukup melenceng dari arah kiblat, sehingga perlu diluruskan. Setelahnya, Koordinator Urusan Agama Cirebon, R. M. Arhatha, menginisiasi pergantian nama masjid agar tidak lagi menggunakan kata “Agung”. Ini karena saat itu sudah ada masjid bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada di Alun-Alun Kasepuhan dan menjadi salah satu masjid kuno paling tua yang ada di sana.
-
Kapan Masjid Cheng Ho di Palembang diresmikan? Masjid ini berdiri di atas tanah hibah dari Pemerintah Daerah dan baru diresmikan pada tahun 2006 silam.
-
Kenapa Masjid Agung Surakarta menjadi tempat wisata religi yang berbeda? Selain dapat beribadah, di sini Anda juga dapat merasakan sensasi wisata religi yang berbeda.
-
Di mana Masjid Agung Palembang terletak? Masjid Agung ini merupakan bagian dari peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa dikenal dengan Jayo Wikramo.
Tak hanya sebagai tempat beribadah, karena Masjid Agung Baing Yusuf jadi salah satu spot pariwisata religi yang kesohor di kabupaten berjuluk kota pensiun tersebut. Begini ceritanya.
Dibangun oleh Keturunan Raja Pajajaran
Mengutip disipusda.purwakartakab.go.id, bentuk bangunan dari Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta ternyata masih dipertahankan seperti bentuk aslinya saat pertama dibangun. Dalam catatan sejarah, peletakan batu pertama dilakukan pada 1826 dan dipimpin oleh K.H.R. Muhammad Yusuf bin R. Jayanegara.
Jayanegara atau Baing Yusuf merupakan seorang ulama yang kesohor di Purwakarta dan merupakan keturunan dari Raden Aria Djajanegara yang merupakan bupati Bogor abad ke-17.
Raden Aria Djajanegara disebut masih merupakan keturunan langsung dari kerajaan Pajajaran yang pernah menguasai sebagian pulau Jawa di masa silam. Dirinya memang berbeda dari para leluhurnya di Pajajaran yang mayoritas memeluk agama Hindu.
Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam
Walau saat awal didirikan masih berbentuk pendopo dan belum menyerupai masjid pada umumnya, namun tempat ini menjadi salah satu lokasi penyebaran agama Islam di Purwakarta.
- Mengenal Bedug Ngamuk di Masjid Cilongok Tangerang, Dipercaya Bisa Berbunyi Sendiri
- Sisi Unik Masjid Jami Assuruur Kebon Jeruk, Bangunannya Khas Belanda Berhias Kayu Jepara
- Cerita di Balik Masjid Kuno Al Anwar Angke, Dibangun Tahun 1761 dan Jadi Tempat Rahasia Pejuang Kemerdekaan
- Mengunjungi Masjid Agung Ponorogo, Dulunya Musala Tempat Ulama Bersembunyi dari Kekejaman Kolonial Belanda
Ketika itu kabupaten tersebut masih masuk ke dalam Karawang, dan Jayanegara terus mengenalkan agama Islam melalui pengajian, salawatan hingga kegiatan keagamaan.
Hal ini kemudian menarik minat masyarakat untuk mendatangi tempat ibadah tersebut, sebagai tempat untuk memperdalam ilmu agama.
Terus Dimodernisasi
Masjid Agung Baing Yusuf memiliki sejarah renovasi yang cukup panjang. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1907 untuk memperbaiki berbagai bagian masjid yang mengalami kerusakan. Kemudian, pada tahun 1926, perbaikan kedua dilakukan dengan menambahkan bak air dan tempat mandi bagi marbot masjid, yang dipimpin oleh K.H.R. Ibrahim Singadilaga.
Selanjutnya, pada tahun 1955, masjid ini kembali direnovasi untuk ketiga kalinya dengan menambahkan bangunan kantor penghulu di samping kiri masjid.
Renovasi keempat berlangsung pada tahun 1967, yang mencakup perluasan dan penambahan sayap kanan, kiri, serta tempat wudhu. Terakhir, pada tahun 1978-1979, Masjid Agung Purwakarta menjalani renovasi kelima tanpa mengubah bentuk aslinya.
Sempat Ditakuti Belanda
Ada cerita unik dari keberadaan masjid tersebut. Di masa penjajahan Belanda hingga Jepang, Masjid Agung Baing Yusuf tidak pernah didatangi oleh pihak kolonial. Kabarnya, banyak pasukan Belanda dan Jepang pada saat itu merasa takut jika harus mendatangi masjid tersebut.
Rupanya, alasan tentara Belanda dan Jepang tidak pernah menduduki Masjid Agung Baing Yusuf dan wilayah sekitarnya karena khawatir akan timbulnya gerakan masyarakat Islam.
Hal ini disebabkan karena masyarakat di Kauman seluruhnya beragama Islam dan merasa memiliki masjid tersebut. Mereka pun siap melawan dan menyerbu pasukan penjajah jika mengubah atau merusak fungsi masjid.
Alhasil masjid ini tidak pernah hancur apalagi dialihfungsikan oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.