Raja-raja Mataram Islam dan Tahunnya, Tambah Wawasan Sejarah
Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Pulau Jawa, Indonesia.
Mengenal siapa raja-raja Mataram Islam dan tahunnya akan menambah wawasan kita tentang sejarah penting di Pulau Jawa ini.
Raja-raja Mataram Islam dan Tahunnya, Tambah Wawasan Sejarah
Dalam artikel ini, kita akan membahas daftar raja-raja Mataram Islam, termasuk tahun kekuasaannya, serta beberapa penjelasan penting tentang sejarah para raja ini.
Panembahan Senapati
Panembahan Senapati (Danang Sutawijaya atau Dananjaya) adalah pendiri Kerajaan Mataram Sultanate. Ia lahir dari pasangan Ki Ageng Pamanahan, seorang kepala suku Jawa dan pengikut Joko Tingkir (Hadiwijaya), Sultan Pajang. Pamanahan diyakini sebagai keturunan raja terakhir Majapahit. Ibunya, Nyai Sabinah, merupakan keturunan Sunan Giri, salah satu anggota Walisanga.
-
Bagaimana jamu dikembangkan sejak masa kerajaan Mataram Islam? Sejak masa berdirinya Kerajaan Mataram Islam, perkembangan obat-obatan yang memanfaatkan tanaman maupun rempah-rempah Nusantara berkembang pesat. Hal itu terbukti dengan masih dijumpainya pedagang jamu gendong atau pabrikan, produk kosmetik, maupun obat-obatan yang menggunakan bahan dasar dari tanaman Nusantara.
-
Apa peran Ki Juru Martani dalam mendirikan Kerajaan Mataram Islam? Ki Juru Martani, bersama Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, merupakan tiga serangkai di balik berdirinya Kerajaan Mataram Islam.
-
Apa yang digambarkan dalam lukisan Mataram tahun 1860-an? Dalam postingan akun Instagram @sejarahjogya, tampak beberapa lukisan yang menggambarkan suasana Mataram era Hindia Belanda. Dijelaskan bahwa lukisan itu dibuat pada tahun 1860-an atau sekitar abad ke-19.
-
Siapa yang menjadi musuh terkuat Kerajaan Mataram Islam di masa Anyakrawati? Pada tahun 1610, Anyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukan Surabaya yang saat itu menjadi musuh terkuat Mataram.
-
Kapan Tahun Baru Islam 1446 H? Link Twibbon Tahun Baru Islam 1446 Hijriah, Jatuh pada 7 Juli 2024
-
Apa yang menjadi bukti kerukunan antar umat beragama pada masa kepemimpinan Raja Rakai Pikatan? Saat memimpin Kerajaan Mataram, Raja Rakai Pikatan mempunyai permaisuri bernama Sri Pramodawardhani. Sang Raja beragama Hindu/Siwa, sementara Pramodawardhani adalah seorang pemeluk agama Budha. Pada masa itu, kerukunan antar umat beragama sudah tampak.
Panembahan Senapati diadopsi oleh Hadiwijaya karena Hadiwijaya dan istrinya belum memiliki anak. Pemerintahannya ditandai dengan strategi perang dan penyatuan wilayah Jawa.
Sultan Anyakrawati
Sultan Anyakrawati (Raden Mas Jolang) adalah putra Panembahan Senapati dan Ratu Mas Waskitajawi. Ia menjadi raja kedua Mataram pada tahun 1601-1613. Anyakrawati mewarisi kepiawaian ayahnya dalam strategi perang dan berburu. Gelarnya, “senapati ing ngalaga,” mengacu pada kemahirannya dalam berperang. Ia tumbuh dekat dengan ayahnya dan memiliki selera tinggi dalam menata lingkungan keraton.
Meskipun masa pemerintahannya relatif pendek, ia berhasil memperkuat Mataram. Sayangnya, ia wafat karena kecelakaan saat berburu rusa di hutan Krapyak, dan dikenal dengan gelar anumerta “Panembahan Seda ing Krapyak” (Panembahan yang Meninggal di Krapyak). Sebelum wafat, Anyakrawati berwasiat agar Raden Mas Jatmika melanjutkan kepemimpinan negara.
Sultan Agung
Sultan Agung (Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang) adalah tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam. Ia memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Sultan Agung dikenal sebagai raja terbesar Mataram. Ia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitarnya dan memperluas kekuasaannya hingga mencapai puncak territorial dan militer. Ia memiliki gelar “Senapati ing Ngalaga” yang mengacu pada kemahirannya sebagai panglima perang.
Salah satu pemberontakan yang terkenal adalah yang dipimpin oleh adiknya, Pangeran Raden Mas Alit. Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan.
Sultan Agung juga memiliki gelar “Susuhunan Agung” atau “Yang Dipertuan Agung”, yang merujuk pada posisinya sebagai raja yang memiliki kekuasaan penuh.
Amangkurat I
Amangkurat I (Raden Mas Sayyidin) adalah putra Sultan Agung dan menggantikannya sebagai susuhunan Mataram. Amangkurat I memerintah dari tahun 1646 hingga 1677. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi banyak pemberontakan. Ia berusaha mengamankan kestabilan kerajaan yang luas, tetapi sering kali diwarnai oleh pemberontakan dan ketidakpuasan internal.
- Kisah Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Paling Dilaknat karena Bunuh Orang Tanpa Alasan
- Sejarah Majalah Al-Munir, Media Massa Islam Pertama di Indonesia Beraksara Jawi yang Terbit di Padang
- Sejarah Kabupaten Kuningan, Salah Satu Daerah Tertua di Jawa Barat yang Sudah Ditinggali sejak 3500 SM
- Sejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial
Amangkurat I mengalami banyak pergolakan selama masa pemerintahannya. Ia akhirnya meninggal dalam pengasingan di tahun 1677. Tempat pemakamannya terletak di Tegalwangi (dekat Tegal), dan ia dikenal dengan gelar anumerta “Sunan Tegalwangi” atau "Sunan Tegalarum".
Amangkurat II
Amangkurat II (juga dikenal sebagai Rahmat) adalah susuhunan kelima Kerajaan Mataram, memerintah dari tahun 1677 hingga 1703. Sebelum naik takhta, ia adalah putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati Anom.
Amangkurat II berhasil memindahkan pusat pemerintahan dari Keraton Plered ke Keraton Kartasura. Ia menjadi raja Jawa pertama yang mengenakan seragam bergaya Eropa, sehingga diberi julukan “Sunan Amral” (Amral berarti “laksamana” dalam bahasa Jawa).
Pada 1661, Amangkurat II memberontak melawan ayahnya, didukung oleh faksi anti-Amangkurat I. Pemberontakan kecil ini berhasil diredam, tetapi Amangkurat I gagal meracuni Amangkurat II pada 1663. Amangkurat I mencabut gelar putra mahkota dari Amangkurat II dan memberikannya kepada Pangeran Puger (yang kelak menjadi Pakubuwono I).
Amangkurat III
Amangkurat III (juga dikenal sebagai Sunan Mas) menggantikan ayahnya pada tahun 1703. Namun, masa pemerintahannya singkat karena banyak masalah dan tantangan. Ia akhirnya melarikan diri dari Kartasura dan meninggal di Sri Lanka sebagai tawanan VOC.
Pakubuwana I
Pakubuwana I (juga dikenal sebagai Sunan Ngalaga atau Pangeran Puger) adalah susuhunan Mataram ketujuh yang memerintah antara tahun 1704 hingga 1719. Pakubuwana I adalah putra dari Amangkurat I, raja terakhir Mataram yang berbasis di Plered, dan Ratu Mas Balitar. Konflik antara ayahnya dan Raden Mas Rahmat (kemudian menjadi Amangkurat II) menyebabkan perubahan dalam pewaris takhta.
Dari situlah, Amangkurat I mencabut gelar putra mahkota dari RM. Rahmat dan memberikannya kepada RM. Darajat. Ketika terjadi pemberontakan, Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugaskan RM. Rahmat untuk mempertahankan istana. Namun, RM. Rahmat menolak dan memilih untuk mengungsi.
Pangeran Puger (adik Amangkurat II) menggantikan RM. Rahmat dan membuktikan bahwa tidak semua anggota keluarga Kajoran terlibat dalam pemberontakan Trunajaya. Tapi karena musuh terlalu besar, ia terpaksa melarikan diri ke desa Jenar (sekarang di Purwodadi, Purworejo) dan mendirikan istana baru bernama Purwakanda.
Amangkurat IV
Amangkurat IV (juga dikenal sebagai Sunan Jawi) adalah susuhunan Mataram kedelapan yang memerintah dari tahun 1719 hingga 1726. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Jawa karena menurunkan trah yang berkuasa di Surakarta dan Yogyakarta. Amangkurat IV memiliki beberapa putra yang menjadi tokoh penting, termasuk Pakubuwana II (pendiri Kesunanan Surakarta) dan Hamengkubuwono I (pendiri Kesultanan Yogyakarta).
Pakubuwana II
Pakubuwana II (juga dikenal sebagai Sunan Kombul) adalah susuhunan kesembilan Kerajaan Mataram. Ia memerintah dari tahun 1726 hingga 1742. Pakubuwana II lahir dengan nama Gusti Raden Mas Prabasuyasa pada 8 Desember 1711 di Kartasura. Ia merupakan kakak dari Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Hamengkubuwana I) dan paman dari Pangeran Sambernyawa (kemudian bergelar Mangkunagara I). Pada masa pemerintahannya, ia memindahkan istana dari Kartasura ke Surakarta untuk menghindari bencana yang terjadi di istana sebelumnya.
Setelah pemberontakan Amangkurat V, Pakubuwana II menjadi Susuhunan pertama Surakarta pada tahun 1745. Ia memiliki gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping II.
Pakubuwana III
Pakubuwana III (juga dikenal sebagai Sinuhun Paliyan Negari) adalah susuhunan kedua Surakarta yang memerintah dari tahun 1749 hingga 1788. Pakubuwana III lahir dengan nama Gusti Raden Mas Suryadi pada 24 Februari 1732 di Kartasura. Ia adalah putra dari Pakubuwana II dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Ketika Belanda membagi wilayah Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta pada tahun 1755, Pakubuwana III diangkat sebagai Susuhanan pertama Surakarta.