Sakralnya Tradisi Maca Babad, Ceritakan Putra Pajajaran yang Kabur dari Istana untuk Dirikan Cirebon
Maca Babad merupakan tradisi khas Keraton Kanoman Cirebon untuk mengenang berdirinya Cirebon oleh putra dari raja Pajajaran yakni Pangeran Walangsungsang.
Segenap masyarakat di wilayah Cirebon mulai memadati area Keraton Kanoman sejak petang hari. Mereka akan memilih tempat duduk di sekitaran bangsal untuk mendengarkan pembacaan Babad yang tak lama lagi akan disampaikan oleh pihak dari Keraton Kanoman, saudara laki-laki dari ibu ratu.
Menjelang malam, suasana langsung berubah tenang saat sambutan disampaikan oleh pihak keraton sebelum mulai membacakan kisah dari Babad Cirebon. Babad ini berbentuk manuskrip kuno, dengan tulisan beraksara Jawa Cirebon yang mengisahkan berdirinya wilayah tersebut sebagai sebuah pemerintahan paling awal.
-
Apa itu tradisi Mudun Lemah di Cirebon? Jika dilihat dari pengertiannya, Mudun Lemah berarti turun tanah. Ini menandai seorang bayi yang sudah mulai beraktivitas secara mandiri mulai dari duduk, merangkak sampai berjalan.
-
Bagaimana tradisi Ngirab di Cirebon dilakukan? Mengutip beautiful-indonesia.umm.ac.id, upacara ini dilakukan dengan berziarah ke petilasan Sunan Kalijaga oleh masyarakat di wilayah sekitar Sungai Derajat.
-
Apa yang unik dari tradisi menyambut malam takbiran di Cirebon? Uniknya Cara Warga Cirebon Sambut Malam Takbiran, Arak Patung Raksasa Berhiaskan Lampu dan Bendera Tradisi ini menarik, karena karakter yang diarak merupakan hewan raksasa dan diiringi lampion serta obor bersama gema takbir Ada banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk merayakan malam kemenangan.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas budaya di Kecamatan Gegesik, Cirebon? Masyarakat Cirebon mengenal Gegesik sebagai salah satu kecamatan yang terletak di sisi barat kota tersebut. Selain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata wilayah ini juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satu yang unik adalah berburu tikus.
-
Di mana tradisi arak-arakan patung raksasa di Cirebon dirayakan? Di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon misalnya, warga setempat meramaikannya dengan mengarak patung raksasa bergambar macam-macam karakter.
-
Apa itu tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari.
Sosok yang diangkat adalah Pangeran Walangsungsang yang merupakan putra dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Pajajaran. Saat itu, pangeran kecewa atas perlakuan ayahnya hingga memilih meninggalkan istana sampai ke wilayah Cirebon yang masih berupa hutan dan semak belukar.
Dibuka dengan Iring-Iringan Abdi Dalem Pembawa Lilin
Mengutip YouTube Disbudpar Kota Cirebon, beberapa menit sebelum pembacaan Babad dimulai, muncul iring-iringan abdi dalem Keraton Kanoman yang berjalan perlahan sembari membawa lilin besar. Mereka akan bersiap menatanya di pelataran keraton, tempat dibacanya babad Cirebon.
Warga setempat yang hadir, maupun tamu undangan tampak memperhatikan persiapan acara yang kental dengan nuansa khas pemerintahan raja di zaman dulu.
Suasana langsung terasa sakral dan khidmat, karena adanya sesajian serta perlengkapan pembacaan babad yang merupakan peninggalan lawas di sana.
Adapun, maca Babad Cirebon merupakan tradisi khas Keraton Kanoman Cirebon untuk mengenang berdirinya Cirebon oleh putra dari raja Pajajaran yakni Pangeran Walangsungsang.
- Mengenal Tradisi Sumpah Pocong yang Dijalani Saka Tatal di Kasus Kematian Vina Cirebon
- Mengenal Meron, Benda Penting dalam Tradisi Pernikahan Cirebon Zaman Kerajaan
- Uniknya Cara Warga Cirebon Sambut Malam Takbiran, Arak Patung Raksasa Berhiaskan Lampu dan Bendera
- Melihat Tradisi Mamanukan Khas Pantura Jawa Barat, Hadirkan Patung Burung Besar untuk Kendaraan Anak yang Disunat
Pengunjung Diajak Bertawasul dan Mendoakan Leluhur Cirebon
Setelah lilin ditata, lantunan doa dan tawasul dibacakan dengan santun dan diikuti oleh seluruh hadirin yang ingin menyaksikan prosesi pembacaan babad.
Doa-doa dilafazkan oleh utusan dari Masjid Sang Cipta Rasa yang merupakan salah satu rumah ibadah umat Islam tertua di Cirebon, serta ditujukan kepada Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati beserta pendahulu-pendahulu keraton tersebut.
Pembacaan doa ini dilaksanakan di Bangsal Mande Witana oleh Pangeran Patih Kesultanan Kanoman Cirebon.
Kisahkan Pangeran Walangsungsang yang Keluar dari Istana Pajajaran
Merujuk situs balaibahasajabar.kemdikbud.go.id, Pangeran Patih memulai ceritanya dengan mengisahkan Pangeran Walangsungsang yang kabur dari istana Pajajaran usai kecewa pada sang ayah, Prabu Siliwangi.
Ia ketika itu berupaya menceritakan mimpinya yakni bertemu dengan Nabi Muhammad SAW berkali-kali. Karena dirasa kurang berkenan, Prabu Siliwangi marah. Ini karena pada saat itu, istana Pajajaran kental dengan nuansa Hindu.
Karena kecewa, ia kemudian memilih meninggalkan istana bersama Nyi Mas Rara Santang yang merupakan adik kandungnya.
Pangeran Walangsungsang Mencari Arti Mimpi
Dilanjutkan pangeran Patih, selama perjalanan itu Pangeran Walangsungsang bersama sang adik terus berupaya mencari arti mimpi yang datang berulang. Petunjuk mengarahkannya untuk menuju arah timur, hingga sampai ke wilayah yang saat ini bernama Cirebon.
Selama perjalanan, Pangeran Walangsungsang juga berguru kepada para rohaniwan Hindu-Budha serta para tokoh Agama Islam yang saat itu ia temui di Cirebon.
Pengalaman ini kemudian mengantarkannya untuk memperdalam ajaran Islam kepada Syekh Nurjati yang merupakan sosok awal penyebar agama Islam di Cirebon. Kemudian, perjalanan spiritualnya juga menghantarkan Pangeran Walangsungsang beserta sang adik Rara Santang untuk beribadah ke Mekkah dan memperdalam ajaran Rasulullah SAW.
Mendirikan Cirebon Nagari
Usai beribadah, ia kembali ke Cirebon dan menjadi sosok yang dikenal luas sebagai penyebar agama Islam. Walangsungsang lantas dipercaya menjadi pemimpin Cirebon, menggantikan Ki Gede Alang-Alang yang sebelumnya dikenal sebagai Mbah Kuwu.
Di bawah pemerintahannya, Cirebon memperluas diri dan mempersatukan daerah-daerah sekitar seperti Surantaka, Wanagiri, dan Japura. Tak sampai di situ, karena Walangsungsang juga menggandeng Indramayu, Kuningan sampai Dayeuhluhur (Cilacap) di bawah kepemimpinannya.
Karena kebijaksanaannya, ia kemudian lebih dikenal dengan nama Pangeran Cakrabuana yang artinya pemimpin kewilayahan.
Ditutup dengan Iring-iringan Kereta Kencana Tertua di Cirebon
Setelah pembacaan Babad selesai, prosesi dilanjutkan dengan menyantap hidangan oleh para tamu undangan dan perwakilan keraton yang telah disediakan.
Setelahnya, para hadirin bergegas menuju area luar keraton untuk menyaksikan prosesi mengarak Kereta Paksi Naga Liman. Ini merupakan kendaraan kerajaan di abad ke-17 dan menjadi media kirab keraton.
Kereta ini berbentuk unik, yakni berkepala naga dan kabinnya memiliki sayap. Kabarnya, kereta Paksi Naga Liman memiliki teknologi canggih sehingga mampu melaju di berbagai medan.
Makna Tradisi Maca Babad Cirebon
Prosesi pembacaan Babad Cirebon merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah dan penghormatan terhadap perjuangan leluhur Cirebon dalam menyebarkan agama Islam. Tradisi ini tidak hanya melambangkan kecintaan, tetapi juga mengandung makna mendalam tentang pentingnya mengenang jasa-jasa mereka.
Secara filosofis, ritual pembacaan Babad Cirebon berfungsi untuk memperingati empat peristiwa penting. Pertama, Tahun Baru Islam yang jatuh pada satu Muharam dalam kalender Hijriah. Kedua, Tahun Baru Saka Aboge Keraton Kanoman Cirebon yang dirayakan pada bulan Ram-Ji-Ji atau satu Sura.
Ketiga, peristiwa berdirinya Cirebon oleh Pangeran Cakrabuana (Raden Walangsungsang) dan Ki Gedeng Alang-Alang, serta keempat, wafatnya Pangeran Walangsungsang Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon. Semua peristiwa ini dipercaya terjadi pada tanggal satu Sura, menjadikannya momentum sakral bagi Kasultanan Cirebon dan masyarakat setempat.
Simbolisme dari keempat peristiwa tersebut terlihat dalam penggunaan empat lilin besar yang dipasang di depan pembaca Babad Cirebon. Lilin-lilin ini berfungsi sebagai pelita, menandai makna dan keagungan tradisi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Cirebon.