Dulunya Jadi Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam, Begini Filosofi Tata Kota Kawasan Kotagede di Masa Lampau
Kota kuno Kotagede dibangun dengan konsep filosofi "Catur Gatra" dengan empat elemen penting yaitu keraton, pasar, alun-alun, dan masjid.
Kotagede merupakan salah satu kawasan wisata sejarah yang ada di Kota Yogyakarta. Lokasinya berada di ujung tenggara kota dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul.
Dulunya, Kotagede merupakan pusat pemerintahan dan Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam. Kota kuno itu didirikan langsung oleh Panembahan Senopati, raja pertama Mataram pada tahun 1532 Masehi.
-
Apa yang terkenal dari Koto Gadang, Sumatera Barat? Koto Gadang merupakan sebuah nagari atau desa di Kabupaten Agam yang terkenal dengan kerajinan peraknya.
-
Apa itu kosakata? Kosakata adalah Kumpulan Kata, Pahami Karakteristiknya Kemampuan menguasai kosakata adalah hal penting dalam bahasa. Penguasaan kata dalam sebuah bahasa adalah kunci utama untuk berkomunikasi secara efektif dan memahami informasi dengan baik.
-
Apa itu ketombe? Ketombe merupakan sel kulit kepala yang telah mati lalu kemudian terlepas dan menjadi serpihan putih kecil.
-
Apa itu Pacu Kude? Tradisi Pacu Kude adalah lomba pacuan kuda tradisional dengan joki tanpa menggunakan pelana.
-
Apa itu komedo? Secara sederhana, komedo adalah masalah kulit berupa benjolan kecil yang muncul di pori-pori wajah. Nah, masalah kulit yang satu ini mulai terbentuk ketika sel kulit mati dan minyak menumpuk kemudian menyumbat pori-pori.
Saat membangun kota itu, Panembahan itu memiliki filosofi konsep penataan kota bernama “Catur Gatra”. Konsep penataan kota ini dibangun atas empat elemen penting yaitu keraton, pasar, alun-alun, dan masjid.
Lalu seperti apa konsep tata kota itu diterapkan? Berikut selengkapnya:
Penataan Letak Bangunan Penting di Kotagede
Keraton atau istana merupakan pusat pemerintahan di Kotagede. Bangunannya dikelilingi oleh pohon beringin tua sebagai simbol kekuasaan. Persis di sebelah utara keraton ada alun-alun. Pada masanya alun-alun adalah pusat pengembangan seni budaya dan tempat latihan perang. Di sebelah utara alun-alun, terdapat pasar sebagai pusat perekonomian. Sementara letak masjid biasanya berada di sebelah barat alun-alun.
Saat ini yang tersisa di Kotagede tinggal pasar dan masjid. Sementara bekas istana sudah hilang tak bersisa dan lapangan alun-alun kini sudah dipenuhi rumah-rumah penduduk sehingga tidak diketahui keberadaannya.
Filosofi Catur Tunggal
Mengutip Goodnewsfromindonesia.id, filosofi Catur Tunggal menggambarkan bagaimana setiap elemen berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis. Dalam konteks ini, struktur tata kota dirancang untuk memastikan agar semua aspek kehidupan masyarakat Kotagede berintegrasi dengan ajaran agama dan kebutuhan sosial.
- Napak Tilas Kejayaan Islam Cirebon di Desa Astana, Ada Makam Sunan Gunung Jati dan Keraton Pertama
- Cerita di Balik Masjid Kuno Al Anwar Angke, Dibangun Tahun 1761 dan Jadi Tempat Rahasia Pejuang Kemerdekaan
- Mencicipi Hidangan Bubur Lodeh, Sajian Buka Puasa Khas Masjid Agung Kendal
- Kisah di Balik Megahnya Masjid Sukalila di Serang yang Berusia Ratusan Tahun, Luasnya Satu Hektare dan Terdapat Makam Kuno
Tak hanya di Kotagede, filosofi Catur Tunggal ini juga diterapkan pada keraton lain yang pernah dibangun Kerajaan Mataram Islam seperti Keraton Plered, Kartasura, dan sekarang masih terlihat di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Selain empat bangunan utama dalam filosofi Catur Tunggal, di Kotagede juga dibangun area pemakaman, taman bermain, dan benteng. Ada juga kawasan permukiman penduduk dari berbagai latar belakang etnis dan budaya.
Arsitektur Bangunan di Kotagede
Jika dilihat dari segi arsitekturnya, bangunan Kotagede dapat menggambarkan jalannya tiga periodesasi wilayah tersebut, yaitu masa Mataram Awal (abad 17 Masehi) yang bercorak Hindu-Jawa-Islam, masa Kotagede bercorak Jawa-Islam, dan memasuki abad ke-20 yang bercorak Indische perpaduan Jawa.
Sebagai contoh bangunan Joglo di sana. Dikutip dari Jogjakota.go.id, bangunan Joglo pada periode Jawa-Hindu memiliki ornamen berupa ukiran daun-daunan, sulur-suluran, bunga teratai, dan gambar binatang. Sementara bangunan Joglo pada periode Jawa-Islam memiliki ukiran dengan ornamen kaligrafi Islam. Sedangkan bangunan Joglo pada masa Jawa-kolonial ukirannya berupa mahkota kerajaan Belanda dengan perpaduan besi, jendela besar, atau kaca patri khas barat.
Toponim Kotagede
Berdasarkan peninggalan arkeologis dan toponim, diketahui bahwa Kotagede terdiri atas sejumlah kampung yang dihuni oleh kelompok masyarakat tertentu. Nama-nama toponim tempat di Kotagede saat ini biasanya berhubungan dengan profesi, status sosial, atau nama seorang tokoh.
Beberapa toponim Kotagede itu antara lain Pandheyan, Samakan, Sayangan, Mranggen (pengrajin), Lor Pasar, Prenggan, Trunojayan, Jagaragan, Boharen, Purbayan, Jayapranan, Singosaren, Mandarakan, Kauman, Mutihan (rohaniawan dan ulama), Alun-Alun, Kedhaton, dan Dalem.
Hingga kini, kawasan Kotagede masih semarak dengan berbagai aktivitas sehari-hari manusia. Di sana masih banyak dijumpai rumah-rumah tradisional peninggalan zaman dulu yang membuat seolah-olah waktu berjalan lambat di kota kuno itu.