UGM Lakukan Penelitian pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Mewarisi Tradisi tapi Tetap Melek Teknologi
Kemandirian energi masyarakat Ciptagelar sepatutnya bisa jadi contoh bagi desa-desa lain.
Kemandirian energi masyarakat Ciptagelar sepatutnya bisa jadi contoh bagi desa-desa lain.
UGM Lakukan Penelitian pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Mewarisi Tradisi tapi Tetap Melek Teknologi
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih memegang adat dan tradisi yang diwariskan leluhur.
Walau begitu mereka tetap masih bisa beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Di desa itu, mereka punya saluran televisi lokal yang menayangkan aktivitas keseharian masyarakat serta jaringan internet melalui wifi
-
Kapan UGM diresmikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Apa yang dibuat mahasiswa UGM dari kotoran sapi? Mahasiswa merupakan agen perubahan. Mereka telah menciptakan berbagai inovasi yang memberi dampak perubahan di tengah masyarakat. Terbaru, mereka melakukan inovasi dengan menyulap kotoran sapi menjadi batako untuk bahan bangunan.
-
Apa yang dilakukan mahasiswa UGM dalam KKN mereka di Sulawesi Barat? Mahasiswa adalah agen perubahan. Tak sedikit mahasiswa yang melakukan inovasi untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat. Bentuk inovasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya saat program Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Melalui program KKN, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada bakal memasang teknologi pemanen air hujan, tepatnya di Pulau Karampuang, Mamuju, Sulawesi Barat.
-
Siapa mahasiswa UGM yang berhasil lulus kuliah di usia termuda? Pada 29 Agustus lalu, Mia Yunita, mahasiswa prodi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, berhasil menyelesaikan studinya. Ia berhasil menyelesaikan studi dalam waktu empat tahun. Namun di antara 3.627 wisudawan-wisudawati lainnya, Mia merupakan yang paling muda.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Mengapa Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, Kerjasama dan Alumni Fakultas Filsafat UGM memanggil mahasiswa tersebut? Pemanggilan ini disebut Iva untuk melakukan konfirmasi dan meminta keterangan. "Kami tahu dari media sosial. Ini kita menemui yang bersangkutan. Kita ajak bicara, kita ajak diskusi untuk menggali seperti apa yang sebenarnya terjadi," kata Iva saat dihubungi wartawan, Senin (18/3).
Di Kasepuhan Ciptagelar, keperluan energi listrik dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Energinya berasal dari air sungai yang mengalir.
Dalam hal ini, masyarakat Ciptagelar memang masih menjaga tradisi, namun tetap mampu memanfaatkan teknologi dan bisa menjadi contoh bagi desa-desa lainnya.
Keunikan pemanfaatan teknologi pada masyarakat Ciptagelar menarik lima mahasiswa UGM, Dimas Aji Saputra (Filsafat), Berliana Intan Maharani (Sosiologi), Ilham Pahlawi (Antropologi), Gita Dewi Aprilia (Psikologi), dan Masiroh (Ilmu Komunikasi) untuk mengadakan penelitian di desa tersebut.
Mereka mengadakan penelitian selama empat hari yaitu pada 24-27 Juli 2023 lalu di desa tersebut.
Apa hasil penelitian itu?
Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Ciptagelar masih menggunakan ilmu pengetahuan lokal, kepercayaan, pandangan hidup, dan adat istiadat yang bersandar pada nilai dan norma warisan leluhur. Hal inilah yang mereka terapkan dalam membangun PLTMh.
“Jadi PLTMh justru belum tentu bisa berjalan hanya dengan generator penggerak. Ada aliran sungai dan hutan yang perlu dijaga,” kata Masiroh, anggota tim yang terlibat di lapangan, dikutip dari Ugm.ac.id pada Kamis (12/10).
Sementara itu salah satu anggota lain, Berliana Intan, menjelaskan bahwa masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar pada dasarnya memiliki pandangan hidup yang disebut “kudu bisa ngigelan jaman, tapi ulah kabawa ku jaman”.
Artinya, masyarakat Ciptagelar harus bisa mengikuti zaman dengan tidak meninggalkan tradisi yang dititipkan para leluhur.
Dalam hal ini, pengelolaan sumber energi terbarukan melalui PLTMh tidak serta merta dapat berjalan karena adanya alat penggerak berupa turbin generator. Tapi PLTMh justru bisa berjalan diiringi kearifan lokal yang masih terjaga dan dilestarikan.
Selain itu, pengelolaan kearifan lokal dalam mewujudkan desa mandiri energi salah satunya terwujud berkat upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan. Upaya tersebut dibuktikan dengan adanya hutan larangan dan tradisi menanam pohon pada setiap awal tahun baru.
“Bagi mereka hutan memiliki peran vital, yaitu menjadi sumber air bagi sungai-sungai yang dimanfaatkan sebagai turbin PLTMh. Sementara tradisi menanam pohon di awal tahun baru bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan, air, dan alam yang menjadi penopang kestabilan aliran sungai sebagai sumber energi listrik terbarukan,” kata anggota lain Ilham Pahlawi.
Sedangkan anggota lainnya Gita Dewi Aprilia, mengatakan bahwa dari riset ini diketahui nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Ciptagelar telah mendorong pembangunan desa mandiri energi berwawasan lingkungan.
“Kemandirian desa mandiri ini sudah seharusnya perlu diangkat dan menjadi contoh bagi desa-desa lain. Sekaligus kita menyadari Indonesia sebenarnya kaya akan energi terbarukan, tapi sayangnya masih minim dimanfaatkan,” tutur Gita dikutip dari Ugm.ac.id.