Membuang Bangkai Stasiun Ruang Angkasa di Laut Sama Saja “Bunuh Diri’
Pro dan kontra terkait rencana NASA membuang bangkai ISS di Point Nemo masih menjadi perdebatan.
NASA menghadapi tantangan besar untuk mendeorbit lebih dari 400 ton perangkat keras antariksa dalam beberapa tahun ke depan. Rencananya menonaktifkan Stasiun Antariksa Internasional (ISS) pada awal 2031 dengan menyeretnya kembali ke Bumi dan membuangnya di wilayah terpencil di Samudra Pasifik. Namun, ide ini telah memicu kekhawatiran dari para ilmuwan dan pengawas lingkungan.
Mengutip Spacenews, Jumat (11/10), menurut laporan dari Kantor Inspektur Jenderal NASA (OIG), ISS mengalami masalah keausan yang signifikan, seperti retakan dan kebocoran udara, setelah digunakan selama puluhan tahun.
-
Di mana Stasiun Luar Angkasa Tiangong berada? Terletak antara 340 hingga 450 kilometer di atas permukaan Bumi, Stasiun Luar Angkasa Tiangong terdiri dari tiga unit.
-
Di mana Stasiun Tuntang terletak? Stasiun yang berada di ketinggian 464 mdpl itu dibangun pada tahun 1871 dan mulai dioperasikan pada 21 Mei 1873.
-
Dimana pusat pemerintahan Kerajaan Singasari? Pusat pemerintahan Singasari saat itu berada di Tumapel.
-
Di mana sampah luar angkasa menghantam Stasiun Luar Angkasa China? “Modul inti Tianhe dari stasiun luar angkasa telah mengalami kehilangan sebagian pasokan daya akibat benturan dari sampah luar angkasa pada kabel daya di sayap panel surya,” ujar wakil direktur CMSA, Lin Xiqiang.
-
Kapan foto Stasiun Luar Angkasa Tiangong diambil? Gambar-gambar ini diabadikan tiga orang astronot pada tanggal 30 Oktober lalu, tidak lama setelah meninggalkan pos terdepan untuk menuju Bumi setelah melakukan misi selama enam bulan.
-
Di mana Stasiun Gundih terletak? Stasiun Gundih merupakan stasiun kereta api kelas I yang terletak di Geyer, Kabupaten Grobogan.
NASA telah menolak beberapa opsi untuk menonaktifkan ISS, termasuk membongkar stasiun dan membawanya kembali ke Bumi, menyimpan fasilitas di orbit yang lebih tinggi, atau membiarkannya memasuki kembali atmosfer secara tidak terkendali.
Sebaliknya, NASA menyimpulkan bahwa "menggunakan wahana deorbit yang dikembangkan AS dengan target akhir di laut yang terpencil adalah opsi terbaik."
Pada Juni lalu, NASA mengumumkan bahwa SpaceX akan merancang United States Deorbit Vehicle (USDV) berdasarkan kontrak senilai hingga USD843 juta. USDV ini berbasis pada wahana antariksa Dragon yang dimodifikasi, dilengkapi dengan pendorong tambahan Draco untuk menurunkan orbit ISS secara terkontrol, yang memungkinkan masuk kembali secara tajam dan merusak.
Bagian bagasi wahana ini akan dilengkapi mesin, tangki propelan dengan kapasitas enam kali lipat dari Dragon biasa, pembangkit listrik, dan sistem pendukung lainnya. Sebagian besar komponen ISS diperkirakan akan terbakar di atmosfer selama masuk kembali, namun beberapa bagian yang lebih padat dan tahan panas diperkirakan akan bertahan dan jatuh di laut.
Point Nemo, lokasi terjauh dari daratan, dipilih sebagai target akhir. Lokasi ini berjarak 1.450 mil laut (2.685 kilometer) dari daratan kering terdekat. Tempat ini sudah lama dijadikan kuburan bagi perangkat keras antariksa yang dinonaktifkan.
- Astronot yang sedang Berada di Stasiun Luar Angkasa dapat Pengumuman Berbahaya dari Bumi
- Perbandingan Kecanggihan Stasiun Luar Angkasa China dengan Milik NASA CS, Siapa Unggul?
- Di Lokasi Ini, Bumi Pernah Mengeluarkan Suara Bawah Laut Paling Keras hingga Buat Ilmuwan Kebingungan
- Ini Lokasi Jatuhnya Stasiun Luar Angkasa ke Bumi setelah Pensiun 2030
Gelombang Kekhawatiran
Namun, rencana ini menimbulkan gelombang kekhawatiran di kalangan ilmuwan lingkungan. Edmund Maser, seorang ahli biologi molekuler dari Universitas Schleswig-Holstein, menyatakan bahwa pembuangan ISS ke laut mengingatkan pada pembuangan amunisi Perang Dunia II, yang kini menyebarkan bahan berbahaya ke laut.
"Bisa jadi, pembuangan ISS akan menimbulkan kerusakan besar pada lingkungan laut," kata Maser.
Ia juga menekankan bahwa generasi mendatang mungkin akan menyalahkan pendahulunya atas dampak ini dan harus menghadapi konsekuensinya. George Leonard, kepala ilmuwan dari Ocean Conservancy, mengkritik rencana pembuangan ISS ke laut, membandingkannya dengan membuang plastik sekali pakai.
"Laut telah terlalu sering digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, mulai dari ban, kapal tua, hingga tong limbah radioaktif," ujar Leonard.
Menurutnya, keputusan ini menunjukkan bahwa manusia sering kali gagal merencanakan akhir masa pakai barang yang kita produksi. Meskipun sebagian besar ISS akan terbakar saat memasuki kembali atmosfer, puing-puing yang masih bertahan berpotensi membahayakan kehidupan laut.
Ewan Wright, seorang peneliti dari Outer Space Institute, menyebut bahwa deorbit ISS akan menjadi masuk kembali terbesar dalam sejarah.
"Kami tidak tahu persis material apa yang ada di ISS, dan puing-puing yang tersisa mungkin berbahaya bagi ekosistem laut," kata Wright.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa membuang ISS ke laut adalah pilihan yang "paling tidak buruk" untuk meminimalkan risiko bagi manusia dan pesawat terbang, serta menghindari kemungkinan tabrakan dengan puing-puing antariksa lainnya.
Sementara itu, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) masih mengevaluasi dampak lingkungan dari pembuangan ISS ke laut. Menurut juru bicara EPA, Dominique Joseph, "Kantor Air EPA sedang berkoordinasi terkait masalah ini, tetapi belum ada jadwal untuk evaluasi."
"Setiap polusi yang kita tambahkan ke laut akan memiliki dampak jangka panjang, baik itu plastik sekali pakai atau puing-puing antariksa," katanya.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia