Ini Negara Pertama di Dunia yang Miliki Basis Data Fosil Terlengkap, Bisa Diakses Publik Secara Terbuka
Basis data yang menyimpan informasi tentang penemuan fosil purbakala dikenal dengan nama Basis Data Elektronik Catatan Fosil, atau disingkat FRED.
Fosil memberikan gambaran tentang sejarah bumi yang telah berlalu. Informasi yang diperoleh dari fosil sangat berharga untuk memahami kondisi dunia jutaan tahun yang lalu. Saat ini, Selandia Baru memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk menjelajahi artefak alam tersebut.
Negara ini menjadi yang pertama di dunia yang memiliki basis data fosil yang hampir menyeluruh dan dapat diakses secara terbuka oleh publik. Basis data ini dikenal dengan nama Basis Data Elektronik Catatan Fosil, atau FRED, seperti yang dikutip dari laman Mentalfloss, Senin (2/12).
-
Dimana fosil nenek moyang manusia ditemukan? Dua fosil Laos--berupa tulang kaki dan bagian dari tulang tengkorak kepada--ditemukan di Gua Tam Pa Ling. Situs arkeologi itu ditemukan pada 2009 ketika bagian lain dari tengkorak kepala itu ditemukan.
-
Di mana fosil hewan purba ditemukan? Beberapa ribu tahun yang lalu, pulau Sumba di NTT, Indonesia adalah rumah bagi gajah, tikus raksasa, dan naga, menurut penemuan fosil yang dilaporkan dalam jurnal ilmiah bulan lalu.
-
Dimana fosil hewan purba ditemukan? Potongan fosil tulang rahang hewan tersebut ditemukan di ladang opal di bagian utara New South Wales, bersama dengan bukti beberapa spesies monotreme purba lainnya yang kini telah punah.
-
Dimana fosil manusia purba ditemukan? Dilansir Ancient Origins, arkeolog pertama kali menemukan fosil ini di Hualongdong, China Timur pada 2019 lalu.
-
Di mana fosil hewan purba itu ditemukan? Sebuah penemuan baru dari nenek moyang plesiosaurus bernama Chusaurus xiangensis telah ditemukan di Fauna Nanzhang-Yuan'an di Provinsi Hubei, China.
-
Siapa yang menemukan fosil hewan purba? Ekspedisi untuk mengumpulkan fosil-fosil ini dilakukan pada tahun 2011 dan 2014 oleh para ilmuwan dari Zoological Society of London (ZSL).
Menurut laporan dari Live Science, koleksi cetak pertama kali dimulai pada tahun 1946 oleh ahli geologi Harold Wellman, yang terkenal karena penemuan Sesar Alpen di Selandia Baru, bersama timnya. Mereka menyimpan informasi penting seperti peta referensi, nomor seri situs, dan deskripsi fosil dalam bentuk formulir yang tersimpan di lemari arsip. Selain itu, para ilmuwan juga mencatat informasi geologi dari lokasi fosil, termasuk ukuran butiran batu dan warna yang ada. Dengan pengorganisasian data yang kaya selama beberapa dekade, menghadirkan catatan fosil Selandia Baru secara daring menjadi lebih mudah.
FRED merupakan basis data yang dapat diakses oleh siapa saja, mulai dari ahli paleontologi yang berpengalaman hingga penggemar fosil yang baru belajar. Semua orang memiliki kesempatan untuk mengakses dan memberikan kontribusi terhadap sumber daya ini. Menurut laporan dari Interesting Engineering, empat kurator dari berbagai universitas bertanggung jawab untuk memeriksa setiap entri dalam basis data tersebut dan memastikan tidak ada kesalahan yang terlewat. Dengan demikian, FRED tidak hanya menjadi sumber informasi, tetapi juga platform kolaborasi bagi para peneliti dan penggemar.
100.000 Lokasi Fosil
Situs resmi FRED menginformasikan bahwa basis data ini mencakup lebih dari 100.000 catatan lokasi fosil. Meskipun FRED adalah salah satu basis data fosil yang penting, masih terdapat beberapa basis data lainnya. Namun, tidak ada basis data akses terbuka lain yang menawarkan cakupan luas pada area tertentu.
Sebagian besar entri lokasi dalam FRED berasal dari Selandia Baru, meskipun ada juga yang berasal dari bagian tenggara Kepulauan Pasifik dan wilayah Laut Ross di Antartika. Proyek ini dikelola secara bersama oleh Masyarakat Geosains Selandia Baru dan lembaga penelitian GNS, yang secara rutin memperbarui informasi dalam basis data tersebut.
Saat ini, para ilmuwan di Selandia Baru sering diminta untuk mendokumentasikan penemuan fosil mereka di FRED, baik untuk tujuan publikasi ilmiah maupun tesis akademis. Kumpulan data ini memberikan peluang untuk penelitian yang inovatif. Sebagai contoh, pada tahun 2018, para ilmuwan di Amerika Serikat melakukan tinjauan terhadap data FRED dan menemukan informasi baru mengenai tingkat kepunahan spesies moluska.
Mereka mengidentifikasi bahwa invertebrata tersebut mengalami kepunahan yang signifikan di Karibia dan Selandia Baru. Jika bertahan dalam jangka panjang, basis data daring ini juga dapat memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Namun, dengan adanya pemotongan dana dan pemutusan hubungan kerja, masa depan FRED dan penelitian paleontologi di Selandia Baru masih belum pasti.