Negara Ini Larang TikTok Setelah Pembunuhan Seorang Remaja
Larangan resmi penggunaan TikTok sudah diumumkan di negara tersebut.
Pada hari Sabtu, 21 Desember 2024, Albania mengumumkan larangan penggunaan TikTok selama satu tahun. Keputusan ini diambil setelah terjadinya pembunuhan seorang remaja yang menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak media sosial terhadap anak-anak. Larangan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk meningkatkan keamanan di sekolah-sekolah, seperti yang disampaikan oleh Perdana Menteri Edi Rama setelah pertemuan dengan orang tua dan guru di seluruh negeri.
Rama menyatakan, "Selama setahun, kami akan menutupnya sepenuhnya untuk semua orang. Tidak akan ada TikTok di Albania" seperti yang dilaporkan oleh CNN pada hari Selasa, 24 Desember. Beberapa negara Eropa lainnya, seperti Prancis, Jerman, dan Belgia, juga telah menerapkan pembatasan terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak. Selain itu, Australia baru-baru ini menyetujui larangan total media sosial untuk anak di bawah 16 tahun, menjadikannya salah satu regulasi paling ketat di dunia untuk perusahaan teknologi besar.
Perdana Menteri Rama mengaitkan peningkatan kekerasan di kalangan remaja dengan keberadaan media sosial, terutama TikTok, yang dinilai memperburuk situasi baik di dalam maupun di luar sekolah. Langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak dan remaja di Albania, serta menciptakan lingkungan yang lebih aman di institusi pendidikan.
Pemerintah Albania mengambil keputusan setelah insiden tragis yang melibatkan seorang siswa berusia 14 tahun yang dibunuh oleh teman sekelasnya pada bulan November. Menurut laporan media lokal, insiden tersebut terjadi setelah kedua remaja itu terlibat dalam pertikaian di media sosial. Selain itu, terdapat video yang menunjukkan anak-anak di bawah umur yang mendukung tindakan pembunuhan tersebut yang beredar di TikTok.
"Masalah hari ini bukanlah anak-anak kita, tetapi kita sebagai orang dewasa. Masalah kita adalah masyarakat kita, dan masalah kita juga adalah TikTok serta platform lainnya yang telah menjadikan anak-anak kita korban," ungkap Rama.
Menanggapi situasi tersebut, TikTok menyatakan bahwa mereka sedang mencari "kejelasan mendesak" dari pemerintah Albania.
"Kami tidak menemukan bukti bahwa pelaku atau korban memiliki akun TikTok. Beberapa laporan juga mengonfirmasi bahwa video yang berhubungan dengan insiden ini sebenarnya diunggah di platform lain, bukan TikTok," jelas juru bicara perusahaan. Hal ini menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi, di mana platform media sosial sering kali menjadi sorotan dalam kasus-kasus kekerasan yang melibatkan remaja.