Sejarah Kelam di Paris, Tulang Manusia Digiling Jadi Tepung untuk Membuat Roti
Sejarah Kelam di Paris, Tulang Manusia Digiling Jadi Tepung untuk Membuat Roti
Warga saking kelaparannya sampai memutuskan membuat roti dari tulang manusia.
-
Tulang manusia apa yang ditemukan? Mereka pun memanggil arkeolog ke lokasi itu dan kini di lokasi tersebut ditemukan 43 tulang manusia dan sekitar 100.000 artefak.
-
Di mana kerangka manusia itu ditemukan? Hal itu dibenarkan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi. Dia menjelaskan, kerangka manusia ditemukan di lahan Kosong Grand Wisata, Kampung Bulak Jambu, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi pada pukul 17:00 WIB pada Rabu, 4 September 2024.
-
Apa hasil temuan tulang pinggang manusia purba di gua Prancis? Hasil analisis terbaru tulang ini sangat mengejutkan. Menurut peneliti, ini adalah tulang pinggang milik spesies baru manusia purba.
-
Dimana penemuan roti tertua di dunia ditemukan? Arkeolog menemukan roti berusia 8.600 tahun di Çatalhöyük, sebuah pemukiman Neolitikum di Turki tengah.
-
Kapan roti tertua di dunia ditemukan? Penemuan ini menunjukkan arkeologi modern saat ini juga mempelajari arkeologi makanan.
-
Bagaimana kerangka manusia terbelah? Setelah mengangkat batu yang menutupi pintu masuk, diamati bahwa batu tersebut secara harfiah membelah sisa-sisa kerangka individu, meninggalkan bagian bawah tubuh di luar dan bagian atas di dalam.
Sejarah Kelam di Paris, Tulang Manusia Digiling Jadi Tepung untuk Membuat Roti
Dalam sejarah manusia, terdapat beberapa kisah yang begitu aneh hingga melebihi imajinasi fiksi yang paling liar.
Salah satu kisah tersebut berakar pada kenyataan kelam abad ke-16 di Prancis, yang mengungkapkan pada masa itu masyarakat menggiling tulang manusia menjadi 'tepung' untuk membuat roti karena putus asa dan kelaparan.
Kejadian ini berlangsung selama periode Perang Agama yang penuh gejolak di Prancis pada tahun 1590. Kota Paris, yang dikuasai oleh Liga Katolik, dikepung oleh Tentara Kerajaan Prancis yang dipimpin oleh Henry dari Navarra, yang kemudian dikenal sebagai Henry IV dari Prancis.
Pengepungan tersebut bertujuan membuat warga kota kelaparan agar mereka akhirnya menyerah. Kondisi ini kemudian memicu tindakan putus asa dari warga kota.
Dalam kondisi sulit tersebut, Pierre de L’Estoile, seorang juru tulis utama Parlemen Prancis, mencatat keputusan mencekam yang diambil oleh penduduk Paris.
Saat persediaan makanan semakin menipis, suatu pertemuan mengusulkan solusi yang menakutkan yaitu menggiling tulang dari rumah kubur Charnel Cemetery of the Innocents menjadi tepung dan membuat roti dari bahan tersebut.
Dipicu oleh kelaparan ekstrem, rencana tersebut dilaksanakan, namun dengan akibat yang tragis. L’Estoile mencatat mereka yang mengonsumsi 'roti tulang' ini malah menemui kematian, bukan karena kelaparan, melainkan akibat dari solusi yang mereka harapkan dapat menyelamatkan mereka.
Beberapa orang berspekulasi zat beracun seperti arsenik, atau trauma psikologis akibat mengonsumsi sisa-sisa manusia, mungkin ikut berperan dalam menyebabkan kematian. Namun, penjelasan yang lebih mungkin terletak pada kekurangan gizi dan sifat tidak organik dari tulang manusia.
Tulang manusia memang kaya akan mineral seperti kalsium, namun kurang akan nutrisi esensial dan kalori. Mengonsumsi tulang sebagai sumber makanan utama bisa menyebabkan masalah pencernaan yang parah, termasuk sumbatan usus, terutama dalam konteks populasi yang sudah melemah, yang pada akhirnya berujung fatal.
Menariknya, pada awal abad ke-19, pemahaman tentang kekayaan mineral tulang mengubah cara penggunaannya. Setelah Perang Napoleon, tulang-tulang prajurit dan kuda yang tewas dalam Pertempuran Waterloo dikumpulkan, digiling, dan digunakan sebagai pupuk, bukan sebagai makanan, sebagai bentuk pengakuan terhadap kandungan mineral yang melimpah.
Meskipun kisah tragis tentang roti tulang Paris tetap menjadi masa kelam, warisan yang unik terus berlanjut di Inggris.
Di Gloucestershire, muncul jenis roti yang dikenal sebagai 'Roti Tulang,' dinamai bukan berdasarkan bahan-bahannya tetapi karena pengumpul tulang di sepanjang Sungai Severn pada tahun 1860-an. Roti ini, untungnya, tidak mengandung sisa-sisa tulang manusia.