Totalitas Wa Kabul Demi Lestarikan Sandiwara Sunda, Rela Jual Rumah agar Pentas Tetap Jalan
Ingin grup sandiwara yang ia pimpin tetap jalan, Wa Kabul sampai harus menjual rumahnya.
Ingin grup sandiwara yang ia pimpin tetap jalan, Wa Kabul sampai harus menjual rumahnya.
Totalitas Wa Kabul Demi Lestarikan Sandiwara Sunda, Rela Jual Rumah agar Pentas Tetap Jalan
Sudah mengenal Sandiwara Sunda? Jika belum ada baiknya mengenal kesenian ini sebagai salah satu warisan budaya khas tanah Priangan.
Pelaksanaan sandiwara Sunda biasanya dipentaskan di panggung-panggung, dengan latar tempat sesuai kisah yang dibawakan.
Beberapa pemain akan membawakan perannya, dengan tema zaman kerajaan maupun kehidupan sosial pra kolonial.
-
Kenapa Orang Sunda membangun rumah panggung? Dari sana, lahirlah rumah panggung sebagai salah satu solusi mitigasi ala masyarakat Sunda kuna, termasuk untuk mengantisipasi banjir dan hewan buas masuk ke dalam rumah.
-
Kenapa Sunan Muria pakai wayang? Sunan Muria menggubah cerita-cerita wayang dengan mengganti tokoh-tokoh dalam pewayangan menjadi sesepuh atau tokoh-tokoh Islam yang dihormati.
-
Siapa yang punya Taman Budaya Raden Saleh? Taman itu dinamai Raden Saleh, merujuk pada sosok Raden Saleh Sjarif Boestaman yang merupakan seorang pelukis terkenal Indonesia yang berasa dari Semarang.
-
Mengapa Rumah Kalang ini penting? Pada masanya, Noerijah beserta orang-orang Kalang yang lain, turut membentuk identitas Kotagede.
-
Apa itu Tari Topeng Wuwung Kawangi? Daya tarik genteng tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni tari bernama topeng Wuwung Kawangi.
-
Mengapa Sunan Kudus pindah ke Kudus? Namun perselisihan yang terjadi di Kerajaan Demak serta wafatnya Sultan Trenggana membuatnya pindah ke Kudus dan mulai sepenuhnya berdakwah menyebarkan agama Islam.
Agar pertunjukan semakin meriah, terdapat iringan musik tradisional Sunda seperti kendang, terompet, saron dan gong. Daya tarik sandiwara Sunda ada pada tema yang beragam, mulai dari sedih, marah sampai bahagia.
Di balik eksistensi sandiwara Sunda, terdapat salah satu tokoh yang berpengaruh yakni Kabul E. Samsudin atau Wa Kabul yang sangat total dalam memperjuangkannya. Saking tak ingin kesenian ini berhenti, Wa Kabul turut rela menjual rumahnya demi pementasan tetap berjalan. Berikut selengkapnya.
Sudah Berkecimpung di Teater Sunda Sejak Usia 12 Tahun
Teater Sunda menjadi kesenian rakyat di Jawa Barat sejak 1940-an, pementasannya selalu ditunggu oleh masyarakat setempat terutama di wilayah Bandung.
Wa Kabul mulai terjun di dunia sandiwara Sunda ketika usianya masuk 12 tahun, pada 1960 dan mulai mendalami banyak peran.
“Teater Sunda itu mulai tumbuh tahun 1940-an, tetapi masa keemasannya pada 1960-an. Nah saya mulai masuk ke sandiwara grup Sinar Muda di masa itu, saat masih 12 tahun,” kata Wa Kabul, mengutip Instagram Napak Jagat Pasundan, Kamis (11/1).
Punya Keinginan Kuat untuk Berperan Total
Saat itu, Wa Kabul masih berusia bocah dan masih harus banyak belajar untuk mendalami peran di setiap pementasan.
Bahkan tak jarang ia hanya mengamati pemain dari bawah, atau atas panggung sebelum terlibat secara penuh.
“Karena waktu itu masih kecil, saya lebih banyak diam di bawah atau di atas panggung, di area gamelan,” terangnya lagi.
Mencari Sampingan dari Bermain Band
Menjelang akhir 1960-an, ia mendalami kesenian lainnya hingga awal 1970-an. Menjamurnya klub malam juga membuat Wa Kabul mencoba bergabung di sebuah grup band Bandung.
Namun perpindahannya ini tidak berlangsung lama lantaran klub malam tempat ia manggung secara tetap tutup akibat kalah dengan kemunculan diskotik. Wa Kabul pun kembali ke pentas kesenian yang ia dalami sebelumnya.
Tak sampai di situ, dia juga sempat tergabung ke dalam seni longser atau teater rakyat yang ia ketuai di TVRI bernama Jati Nugraha, hingga terus bertahan.
Lakukan Berbagai Inovasi agar Menarik
Merujuk laman Padepokan Seni Ringkang Gumiwang, pada awal 1980-an, Wa Kabul terus menaikkan pamor sandiwara Sunda di padepokan tersebut. Tak lama padepokan berganti nama menjadi Ringkang Gumiwang yang masih ada hingga sekarang.
Wa Kabul terus mencari peminat-peminat baru dengan cara berinovasi dan mengikuti tren yang sedang terjadi kala itu.
Salah satu inovasi yang signifikan adalah di tema, tata cahaya termasuk ornamen panggung yang disukai penonton, termasuk dengan memilih pemain yang berparas menarik.
Berusaha Konsisten Walau Harus Jual Rumah
Idealisme Wa Kabul dalam seni sandiwara Sunda perlu diacungi jempol. Pasalnya ia selalu berusaha agar tetap konsisten dalam menampilkan pertunjukan terbaik, bahkan mengorbankan dirinya.
Pada 2010 silam, Wa Kabul bahkan harus menjual rumahnya agar padepokan sandiwara yang ia pimpin bisa tetap pentas. Ini karena sudah 7 tahun terakhir padepokannya tak pernah pentas, sehingga harus diangkat kembali.
Selama memperjuangkan padepokan sandiwara Sundanya, ia harus tinggal di kontrakan sederhana hingga saat ini kondisinya kembali membaik. Wa Kabul pun kini menjadi pegiat sandiwara Sunda yang terus konsisten.