Berawal dari Kebumen, Ini Sejarah Munculnya Trah Kolopaking
Merdeka.com - Kolopaking, sebuah nama yang disematkan oleh orang-orang tertentu, terdengar seperti sebuah marga yang berasal dari luar Jawa. Sebut saja nama Penyanyi Novia Kolopaking, Anita Kolopaking, Soemitro Kolopaking, dan Kolopaking-Kolopaking lainnya.
Padahal sesungguhnya nama Kolopaking muncul dari tanah Jawa, tepatnya di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Bahkan di sana ada sebuah hotel mewah bernama Grand Kolopaking.
Di daerah itu, Kolopaking merupakan sebuah trah. Keberadaan trah Kolopaking pertama kali muncul pada era Kerajaan Mataram Islam. Nama “Kolopaking” sendiri berasal dari kata “kelapa” yang artinya buah kelapa, dan “aking” yang artinya kering.
-
Apa itu krobongan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, krobongan berasal dari bahasa Jawa yang berarti kamar di tengah rumah, biasanya untuk sesaji dan sebagainya.
-
Contoh akulturasi apa di Jawa Tengah? Adanya rumah-rumah dengan arsitektur nuansa China Kuno yang terdapat di daerah Tembang dan Lasem, Jawa Tengah.
-
Apa itu Opak Kolontong? Sajian ini sepintas mirip kerupuk, dengan bentuk bulat pipih dan terbuat dari tepung beras. Rasanya gurih dan beberapa manis, dengan tekstur yang renyah. Opak kolontong jadi kuliner nenek moyang yang masih mempertahankan unsur tradisionalnya.
-
Kenapa Kampung Kolonial dijuluki demikian? Saat ini, deretan rumah dinas itu dijuluki sebagai kampung kolonial.
-
Kenapa Kompang jadi bagian jati diri masyarakat? Bukan hanya sebagai alat musik tradisional yang membudaya, tetapi Kompang telah menjadi bagian dari entitas dan jati diri masyarakat.
-
Dimana Kompang populer? Di Provinsi Riau tepatnya Kabupaten Bengkalis, Kompang sangat populer di kalangan masyarakat, bahkan kerap ditampilkan saat acara-acara besar.
Lalu seperti apa sejarah kemunculan trah Kolopaking ini? Berikut selengkapnya:
Berawal dari Pelarian Amangkurat I
©nahimungkar.org
Saat Keraton Pleret dikuasai pemberontak Trunojoyo, Amangkurat I melarikan diri dan bermaksud mencari bantuan VOC ke Batavia. Di tengah perjalanan ia terluka dan jatuh sakit. Saat tiba di wilayah Panjer (sekarang Kebumen), hari sudah larut malam.
Ia tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Saat itulah ia singgah di rumah Kertawangsa atau Ki Panjer III yang merupakan penguasa daerah tersebut.
Saat itu, Kertawangsa bermaksud memberi tamunya air kelapa muda. Tapi karena langit sudah gelap dan hujan turun, ia secara tidak sengaja memberikan air kelapa tua (kelapa aking).
Ternyata hal itu membuat kondisi Amangkurat I berangsur membaik. Sebagai bentuk terima kasih, Amangkurat I mengangkatnya sebagai tumenggung untuk wilayah itu dengan gelar Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kelapa Aking. Sejak saat itulah nama Kolopaking digunakan untuk menamai anak keturunan Kertawangsa.
Tokoh Terkenal Trah Kolopaking
©Cagarbudayambanjar.id
Seiring berjalannya waktu, banyak tokoh yang berasal dari trah Kolopaking. Salah satunya adalah Soemitro Kolopaking. Dia terkenal dengan Bupati Banjarnegara tiga zaman yaitu zaman kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, dan masa republik Indonesia.
Sebelum jadi Bupati Banjarnegara, Soemitro Kolopaking sempat menjadi “mahasiswa bebas” dengan berkelana keliling dunia. Ia sempat bekerja sebagai buruh tambang batu bara di Ruhr, Jerman, bekerja di pabrik gergaji di Latvia, lalu berkuliah di Leiden, Belanda. Sebelum pulang ke Indonesia, ia sempat singgah di Albania dan Mesir untuk menghadiri kuliah
Selain Soemitro Kolopaking, ada pula Novia Kolopaking, penyanyi Indonesia yang hidup di era masa kini. Selain bernyanyi, istri dari budayawan Emha Ainun Najib itu pernah juga tampil di sejumlah serial televisi seperti Keluarga Cemara dan Siti Nurbaya.
Makam Kolopaking
©aroengbinang.com
Berada di daerah perbukitan Desa Kalijirek, Kebumen, terdapat makam Tumenggung Kolopaking. Gerbang makam itu dapat dicapai setelah menapaki sekitar 11 anak tangga. Di sana ada bangunan yang cukup besar.
Di luar bangunan itu, terdapat beberapa makam yang bertuliskan “Rd. Ng. Mangoenatmojo” meninggal pada 10 Oktober 1928, dan “Rd. Ayu. Mangoenatmojo”, wafat pada 31 Juli 1932. Lalu ada makam tunggal yang pada nisannya terdapat huruf Arab dan Jawa.
Di lokasi pemakaman itulah Tumenggung Kolopaking I dan Tumenggung Kolopaking IV dimakamkan. Kondisi makam sendiri terawat dengan baik karena ada seorang kuncen yang ditugaskan khusus untuk merawat tempat itu. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat Jawa percaya tembakau sudah hadir jauh masa sebelum kedatangan Penjajah Portugis.
Baca SelengkapnyaKue ini cukup populer di masyarakat Sumatera Selatan seperti Jambi, Riau, Bengkulu, dan Palembang.
Baca SelengkapnyaPacarpeluk merupakan desa dengan potensi pertanian yang menjanjikan.
Baca SelengkapnyaWarga lokal hingga mancanegara sering memburu kerupuk ini. Diproduksi sejak 94 tahun lalu, kelezatannya dipuji banyak orang.
Baca SelengkapnyaBerbeda dari kerupuk pada umumnya, kerupuk khas Sumedang ini dibungkus dengan cara yang tak biasa.
Baca SelengkapnyaBatik ini konon sudah ada sejak 1800-an menjadi kekayaan budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaSejak kapan ya orang Indonesia mulai mengenal kerupuk?
Baca SelengkapnyaNenek moyang orang Jawa ini dikenal pemberani, mereka tak mau tunduk pada penguasa. Selain itu, mereka dikenal ahli bangun candi.
Baca SelengkapnyaDi balik kelezatannya yang menggugah selera, tahu gejrot ternyata punya banyak fakta menarik.
Baca SelengkapnyaNenek moyang suku Jawa ini punya kehidupan unik di tengah hutan Bojonegoro. Mereka ahli dalam berbagai hal, mulai kerajinan kayu hingga menambang minyak.
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat Trenggalek, bulan Agustus tidak hanya spesial karena merupakan HUT RI, tetapi juga Hari Jadi Kabupaten Trenggalek.
Baca SelengkapnyaKampung Islam Kepaon di Kota Denpasar memiliki kuliner khas bernama brongko yang hanya disajikan saat Ramadan. Kuliner ini biasa disajikan untuk berbuka puasa.
Baca Selengkapnya