Melihat Koleksi Peralatan Tani Tempo Dulu di Museum Tani Jawa Indonesia, Jadi Teknologi Modern Pada Masanya
Masuk ke museum itu serasa melintasi lorong waktu kembali ke masa lalu di mana para petani menggunakan banyak jenis peralatan tradisional untuk mengolah sawah
Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah museum yang menyimpan berbagai peralatan pertanian tradisional. Namanya Museum Tani Jawa Indonesia.
Masuk ke museum itu serasa melintasi lorong waktu kembali ke masa lalu di mana para petani pada masa itu menggunakan banyak jenis peralatan tradisional untuk mengelola sawah.
-
Apa yang ditawarkan Museum Batubara Tanjung Enim? Museum ini memberikan informasi soal pertambangan yang mungkin masih jarang diketahui orang biasa.
-
Apa yang Museum Muhammadiyah tampilkan? Museum tersebut berisi tentang perjuangan Muhammadiyah sejak lahir sampai hari ini.
-
Apa yang ada di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama? Koleksi Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama sebagian besar berasal dari penelitian yang dilakukan di kawasan Banten Lama.
-
Apa saja yang ada di Museum Mpu Tantular? Mengutip situs Museum Kemdikbud RI, koleksi yang ditampilkan di museum ini banyak berupa tinggalan arkeologi.
-
Dimana lokasi Museum Batubara Tanjung Enim? Untuk mencapai tempat ini, kamu hanya perlu menempuh perjalanan kurang lebih 3-4 jam dari ibukota Kabupaten Muara Enim.
-
Apa jenis keramik yang ditemukan di Museum Peranakan Temanggung? Di Museum Peranakan Temanggung, Jawa Tengah, terdapat sebuah guci tua yang konon sudah berusia ribuan tahun.
“Kalau kita bicara alat-alat pertanian masa lalu, itu kan ada garu, luku, cangkul, pacul, terus ada gosrok untuk mematikan rumput-rumput, terus ada geprak untuk mengusir burung,” ujar Kristya Mintarja, Kepala Museum Tani Jawa Indonesia, dikutip dari kanal YouTube Kanca Budaya.
Lalu apa saja yang menarik dari museum tersebut? Berikut selengkapnya:
Sejarah Dibangunnya Museum Tani
Dikutip dari Jogjaprov.go.id, Museum Tani Jawa Indonesia dirintis dan digagas oleh Bapak Kristya Bintara pada tahun 1998. Pada tahun 2005, Kristya dan teman-temannya sesama petani mulai mengumpulkan berbagai koleksi pertanian di rumah Joglo Bapak Subandi selaku Dukuh Kanten. Namun bangunan itu runtuh saat terjadi gempa tahun 2006.
Setelah peristiwa gempa itu, museum didirikan kembali di rumah Bapak Sarjono di Candran dan diresmikan pada tanggal 4 Mei 2007. Pada tahun 2017, museum itu mendapat bantuan revitalisasi museum dari Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Koleksi Museum Tani
Museum Tani Jawa Indonesia menyimpan berbagai alat pertanian tradisional Jawa, khususnya alat pertanian yang dipakai oleh masyarakat di Yogyakarta. Total ada 200 buah koleksi alat pertanian tradisional di museum itu. Koleksi-koleksi itu antara lain luku, garu, cangkul, keranjang, lesung, lumpang, sabit, ani-ani, caping, wajan, cowek, kendil, anglo, keren, kenthongan, gosrok, dan lain-lain.
Tak hanya melihat beragam koleksi alat pertanian tradisional, di sana pengunjung juga bisa memainkan permainan tradisional seperti bakiak dan egrang. Selain itu pengelola museum juga mengembangkan pelatihan peternakan kambing dengan tata kelola pakan dedaunan kering.
Proses Bertani Tempo Dulu
Berbagai peralatan koleksi museum tersebut digunakan dalam proses bertani padi tempo dulu. Kristya menjelaskan proses bertani saat itu dimulai dengan menyebarkan benih, kemudian mencangkul sawah, setelah itu sawah dibajak dan disiram air lalu dibiarkan selama 1-2 hari, setelah itu sawah kembali disiram air baru kemudian ditanami padi.
“Setelah bertani, kemudian ada proses perawatan seperti nggrosok, memupuk, dan lain sebagainya. Saat mulai tumbuh padi, kemudian burung-burung berdatangan. Kemudian petani beraktivitas untuk mengusir burung dengan geprak, memedi sawah, dan sebagainya. Setelah itu saat musim panen tiba ada prosesi yang namanya wiwitan, sebagai bentuk rasa syukur bahwa telah mendapatkan anugerah panen,” papar Kristya dikutip dari kanal YouTube Kanca Budaya.
Nilai-Nilai Perjuangan Para Petani Tempo Dulu
Kristya mengatakan, adanya museum tani tersebut bertujuan untuk mengedukasi pada generasi muda tentang perkembangan teknologi pertanian. Walaupun teknologi terus berevolusi dari hari ke hari, namun peralatan tradisional itu belum sepenuhnya ditinggalkan. Banyak masyarakat pertanian yang tinggal di desa-desa masih menggunakan peralatan-peralatan tersebut.
“Daya mencampur tanah antara traktor dengan luku berbeda, lebih mantap luku. Jadi begitu ada teknologi baru, teknologi lama dan semangat-semangat perjuangan para petani zaman dulu harus tetap ada dan tak boleh terlupakan,” tutup Kristya.