Mengunjungi Kampung Brem Madiun, Jajanan Khas Sejak Zaman Kolonial Belanda
Brem sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dulu jajanan ini termasuk makanan mewah bagi masyarakat pribumi.
Belum lama ini brem ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).
Mengunjungi Kampung Brem Madiun, Jajanan Khas Sejak Zaman Kolonial Belanda
Jajanan khas Madiun, Brem, konon sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Meskipun kini terkesan sederhana, dulu Brem adalah jajanan mewah bagi bangsa pribumi.
Kisah Mbah Marsiyem
Wanita lansia itu tak tahu kapan tepatnya ia lahir, jika ditaksir usianya kini lebih dari 90 tahun. Ia mengaku sudah mengalami hidup sengsara pada masa kolonial Belanda dan Jepang. Sejak kecil ia sudah akrab dengan jajanan Brem.
-
Apa kuliner yang terkenal di Bandung zaman Belanda? 'Pasar Baru yang terletak di pusat kota, tidak jauh dari Stasion, di zaman baheula (dulu), jadi pangkalan ‘manusia kalong’ yang suka begadang malam. Segala jenis makanan mentah dan matang, ada di situ,' Pasar Baru saat itu rapi dan bersih.
-
Dimana kuliner Bandung di masa Belanda banyak dijumpai? Daerah sekitar Alun-Alun dan Stasiun Bandung hidup 24 jam, lengkap dengan aneka kulinernya.
-
Bagaimana cara mencicipi kuliner Eropa di Bandung zaman Belanda? Sementara untuk kalangan Eropa, tentu Jalan Braga jadi pilihan. Salah satunya ada Maison Bogorijen, Restoran yang jadi langganan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Aneka makanan dan minuman Eropa tersedia, lengkap dengan minuman keras.
-
Kapan Belanda pertama kali datang ke Banten? Dilandir dari laman bataviadigital.perpusnas.go.id, pasukan Belanda mulanya mendarat di Pelabuhan Banten pada 1596.
-
Apa peninggalan Belanda di Tapanuli Selatan? Salah satu jejak peninggalan kolonial Belanda ada di Tapanuli Selatan berupa kolam renang.
-
Kenapa Desa Kemudo jadi Desa BRILian? Di tahun itu pula, BRI menetapkan Desa Kemudo sebagai Desa BRILian dan masuk kategori juara satu batch pertama.
Sementara itu, Marsiyem sudah bisa membuat Brem sejak usianya masih belasan tahun. Ia belajar membuat Brem pada Mbah Lurah Dusun Bodang. Marsiyem tidak tahu dari mana Mbah Lurah mendapatkan ilmu membuat Brem dan mengapa pula dinamai Brem.
Asal Mula Brem
Marsiyem menjelaskan, penamaan Brem mungkin karena panganan ini bahan utamanya sari tape ketan yang harus diperam selama tujuh hari tujuh malam sebelum diproduksi. Nama Brem lantas muncul begitu saja.
Peram yang dilafal perem dalam bahasa Jawa secara fonetik tak jauh dari kata Brem. Marsiyem mengingat, Mbah Lurah Dusun Bodang juga menyebutnya seperti itu.
Dulu untuk kulakan bahan baku dan peralatan membuat Brem, harus menempuh perjalanan cukup jauh menuju pusat kota Madiun. Marsiyem menumpang sepur kluthuk (kereta zaman Belanda berbahan bakar kayu) yang menyemburkan asap hitam pekat saat melaju. Saat turun dari sepur, hidung setiap penumpang akan tersumpal langes (jelaga) hitam.
Dari lima dusun di Desa Kaliabu tersebut, hanya Dusun Tempuran yang hingga kini masih memiliki perajin Brem paling banyak. Dusun-dusun lain sudah lama beralih profesi. Mereka memilih bercocok tanam atau bermigrasi ke kota Madiun dan kota besar Jawa Timur lain untuk mencari penghidupan lebih baik.
Marsiyem adalah salah satu generasi pertama yang masih setia mendampingi produksi panganan bercita rasa semriwing dan manis ini.
Perkembangan
Saat ini ada sekitar 47 perajin penganan Brem di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun ini. Tujuh belas di antaranya bergabung dalam kelompok perajin “Jaya Makmur”. Kelompok ini dikoordinir oleh Supiyati, anak Mbah Marsiyem. Tidak seperti pada zaman ibunya, Supiyati memodifikasi proses pembuatan Brem menjadi semi modern. (Foto: Wikipedia)
Cara Pembuatan
1. Pertama, ketan direndam lebih dahulu sekitar 30 menit.
2. Ketan dimasak hingga setengah matang. Baru setelah setengah matang didingingkan.
3. Jika sudah dingin, ketan dikukus selama 60 menit. Berikutnya diangkat, dan didinginkan kembali.
4. Setelah benar-benar dingin baru memasuki tahap peragian. Perbandingannya 24 kilogram ketan masak memmbutuhkan ragi 30 butir. Butir-butir ragi dihaluskan kemudian ditebar merata di atas ketan yang sudah masak tersebut.
5. Ketan yang sudah tercampur ragi ditempatkan di bak-bak khusus untuk diperam agar menjadi tape ketan. Waktu ideal yang dibutuhkan tujuh hari tujuh malam.
6. Tape ketan di-mixer lalu diuleni secara manual dengan tangan. Proses masih dipertahankan hingga kini. Saat dimixer perajin Brem kadang membubuhkan perasa atau esens, seperti cita rasa cokeat, melon, stroberi, dan lain-lain tergantung pemesanan. Agar mendapatkan rasa alami tape tidak perlu dibubuhi perasa macam-macam. Cukup ditiriskan untuk diambil sari-sarinya.
7. Tahap akhir sari tape berbentuk cairan direbus kembali sekitar 45 menit hingga mengental. Baru setelah itu diratakan dalam cetakan-cetakan Brem yang sudah disediakan. Biasanya cetakan melebar atau memanjang dengan ketebalan 0,5-1 cm. Setelah mengeras dipotong-potong sesuai pesanan dan kemasan.