Potret Kehidupan Keluarga Tionghoa Terkaya di Jawa Timur, Beli Tanah untuk Bantu Negara
Keturunan keluarga ini terkenal sebagai sosok-sosok crazy rich.
Keturunan keluarga ini terkenal sebagai sosok-sosok crazy rich.
Potret Kehidupan Keluarga Tionghoa Terkaya di Jawa Timur, Beli Tanah untuk Bantu Negara
Keluarga Han dikenal sebagai keluarga Tionghoa terkaya pada masa kolonial Belanda. Keluarga yang berasal dari Lasem ini memainkan peran penting dalam mengonsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur.
-
Siapa yang disebut sebagai 'crazy rich' dari Banyuwangi? Siapa sebenarnya Dio Arli yang disebut sebagai salah satu 'crazy rich' dari Banyuwangi?
-
Bagaimana Hartono Bersaudara mendapatkan kekayaan? Rudi dan Michael merupakan anak kedua dan ketiga dari ayah bernama Hartono atau Oei Wie Gwan. Kekayaan Rudi dan Michael diawali ketika sang ayah mengakuisisi perusahaan rokok kretek yang bangkrut di tahun 1950. Pabrik itulah kemudian diberi nama Djarum.
-
Apa yang istimewa dari rumah crazy rich di Pasuruan? Salah satu bangunan termegah di Kabupaten Pasuruan ini menyimpan cerita sejarah yang menarik. Bangunan yang kini dikenal sebagai Hotel Daroessalam ini dulunya milik keluarga crazy rich kesayangan Belanda.
-
Dari mana keluarga ini berasal? Dikutip dari Hindustan Times, keluarga yang berasal dari Larkana ini memegang rekor Guinness World sejak 2019.
-
Dimana keluarga ini tinggal? Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya. Jalan berliku harus dilalui untuk sampai di rumah Kasimin. Perjalanan kemudian harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tebing.
-
Siapa Crazy Rich asal Medan? Sosok Crazy Rich asal Medan itu bernama Sukanto Tanoto.
Sejarah
Mengutip Instagram @lovesuroboyo, orang paling tua dari marga Han adalah Han Siong Kong. Pria ini lahir di Tiongkok pada tahun 1673, kemudian bermigrasi ke Lasem dan mendirikan keluarga Han di sana.
Mengutip artikel berjudul The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries) karya Caludine Salmon, keluarga ini mulai menonjol di Indonesia pada abad ke-18 melalui aliansi dengan VOC.
Pindah ke Surabaya
Keluarga Han pindah dari Lasem ke wilayah Ujung Timur Jawa (Java van den Oosthoek) yang beribu kota di Surabaya. Putra dari Han Siong Kong, yaitu Han Bwee Kong (1727-1778) mengawali menginjakkan kaki di Surabaya. Keduanya hidup di masa VOC.
Bergelar sebagai Kapitein der chinezen, Han Bwee Kong memimpin warga keturunan Tionghoa di Kota Surabaya. Han Bwee Kong didampingi putranya Han Chan Piet yang menjadi wakilnya.Pada tahun 1776, usai kematian sang ayah, Han Chan Piet sebagai generasi ketiga menggantikan posisi yang ditinggalkan. Ia jadi Kapitein der chinezen yang baru.
Beli Tanah Negara
Pada pemerintahan Prancis dan Inggris (1806 – 1815), Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu menjual tanah pemerintah untuk mengisi kas negara. Pada tahun 1810, Daendels menjual distrik Besuki dan Panarukan.
Kapiten Han Chan Piet berkenan membeli aset negara seharga 400.000 dolar Spanyol. Atas jasa pembelian asetnya di Besuki dan Panarukan, Daendels mempromosikan Han Chan Piet ke jabatan yang lebih bermartabat, yaitu Majoor der Chinezen.
Peninggalan
Mengutip situs resmi ciputra.ac.id, salah satu peninggalan keluarga Han di Surabaya yang masih bisa dijumpai hingga sekarang ialah Rumah Abu Han. Rumah sembahyang keluarga ini didirikan Han Bwee Koo di atas tanah seluas 1.500 meter persegi.
Rumah itu memiliki nilai sebagai peneguh Surabaya sebagai kota tua. Menjadi saksi bisu seluk beluk keturunan Han Bwee Koo dari generasi ke generasi.
Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia (Surabaya heritage Society), Freddy, mengungkapkan Rumah Abu Han jadi rumah sembahyang istimewa. Salah satunya karena ada makam di belakang rumah.
Mitos Kutukan
Mengutip Liputan6.com, salah satu hal yang tak bisa dilepaskan jika membicarakan keluarga Han ialah mitos sial kutukan. Konon, keturunan Han yang berani tinggal di Lasem akan mengalami kesialan.
Laki-laki akan bangkrut bila berbisnis, sementara perempuan tak akan punya keturunan. Konon, gara-gara mitos kutukan ini, keturunan atau marga Han tidak akan melintasi Lasem, baik jalur darat maupun udara.