Mengenal Sosok Nashar, Bapak Seni Lukis Modern Indonesia Asal Sumatera Barat
Ia banyak terinspirasi dari objek kehidupan sehari-hari dan banyak belajar dari pelukis-pelukis besar lainnya.
Ia banyak terinspirasi dari objek kehidupan sehari-hari dan banyak belajar dari pelukis-pelukis besar lainnya.
Mengenal Sosok Nashar, Bapak Seni Lukis Modern Indonesia Asal Sumatera Barat
Pelukis bernama Nashar, lahir di Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 3 Oktober 1928 ini mungkin tidak banyak orang yang mengenalnya saat ini. Ya, beliau adalah salah satu seniman lukis ternama yang pernah dimiliki Indonesia.
-
Siapa yang dijuluki Bapak Seni Rupa Modern Indonesia? Beliau ada seorang pelukis legendaris Indonesia yang dijuluki sebagai Bapak Seni Rupa Modern Indonesia. Melalui dirinya, seni di Indonesia semakin berkembang dengan memperkenalkan modernitas seni rupa dengan konteks faktual Bangsa Indonesia.
-
Siapa santri pelukis dari Tangerang? Seorang santri biasanya tak lepas dari kemampuannya di bidang Agama Islam. Namun sosok pelajar di Ponpes Daarul Barkah, Tangerang, berhasil membuktikan diri mampu menjadi seniman lukis.
-
Siapa Bapak Permuseuman Indonesia? Bicara tentang museum di Indonesia maka akan bicara mengenai sosok Mohammad Amir Sutarga. Dia didaulat sebagai Bapak Permuseuman Indonesia.
-
Dimana Nassar lahir? Nassar Fahad Ahmad Sungkar, yang dikenal dengan nama panggung King Nassar, dilahirkan di Bandung pada tanggal 5 Januari 1988.
-
Siapa saja seniman terkenal Kota Batu? Mengutip situs PPID Kota Batu, beberapa seniman terkenal dari Kota Batu yakni Sudjopo Sumarah Purbo (Penari), Agus Triwahyudi (Seniman Reog), Miftah Abdul Hadi (Seniman Seni Rupa), Sukisno (Seniman Ludruk), Sindhunata (Satrawan dan Budayawan), dan lain sebagainya.
-
Siapa Bapak Teater Modern Kalimantan Selatan? H. Adjim Arijadi, lahir di Kabupaten Banjar pada tanggal 7 Juli 1940 yang dikenal sebagai sosok sastrawan dan budayawan Indonesia.
Selama dirinya berproses menjadi seorang pelukis, Nashar banyak menyerap ilmu-ilmu senirupa dari tokoh besar seperti S. Sudjojono hingga Affandi di Yogyakarta. Selama ini ia banyak belajar mengambil objek dari kehidupan sehari-hari yang akhirnya dipertahankan selama hidup.
Berkat hasil karya dari buah pemikirannya yang begitu memukau, Nashar pun dinobatkan sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia. Lantas, seperti apa sosoknya? Simak informasinya yang dihimpun merdeka.com (20/6) berikut ini.
Didikan Keras dari Ayah
Selama dibesarkan oleh ayahnya, Nashar banyak sekali mendapatkan didikan keras. Ia juga hidup dalam keadaan kelaparan dan penuh penderitaan.
Ia kemudian tumbuh menjadi sosok yang ulet, gigih, pantang menyerah, dan konsisten. Sifat-sifat yang dia alami dulu kemudian diimplementasikan dalam karya lukis yang ia buat.
Dari proses hidupnya yang terpuruk, ia bisa bangkit lagi melalui berkarya dalam lukisan yang mengubah hidupnya. Proses tidak khianati hasil, ia pun berhasil menjadi salah satu maestro senirupa di Indonesia.
Sempat Mengajar
Mengutip dari berbagai sumber, Nashar sempat mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) lalu ia memutuskan untuk mundur karena tidak cocok dengan sistem pendidikan bagi siswa seni rupa.
Selama mengajar, Nashar dikenal sebagai pengajar yang suka bergaul, langsung menggambar bersama dengan siswanya, sehingga dirinya dikenal sebagai pengajar yang simpatik.
Nashar mengajarkan kepada siswanya untuk tidak terlalu pakem dengan teori. Pada dasarnya boleh saja menggunakan teori, tetapi aspek penjiwaan dalam diri seorang pelukis jauh lebih penting bagi siswa yang ingin mendalami dunia seni rupa.
Konsepsi Tiga Non
Bagi pelaku seni, Nashar terkenal dengan konsepsi Tiga Non, yaitu terdiri dari Nonestetik, Nonkonsep, dan Nonteknik dalam membuat karya. Akan tetapi, konsepnya ini tidak banyak yang tahu apa makna di balik itu semua, pastinya hasil karya memiliki latar belakang dan cerita masing-masing.
Setiap pameran, Nashar jarang sekali menjawab pertanyaan dari media terkait lukisan yang ia buat. Ia pernah mengadakan pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada tanggal 22 sampai 28 Februari 1973 dengan menampilkan empat puluh buah karya-karya lukisannya yang baru dan yang lama.
Ia meninggal dunia pada tahun 1994 dalam usia hampir 66 tahun di kediamannya, Jalan Dewi Sartika, Nomor 33, Cawang, Jakarta Timur, karena sakit kambuhan yang dideritanya sejak lama.