Arkeolog Temukan Fosil Laba-laba Raksasa yang Bikin Merinding
Fosil laba-laba raksasa dari periode Miosen ditemukan di New South Wales, Australia, mengungkapkan kehidupan hutan hujan kuno.
Para arkeolog atau ilmuwan menemukan fosil laba-laba raksasa di New South Wales, Australia. Fosil laba-laba ini menjadi yang keempat dari jenisnya dan pernah ditemukan di benua tersebut.
Makhluk ini diperkirakan berkeliaran dan berburu di daerah sekitarnya, yang dulu merupakan hutan hujan lebat. Seperti dikutip Indy100, Jumat (11/10), tahun lalu, para ilmuwan menemukan fosil-fosil dari wilayah hutan hujan tersebut yang berusia jutaan tahun, termasuk tanaman, laba-laba, jangkrik raksasa, dan tawon.
-
Dimana fosil laba-laba itu ditemukan? Beberapa tahun lalu, fosil arachnid yang tidak teridentifikasi ditemukan dari lapisan Strata Kapur Akhir (Moscovian) di Piesberg dekat Osnabrück, di Lower Saxony, Jerman.
-
Mengapa fosil laba-laba ini penting? Temuan ini sekaligus menandai penemuan laba-laba Paleozoikum pertama yang pernah ditemukan di Jerman.
-
Dimana fosil laba-laba laut ditemukan? Fosil-fosil ini ditemukan di selatan Prancis dan termasuk dalam kelompok Pycnogonida.
-
Mengapa fosil laba-laba laut penting? Selain itu, penemuan ini memberikan kontribusi penting dalam metode analisis jam molekuler.
-
Siapa yang menemukan fosil cacing raksasa itu? 'Selama serangkaian ekspedisi ke Sirius Passet yang sangat terpencil di wilayah terjauh Greenland Utara, lebih dari 82,5 derajat utara, kami telah mengumpulkan beragam organisme baru yang menarik,' kata Tae-Yoon Park dari Korea Polar Research Institute, yang juga terlibat dalam penelitian.
-
Di mana fosil dinosaurus raksasa ini ditemukan? Fosil Garumbatitan morellensis pertama kali ditemukan di Morella di situs fosil Sant Antoni de la Vespa pada tahun 2005 dan 2008.
Kini, daerah itu dikenal sebagai padang rumput yang disebut McGraths Flat. Para peneliti menamai fosil laba-laba ini ‘Megamonodontium mccluskyi’, yang diperkirakan hidup pada periode Miosen, sekitar 11 hingga 16 juta tahun lalu.
“Hanya ada empat fosil laba-laba yang pernah ditemukan di seluruh benua, sehingga sulit bagi ilmuwan untuk memahami sejarah evolusi mereka. Itulah mengapa penemuan ini sangat signifikan. Ini mengungkapkan informasi baru tentang kepunahan laba-laba dan mengisi celah dalam pemahaman kita tentang masa lalu,” kata ahli paleontologi Matthew McCurry dari University of New South Wales dan Australian Museum.
Kerabat terdekat laba-laba ini saat ini hidup di hutan basah di Singapura hingga Papua Nugini, menunjukkan bahwa kelompok ini dulunya menghuni lingkungan serupa di daratan Australia, tetapi kemudian punah ketika Australia menjadi lebih kering. Laba-laba ini ditemukan bersama fosil-fosil lain dari periode Miosen. Beberapa di antaranya begitu terawetkan dengan baik sehingga struktur subseluler dapat dilihat.
“Mikroskop elektron pemindai memungkinkan kami mempelajari detail-detail kecil dari cakar dan setae pada pedipalp, kaki, dan tubuh utama laba-laba,” kata ahli virologi Michael Frese dari University of Canberra.
Detail ini memungkinkan para ilmuwan menempatkan fosil ini di dekat laba-laba Monodontium modern, atau laba-laba jebakan. Namun, ukuran laba-laba ini lima kali lebih besar dibandingkan kerabat modernnya. Tubuh Megamonodontium mccluskyi memiliki panjang 23,31 milimeter, atau sedikit lebih dari satu inci.
Penemuan spesies ini juga memberi petunjuk tentang iklim masa lalu Australia. Fakta bahwa fosil ditemukan di lapisan sedimen hutan hujan menunjukkan bahwa wilayah ini dulunya jauh lebih basah daripada sekarang. Hal ini dapat membantu ilmuwan memahami bagaimana perubahan iklim telah memengaruhi kehidupan di Australia dan bagaimana hal itu dapat berubah lagi di masa depan.
“Tidak hanya ini fosil laba-laba terbesar yang pernah ditemukan di Australia, tetapi ini juga fosil pertama dari keluarga Barychelidae yang ditemukan di seluruh dunia,” kata ahli arakhnologi Robert Raven dari Queensland Museum.
"Ada sekitar 300 spesies laba-laba jebakan berkaki sikat yang hidup saat ini, tetapi mereka tampaknya jarang menjadi fosil. Ini mungkin karena mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam lubang, sehingga tidak berada di lingkungan yang tepat untuk menjadi fosil,” tambah dia.