Penemuan Tengkorak ini Ungkap Cara Bangsa Mesir Kuno Obati Kanker
Hal itu diketahui setelah dilakukan penelitian terhadap tengkorak dari Mesir Kuno yang berusia lebih dari 4.000 tahun lalu.
Hal itu diketahui setelah dilakukan penelitian terhadap tengkorak dari Mesir Kuno yang berusia lebih dari 4.000 tahun lalu.
Penemuan Tengkorak ini Ungkap Cara Bangsa Mesir Kuno Obati Kanker
Perkembangan kehidupan manusia di dunia ini telah “ditemani” oleh kehadiran penyakit sejak waktu yang sangat lama.
Salah satu penyakit yang sudah ikut campur dalam urusan manusia selama ribuan tahun adalah kanker.
-
Apa yang ditemukan di tengkorak Mesir Kuno? Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Medicine menunjukkan bekas luka yang ditemukan pada tengkorak berusia 4.000 tahun, menunjukkan orang Mesir Kuno pernah berusaha mengobati penyakit kanker.
-
Bagaimana orang Mesir Kuno mengobati kanker? Indikasi adanya bekas luka di sekitar lesi menunjukkan bahwa upaya pembedahan telah dilakukan untuk memberikan pengobatan dan dapat menjadi salah satu contoh awal pengobatan kanker.
-
Mengapa orang Mesir Kuno mengobati kanker? 'Kami melihat meskipun orang Mesir Kuno mampu menangani patah tulang tengkorak yang kompleks, kanker masih merupakan batas pengetahuan medis,' kata Tatiana Tondini, seorang peneliti di Universitas Tübingen.
-
Bagaimana kanker diobati di Mesir kuno? Catatan ini dituliskan pada papirus yang menyebutkan delapan kasus tumor yang muncul di payudara. Pada masa lalu, penanganan untuk masalah ini dengan cara disundut menggunakan alat yang telah dipanasi menggunakan api.
-
Kapan pengobatan kanker di Mesir kuno? Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Medicine, Camarós dan timnya memeriksa sebuah tengkorak berusia lebih dari 4.000 tahun dari Kerajaan Lama Mesir secara mikroskopis.
-
Kanker jenis apa yang ditemukan pada mumi Mesir? Pada tulang belakang dan panggulnya ditemukan lesi yang menunjukkan bahwa kanker tersebut telah menyebar ke tulangnya.
Dalam sebuah studi terbaru, yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Medicine, peneliti telah menemukan bahwa para dokter kuno memiliki kemungkinan untuk melakukan operasi untuk mengobati kanker otak sejak ribuan tahun lalu.
Hal itu diketahui setelah dilakukan penelitian terhadap tengkorak dari Mesir Kuno yang berusia lebih dari 4.000 tahun lalu, seperti dikutip dari Majalah Smithsonian dan The New York Times, Jumat (31/5).
“Apa yang kami temukan adalah bukti pertama dari intervensi bedah yang berhubungan langsung dengan kanker. Di sinilah pengobatan modern dimulai,”
Edgard Camaros, ahli paleopatologi dari University of Santiago de Compostela yang juga merupakan seorang peneliti dalam studi tersebut.
Melalui pemindaian mikroskop dan mikrotomografi, Camaros dan timnya menemukan bekas potongan di tepi tengkorak yang mengelilingi 30 lesi yang telah dikaitkan, oleh penelitian sebelumnya, dengan kanker otak yang telah bermetastasis/berpindah.
Para peneliti menyimpulkan bahwa sayatan-sayatan tersebut ditimbulkan dari sebuah alat logam tajam.
Dengan demikian, para dokter di masa Mesir Kuno bukan hanya menyadari keberadaan kanker sebagai suatu penyakit saja, melainkan mereka juga mungkin ingin mempelajari tentang kanker melalui operasi.
Tengkorak ini berasal dari antara tahun 2867 hingga 2345 sebelum Masehi (SM) dan merupakan milik seorang pria dengan usia 30 hingga 35 tahun.
Saat ini, tengkorak tersebut menjadi bagian dari Koleksi Duckworth milik Universitas Cambridge.
Sebelum studi terbaru ini dipublikasikan, para peneliti mengira bahwa deskripsi tertua tentang kanker berasal dari sebuah teks medis Mesir Kuno dari sekitar tahun 1600 SM.
Penelitian terbaru ini mengubah garis waktu tentang pengobatan kanker pertama yang dilakukan manusia, dengan memajukan waktunya sekitar 1.000 tahun lebih awal.
Mempelajari kanker yang muncul di zaman kuno bisa menjadi hal yang rumit karena penyakit ini sering muncul di jaringan lunak yang tidak dapat bertahan lama seperti kerangka manusia. Para ahli pun tidak memiliki akses ke riwayat medis pasien.Terlepas dari kendala-kendala tersebut, Camaros mengatakan bahwa penemuan baru ini memberikan perspektif baru bagi para ilmuwan mengenai apa yang harus dicari dalam penelitian semacam ini.
“Saya yakin ini merupakan satu contoh saja,” ucap Camaros.