Hamas dan Israel Akhirnya Sepakat Genjatan Senjata di Gaza, ini Isi Kesepakatan yang Dicapai
Berikut isi kesepakatan Hamas dan Israel yang sepakat genjatan senjata di Gaza.
Setelah lebih dari 460 hari perang menghancurkan Gaza, Hamas dan Israel telah menyetujui kesepakatan genjatan senjata. Pada Rabu (15/1), Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata ini akan berlaku mulai hari Minggu.
Ia menambahkan bahwa pekerjaan pada langkah-langkah implementasi dengan Israel dan Hamas terus berlanjut. Sementara itu, Israel sendiri mengatakan beberapa rincian akhir masih ada dan pemungutan suara pemerintah Israel diharapkan terjadi pada hari ini, Kamis (16/1).
Lantas bagaimana isi kesepakatan Hamas dan Israel soal gencatan senjata di Gaza yang ingin dicapai? Melansir dari Al Jazeera, Kamis (16/1), simak ulasan informasinya berikut ini.
Hamas dan Israel Akhirnya Sepakat Genjatan Senjata di Gaza
Sejak perang pecah pada Oktober 2023, Israel setidaknya telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina. Mirisnya, korban kekejaman Israel ini banyak dari wanita dan anak-anak.
Namun, warga Gaza sebentar lagi bisa sedikit bernapas lega. Kelompok pejuang Palestina, Hamas dan Israel telah menyepakati untuk gencatan senjata di Gaza.
Kesepakatan ini mencakup gencatan senjata yang untuk saat ini akan mengakhiri kehancuran Gaza. Selain itu, kesepakatan ini juga meliputi pembebasan tawanan yang ditahan oleh Israel maupun tahanan yang ditahan di Gaza.
Gencatan senjata ini juga akan memungkinkan warga Palestina yang mengungsi bisa kembali ke rumah mereka. Meskipun tidak banyak rumah yang tersisa akibat serangan demi serangan yang diluncurkan oleh Israel sejak Oktober 2023 lalu.
Tahap Pertama Genjatan Senjata
Dijelaskan bahwa tahap pertama atau tahap awal, gencatan senjata akan berlangsung selama enam minggu. Pada tahap ini, gencatan senjata melibatkan pertukaran tahanan terbatas dan penarikan sebagian pasukan Israel di Gaza.
Sekitar 30 orang tawanan Israel yang ditangkap selama serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023 akan dibebaskan. Termasuk wanita, anak-anak dan warga sipil berusia di atas 50 tahun. Sebagai gantinya, Israel juga akan membebaskan lebih banyak tahanan Palestina. Termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup. Tercatat, di antara warga Palestina yang dibebaskan terdapat sekitar 1000 orang yang ditahan setelah 7 Oktober 2023.
Bersamaan dengan pertukaran tahanan, Israel juga akan menarik pasukannya dari pusat populasi Gaza ke daerah yang tidak lebih dari 700 meter di dalam perbatasan Gaza dengan Israel. Akan tetapi, hal itu mungkin tidak termasuk Koridor Netzarim, sabuk militer yang membelah Jalur Gaza dan mengendalikan pergerakan di sepanjang jalur tersebut. Di mana, penarikan dari Netzarim diharapkan akan dilakukan secara bertahap.
Pasukan Israel akan mengurangi kehadiran mereka di Koridor Philadelphia, wilayah perbatasan antara Mesir dan Gaza. Kemudian, pihaknya menarik diri sepenuhnya paling lambat pada hari ke-50 setelah kesepakatan mulai berlaku.
Israel juga akan mengizinkan warga sipil untuk kembali ke rumah mereka di wilayah utara yang terkepung. Pihaknya juga akan mengizinkan warga Palestina yang terluka untuk meninggalkan Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan, dan membuka penyeberangan Rafah dengan Mesir tujuh hari setelah dimulainya pelaksanaan tahap pertama.
Selain itu, Israel juga memberikan akses lebih luas untuk pengiriman bantuan ke Gaza, Palestina. Dikatakan Israel mengizinkan lonjakan bantuan hingga 600 truk per hari.
Tahap Kedua Genjatan Senjata
Meskipun dipahami telah disetujui secara prinsip, rincian tahap kedua dan ketiga akan dinegosiasikan selama tahap pertama. Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mengatakan bahwa gencatan senjata akan terus berlanjut bahkan jika negosiasi pada tahap kedua dan ketiga berlangsung lebih lama dari enam minggu awal tahap pertama.
Yang terpenting, Israel bersikeras bahwa tidak ada jaminan tertulis yang diberikan untuk mengesampingkan kemungkinan dimulainya kembali serangannya setelah fase atau tahap pertama selesai dan warga sipil yang ditawannya dikembalikan.
Akan tetapi menurut sumber Mesir yang dikutip oleh kantor berita Associated Press, tiga mediator yang terlibat dalam pembicaraan tersebut (Mesir, Qatar dan Amerika Serikat) telah memberikan jaminan lisan kepada Hamas bahwa negosiasi akan terus berlanjut dan ketiganya akan mendesak kesepakatan yang akan melihat tahap kedua serta ketiga dilaksanakan sebelum jendela awal enam minggu berlalu.
Apabila persyaratan untuk tahap kedua telah dipenuhi, Hamas akan membebaskan semua tawanan yang masih hidup, sebagian besar tentara laki-laki, sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak warga Palestina yang ditahan di sistem penjara Israel. Selain itu, menurut dokumen saat ini, Israel akan memulai 'penarikan penuh' dari Gaza.
Namun, persyaratan ini (yang belum diputuskan oleh kabinet Israel), bertentangan dengan posisi yang dinyatakan oleh banyak anggota sayap kanan kabinet Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang diandalkannya untuk dukungan, serta posisi Netanyahu sendiri di masa lalu. Di mana, Ia telah berulang kali menggunakan kehadiran Hamas di Gaza untuk memperpanjang konflik.
Tahap Ketiga Genjatan Senjata
Rincian tahap ketiga sendiri masih belum jelas. Apabila persyaratan tahap kedua terpenuhi, dikatakan bahwa tahap ketiga akan menyerahkan jenazah tawanan yang tersisa sebagai imbalan atas rencana rekonstruksi 3-5 tahun yang akan dilaksanakan di bawah pengawasan internasional.
Saat ini, belum ada kesepakatan tentang siapa yang akan mengelola Gaza pasca gencatan senjata. Amerika Serikat telah mendesak agar Otoritas Palestina dibentuk kembali untuk melakukannya.
Pada hari Selasa, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan bahwa rekonstruksi dan tata kelola pascaperang membayangkan Otoritas Palestina mengundang "mitra internasional" untuk mendirikan otoritas pemerintahan sementara guna menjalankan layanan penting dan mengawasi wilayah tersebut.
"Mitra lain, terutama negara-negara Arab, akan menyediakan pasukan untuk memastikan keamanan dalam jangka pendek," ujar Blinken dalam pidato di Atlantic Council, lembaga pemikir yang berpusat di Washington.
Agar rencana tersebut berhasil, diperlukan dukungan dari negara-negara Arab. Termasuk Arab Saudi, yang mengatakan bahwa mereka hanya akan mendukung skema tersebut apabila ada jalan menuju negara Palestina. Hal ini menimbulkan perdebatan lain bagi anggota parlemen Israel, meskipun Israel telah menyetujui solusi dua negara dalam Perjanjian Oslo tahun 1990-an.
Sementara itu, Israel belum mengusulkan bentuk pemerintahan alternatif di Gaza.