Arkeolog Teliti Kotoran Mumi Berusia Ribuan Tahun, Hasilnya Ungkap Pola Makan Manusia Dulu Ternyata Aneh
Arkeolog Teliti Kotoran Mumi Berusia Ribuan Tahun, Hasilnya Ungkap Pola Makan Manusia Dulu Ternyata Aneh
Lewat penelitian kotoran mumi, arkeolog bisa mengetahui pola makan manusia ribuan tahun lalu.
-
Bagaimana para arkeolog menemukan kuburan tersebut? Penemuan ini terjadi saat sedang melakukan pekerjaan rutin membersihkan jalur untuk pengunjung baru, yang terletak di antara dua kuil yang menonjol.
-
Bagaimana para arkeolog menemukan peti mati Mumi Tadi Ist? Arkeolog menggali peti mati tersebut pada awal 2023 dan menemukan gambar yang mirip Marge Simpson di bagian dalam tutupnya, dikelilingi oleh selusin pendeta yang melambangkan 12 jam dalam sehari.
-
Mengapa arkeolog mempelajari panci kuno? Kasus ini telah lama menjadi topik pembahasan para ilmuan arkeologi mengenai kesimpulan bagaimana alat-alat kuno digunakan oleh manusia purba dalam membuat makanan berdasarkan catatan tertulis.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di 'Gua Orang Mati'? Para arkeolog pertama kali menemukan gua ini pada tahun 2008 yang terletak di sebuah desa di Catalonia yang berjarak sekitar 580 km ke arah timur laut dari Madrid dan dekat perbatasan dengan Andorra dan Prancis. Gua ini memiliki dua ruangan yang digunakan oleh penduduk sekitar 3.500 tahun lalu sebagai makam, demikian ungkap Autonomous University of Barcelona dalam siaran persnya pada 20 Juni, dilansir Miami Herald.
-
Bagaimana para arkeolog mengetahui asal manik-manik di makam kuno? Arkeolog Moisés Valadez Moreno dari Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Meksiko (INAH) mengungkapkan bahwa sebagian besar manik-manik ini berasal dari 186 mil (300 kilometer), arah timur menuju Teluk Meksiko.
-
Apa yang ditemukan oleh arkeolog di Polandia? Arkeolog menemukan lima kapak dari Zaman Perunggu di Distrik Hutan Starogard, Kociewie, Polandia, seperti yang diumumkan oleh Konservator Monumen Provinsi Pomerania.
Arkeolog Teliti Kotoran Mumi Berusia Ribuan Tahun, Hasilnya Ungkap Pola Makan Manusia Dulu Ternyata Aneh
Arkeolog mengalisis DNA baru dari kotoran mumi atau koprolit dua budaya Karibia pra-Colombus yang mengungkap gambaran tentang makanan yang dikonsumsi manusia ribuan tahun lalu.
Penelitian ini mengungkap penduduk Karibia kuno memakan berbagai macam tanaman, tembakau, bahkan kapas. Temuan ini dideskripsikan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 11 Oktober di jurnal akses terbuka, PLOS ONE.
Dilansir dari Popular Science, Studi yang dilakukan oleh arkeolog di Universitas Puerto Rico ini mengamati koprolit dari sisa-sisa manusia dari dua budaya pra-Columbus yang disebut Huecoid dan Saladoid.
Dalam sebuah studi sebelumnya tentang kotoran yang berusia berabad-abad, mendukung hipotesis bahwa Huecoid kemungkinan besar berasal dari Pegunungan Andes di Bolivia dan Peru saat ini sebelum bermigrasi di antara pulau-pulau yang berbeda di Karibia sekitar abad ketiga Masehi.
- Arkeolog Temukan Prasasti Seukuran Telapak Tangan Berusia 3.300 Tahun, Isinya Tulisan Tentang Perang Dahsyat Zaman Kuno
- Arkeolog Takjub dan Penasaran, 330 Makam Berusia 4.000 Tahun Berisi Peti Mati Berbentuk Perahu yang Dikubur Terbalik
- Arkeolog Temukan Patung Kuda Pertama Buatan Manusia Berusia 35.000 Tahun, Dipahat dari Gading Gajah Purba
- Arkeolog Temukan Makam Bangsawan Berusia 1.200 Tahun, Dikubur Bersama Korban Tumbal dan Harta Karun
Orang-orang Saladoid kemungkinan berasal dari Venezuela modern dan
melakukan perjalanan ke pulau Vieques di Puerto Rico pada abad keenam Masehi.
“Arkeolog di Universitas Puerto Rico mendedikasikan lebih dari 30 tahun untuk menggali di Pulau Vieques, menemukan koprolit bersama dengan banyak artefak tak ternilai lainnya,” kata Gary A. Toranzos, salah satu penulis studi dan ahli mikrobiologi lingkungan/paleo mikrobiologi di Universitas Puerto Rico, kepada PopSci.
“Orang akan menganggap mudah menemukan koprolit karena mereka diendapkan setiap hari. Namun, kebanyakan orang tidak akan mengenalinya dan kondisi pembentukan koprolit harus sangat spesifik.”
Para peneliti mengatakan koprolit membutuhkan kondisi yang kering untuk bisa mengawetkan DNA dan mereka meyakini pengawetan ini tidak mungkin terjadi karena Karibia memiliki iklim yang lembab.
“Narganes dan Chanlate membuktikan mereka salah,” kata Toranzos.
Dalam penelitian tersebut, Toranzos dan ahli mikrobiologi Jelissa Reynoso-García dengan hati-hati mengekstraksi dan menganalisis DNA tanaman dari sepuluh sampel koprolit dari situs arkeologi La Hueca di Puerto Rico.
Mereka kemudian membandingkan DNA tanaman yang diekstraksi dengan basis data sampel koprolit yang beragam dan sekuens DNA tanaman kontemporer.
Mereka menemukan masyarakat Huecoid dan Saladoid menikmati sistem makanan yang beragam dan canggih, termasuk ubi jalar, kacang tanah liar dan kacang tanah yang telah didomestikasi, cabai, jenis tomat, pepaya, dan jagung.
Analisis mereka juga mendeteksi adanya tembakau, yang mungkin disebabkan oleh tembakau yang dikunyah, tembakau yang dihirup, atau tembakau sebagai bahan tambahan makanan untuk tujuan pengobatan atau halusinasi.
Namun mereka menemukan hal aneh dalam penelitian tersebut, di mana mereka berhasil mendeteksi kapas dalam kotoran mumi tersebut, para peneliti berasumsi kapas tersebut berasal dari kebiasaan para wanita Karibia kuno yang membasahi untaian kapas dengan air liur saat menenun atau kapas tersebut juga bisa berasal dari biji kapas tanah yang digunakan dalam minyak.
Selain itu, mereka juga tidak menemukan bukti konsumsi singkong yang disebut yucca dan manioc. Hal aneh karena, singkong sering dilaporkan sebagai makanan pokok di Karibia pra-Columbus dalam berbagai sumber yang mencatat masa itu.
“DNA singkong tidak ditemukan, kemungkinan karena persiapan bubuk singkong yang ekstensif untuk menghilangkan racun dalam tanaman,” kata Toranzos.
Meskipun ada kemungkinan orang Huecoid dan Saladoid memakan tanaman atau jamur lain selain yang dicatat oleh penelitian ini. Para penulis berharap analisis ini memberikan wawasan lebih lanjut tentang kehidupan masyarakat pra-Columbus di Amerika.
“Bahkan kotoran adalah sumber daya yang bagus untuk pertanian, dan banyak hal lainnya,” kata Toranzos. “Sekarang kita melihat hal tersebut merupakan cara yang bagus untuk mendapatkan informasi dari mereka yang hidup ribuan tahun sebelum kita.”