Arkeolog Temukan Prasasti Seukuran Telapak Tangan Berusia 3.300 Tahun, Isinya Tulisan Tentang Perang Dahsyat Zaman Kuno
Arkeolog Temukan Prasasti Seukuran Telapak Tangan Berusia 3.300 Tahun, Isinya Tulisan Tentang Perang Dahsyat Zaman Kuno
Sebuah prasasti seukuran telapak tangan ditemukan pada Mei 2023 oleh Kimiyoshi Matsumura, seorang arkeolog di Institut Arkeologi Anatolia Jepang.
-
Bagaimana cara arkeolog mengungkap bukti perang kuno? Kini, arkeolog memeriksa jaringan kerangka yang saling bertumpuk dan mengungkap bukti baru tentang peperangan kuno, menurut sebuah studi baru.
-
Dimana artefak kuno ini ditemukan? Artefak kuno ini ditemukan di selatan Aswan, terletak di daerah yang dilanda banjir karena pembangunan Bendungan Tinggi Aswan antara tahun 1960 dan 1970.
-
Di mana artefak kuno ini ditemukan? Pada tahun 1990 hingga 2000 batu-batu pipih dengan sudut runcing ditemukan di Kastil Iwatsuki dan markas administrasi Owada jin’ya di Saitama, Jepang.
-
Dimana artefak kuno itu ditemukan? Para arkeolog maritim dari Universitas Bournemouth Inggris menemukan dua lempengan berukir salib dari abad pertengahan di dasar Teluk Studland, telah ada disana selama hampir 800 tahun.
-
Di mana artefak kuno itu ditemukan? Artefak kuno milik ahli bedah tersebut ditemukan pada sebuah kuil persembahyangan di utara, seperti yang dilaporkan para peneliti.
-
Bagaimana bentuk artefak kuno ini? Batu kuno yang ditemukan di Kastil Uwatsuki memiliki bentuk heksagonal berukuran diameter 4,8 cm dengan tebal 1 cm. Sedangkan 17 batu yang ditemukan di Owada jin’ya berukuran 8 cm hingga 14 cm dengan tebal 1,5 cm hingga 3 cm.
Arkeolog Temukan Prasasti Seukuran Telapak Tangan Berusia 3.300 Tahun, Isinya Tulisan Tentang Perang Dahsyat Zaman Kuno
Prasasti mungil itu ditemukan di tengah reruntuhan Het di Büklükale, sekitar 60 kilometer di sebelah tenggara Ibu Kota Ankara, Turki.
Matsumura dan rekan-rekannya menggali reruntuhan di Büklükale selama sekitar 15 tahun. Mereka hanya menemukan prasasti tanah liat yang rusak sebelumnya, tetapi yang satu ini dalam kondisi yang nyaris sempurna.
Prasasti tanah liat berusia 3.300 tahun dari Turki tengah menggambarkan invasi asing yang dahsyat ke Kekaisaran Het, sebuah negara Zaman Perunggu yang misterius.
Invasi tersebut terjadi selama perang saudara Het, tampaknya dalam upaya untuk membantu salah satu faksi yang bertikai, menurut terjemahan teks paku pada prasasti itu.
Menurut sebuah terjemahan oleh Mark Weeden, seorang profesor
bahasa-bahasa Timur Tengah kuno di University College London, enam baris pertama dari teks paku-paku pada prasasti itu mengatakan, dalam bahasa Het, "empat kota, termasuk ibu kota, Hattusa, berada dalam bencana," sementara 64 baris sisanya adalah doa dalam bahasa Hurria yang memohon kemenangan.
Prasasti tersebut merupakan catatan ritual suci yang dilakukan oleh raja Het hal ini karena orang Het menggunakan bahasa Hurria untuk upacara keagamaan, kata Matsumura kepada Live Science.
"Penemuan prasasti Hurrian berarti ritual keagamaan di Büklükale dilakukan oleh raja Het. Ini menyiratkan, paling tidak, raja Het datang ke Büklükale dan melakukan ritual tersebut," katanya melalui surel.
Arkeolog menduga Büklükale merupakan kota besar bangsa Het. Penemuan baru ini menunjukkan kota ini juga merupakan kediaman kerajaan, mungkin setara dengan kediaman kerajaan di Ibu Kota Het, Hattuša, sekitar 112 km ke arah timur laut.
Arkeolog menduga kerajaan Het pertama kali terbentuk di Anatolia tengah, sekarang Turki, pada sekitar 2100 SM dan bangsa Het telah menjadi kekuatan regional utama pada 1450 SM.
Bangsa Het muncul dalam Alkitab Ibrani, dan prasasti Mesir kuno mencatat Kekaisaran Het memerangi mereka pada 1274 SM pada Pertempuran Kadesh, sebuah kota kuno dekat Homs modern, Suriah, dalam salah satu pertempuran paling awal dalam sejarah.
Bahasa Hurrian pada awalnya adalah bahasa kerajaan Mitanni di wilayah tersebut, yang akhirnya menjadi negara bawahan Het.
Bahasa ini masih kurang dipahami, dan para ahli telah menghabiskan beberapa bulan untuk mencoba mempelajari makna prasasti tersebut, kata Matsumura.
Tulisan Hurria ternyata adalah sebuah doa yang ditujukan kepada Teššob, nama dewa badai dalam bahasa Hurria yang merupakan kepala dewa Het dan Hurria.
Kekaisaran Het lenyap dari sejarah pada awal abad ke-12 SM, Ini bertepatan dengan keruntuhan Zaman Perunggu Akhir, ketika banyak peradaban kuno di sekitar Mediterania diguncang oleh kerusuhan.
Seperti yang dijelaskan oleh sejarawan Eric Clein dalam "1177 SM: The Year Civilization Collapsed" (Princeton University Press, 2014), penyebab keruntuhannya tidak diketahui, tetapi mungkin termasuk kelaparan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Namun, invasi yang dirujuk oleh prasasti yang baru ditemukan itu tampaknya tidak terkait. Matsumura mengatakan prasasti itu berasal dari masa pemerintahan raja Het, Tudhaliya II, antara tahun 1380 hingga 1370 SM, sekitar 200 tahun sebelum keruntuhan Zaman Perunggu Akhir.
Prasasti ini "tampaknya berasal dari periode perang saudara yang kita ketahui dari teks-teks (Het) lainnya," katanya. "Selama masa ini, pusat kota Het diserang dari berbagai arah sekaligus dan banyak kota yang hancur pada waktu itu."