Ilmuwan Luncurkan Otak Manusia ke Luar Angkasa, Begitu Dibawa Kembali ke Bumi Kondisinya Mengejutkan
Ilmuwan hendak meneliti efek gravitasi mikro pada otak manusia.
Sebuah tim penelitian yang dipimpin oleh Davide Marotta dari Laboratorium Stasiun Luar Angkasa (ISS) berencana untuk menyelidiki efek gravitasi mikro pada otak manusia.
Para peneliti kemudian mengirim otak manusia dalam botol kecil ke ISS pada 2019. Marotta dan timnya khususnya mempelajari dampak neuron yang dipengaruhi oleh kondisi neurodegeneratif akibat gravitasi mikro seperti multiple sclerosis (MS) dan penyakit Parkinson.
-
Mengapa para ilmuwan mengumpulkan otak-otak manusia yang diawetkan? Penelitian ini memiliki potensi untuk memberikan wawasan yang sangat berharga tentang sejarah dan evolusi manusia, serta memperluas pemahaman kita tentang berbagai aspek biologi dan kesehatan manusia.
-
Bagaimana cara para ilmuwan mengumpulkan otak-otak manusia yang diawetkan? Tim peneliti yang dipimpin Alexandra Morton-Hayward dari Universitas Oxford meninjau literatur ilmiah dan menghubungi arkeolog di seluruh dunia. Mereka berhasil mengumpulkan lebih dari 4.400 otak manusia yang diawetkan dari 213 sumber yang berbeda di semua benua kecuali Antartika.
-
Apa yang ditemukan oleh ilmuwan di dalam jaringan otak manusia? Dilansir Smithsonian, Rabu (18/9), ilmuwan telah menemukan polutan kecil di jaringan otak, khususnya bulbus olfaktorius yang terletak di atas hidung.
-
Apa yang ditemukan para ilmuwan di luar angkasa? Para ilmuwan telah menemukan dua bintang dengan sifat misterius. Benda langit ini memancarkan gelombang radio setiap 20 menit. Anehnya lagi ia berkedip dan mati saat berputar menuju maupun menjauh dari Bumi. Para ilmuwan berasumsi bahwa mereka mungkin mewakili objek bintang tipe baru.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan di luar angkasa? Tim astronom pimpinan ilmuwan di Caltech, Amerika Serikat melaporkan penemuan air di luar angkasa. Mereka mengaku menemukan tempat cadangan air terbesar yang pernah terdeteksi di alam semesta.
-
Apa yang sedang diteliti oleh para ilmuwan dengan ribuan otak manusia yang dikumpulkan? Penelitian ini menekankan pentingnya mempelajari pengawetan jaringan lunak manusia, karena informasi yang diperoleh dapat memberikan wawasan tentang evolusi manusia, kesehatan dan penyakit purba, serta kondisi neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Namun, gumpalan jaringan saraf manusia yang diberi nama ‘organoid’ ini ternyata mengejutkan para ahli setelah perjalanan selama sebulan di ruang angkasa.
Marotta dan timnya menumbuhkan jaringan otak yang diinduksi dari donor sehat dan donor pasien MS dan penyakit Parkinson. Sel ini kemudian diinduksikan untuk berkembang menjadi neuron khususnya neuron kortikal atau dopaminergik, yang dapat terkena dampak kondisi neurodegeneratif.
Lebih sehat di luar angkasa daripada di bumi
Organoid yang terbuat dari sel-sel ini disiapkan dalam tabung transparan dan dibagi menjadi dua kelompok. Beberapa tetap berada di Bumi sementara yang lainnya diluncurkan ke luar angkasa untuk dikembangkan selama sebulan di orbit Bumi di atas ISS.
Ketika organoid tersebut dibawa kembali ke Bumi, para peneliti mengungkap bahwa organoid tersebut bertahan hidup dan sehat.
"Fakta bahwa sel-sel ini bertahan hidup di luar angkasa merupakan kejutan besar," kata ahli biologi molekuler Jeanne Loring dari Scripps Research Institute, seperti dikutip dari Sciencealert, Rabu (18/12).
- Ilmuwan Ciptakan Spageti Tertipis di Dunia Tapi Tak Bisa Dimakan, 200 Kali Lebih Tipis dari Rambut Manusia
- Ilmuwan Ogah Pakai Teori Albert Einstein Ciptakan Gravitasi Buatan di Stasiun Ruang Angkasa
- Ilmuwan Temukan Fakta Baru Bumi Makin Menakutkan saat Dilihat dari Ruang Angkasa
- Ilmuwan Ungkap di Usia Berapa Manusia Merasa Paling Bahagia dan Puas dalam Hidupnya
Organoid yang berada di luar angkasa menunjukkan sel-sel organoid bereplikasi lebih lambat di luar angkasa, tetapi matang lebih cepat. Organoid ini juga mengekspresikan lebih sedikit gen yang terkait dengan stres dan menunjukkan lebih sedikit peradangan daripada organoid di Bumi.
Hal ini dapat terjadi karena gravitasi mikro lebih dekat dengan kondisi di dalam tengkorak manusia daripada di dalam botol kecil dalam kondisi gravitasi Bumi.
"Karakteristik gravitasi mikro mungkin juga memengaruhi otak manusia, karena tidak ada konveksi dalam gravitasi mikro dengan kata lain, benda tidak bergerak," kata Loring.
Lebih lanjut, Loring mengungkapkan ia dan timnya merencanakan untuk mempelajari bagian otak yang paling berpengaruh oleh penyakit Alzheimer.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti