Kilas Balik Perkebunan Karet di Aceh Timur, Komoditas yang Tak Kalah Berharga dari Rempah-Rempah
Perkembangan komoditas karet di wilayah Aceh Timur tak lepas dari peran para pengusaha kolonialisme Belanda.
Perkembangan komoditas karet di wilayah Aceh Timur tak lepas dari peran para pengusaha kolonialisme Belanda.
Kilas Balik Perkebunan Karet di Aceh Timur, Komoditas yang Tak Kalah Berharga dari Rempah-Rempah
Mundur lebih jauh ke zaman kolonialisme, ternyata komoditas karet sudah cukup berkembang. Dulunya, seluruh hasil panen karet secara umum berasal dari luar Pulau Jawa. (Foto: Pixabay)
Kepulauan Aceh Timur merupakan salah satu wilayah yang ditanami pohon-pohon karet yang juga tak kalah besar harga jualnya dari rempah-rempah. Tak hanya itu, letak geografis dari Aceh Timur ini juga dialiri oleh banyak sungai.
Hampir seluruh sungai yang terletak di Aceh Timur ini dapat dilewati kapal-kapal dagang, sehingga wilayah di bantaran sungai bisa hidup dan memiliki perekonomian yang berkembang.
Lantas, seperti apa perkembangan kebun karet di Aceh Timur?
Simak rangkuman informasinya yang dihimpun dari buku "Mengadu Nasib di Kebun Karet: Kehidupan Buruh Onderneming Karet di Aceh Timur, 1907-1939" berikut ini.
-
Apa yang menjadi tujuan utama pembangunan jalur kereta api di Aceh saat masa kolonialisme Belanda? Melansir dari heritage.kai.id, rencana pembangunan jalur kereta api di Aceh dimulai saat Belanda menyatakan perang dengan Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1873. Masa kekuasaan dari pihak Belanda terus berganti sampai pada tahun 1874 Banda Aceh sudah dikuasai oleh Jenderal Jan van Swieten. Saat Swieten ditarik ke Batavia, pimpinan militer Belanda di Aceh diganti oleh Mayor Jenderal Johannes Ludovicious Jacobus Hubertus Pel. Dirikan Rel Kereta Api Pel, yang terkesima melihat jalur kereta api di Pulau Jawa membuat dirinya langsung menulis surat kepada Jenderal James Loudon tentang betapa pentingnya moda transportasi kereta api untuk menaklukan Kesultanan Aceh.
-
Apa yang diproduksi oleh perusahaan kayu jati milik Belanda di Semarang itu? Perusahaan yang dulunya memproduksi kayu gelondongan itu kemudian mengubah hasil produksinya menjadi kayu yang siap olah.
-
Apa yang ditemukan di situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Di Kota Ketapang, Kalimantan Barat, ada sebuah situs peninggalan Hindu Buddha. Peninggalan itu kemudian dikenal dengan nama Candi Negeri Baru.
-
Apa yang menjadi bukti perluasan kekuasaan Belanda di Sumatra Barat? Tak hanya menjadi saksi Perang Padri, Benteng de Kock juga menjadi bukti bahwa Belanda telah menduduki tanah Sumatra Barat yang meliputi Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.
-
Apa yang ditemukan oleh arkeolog di bawah gedung parlemen Belanda? Dua hari setelah memulai proyek penggalian di bawah bekas Kapel Pengadilan di Binnenhof, The Hague, Belanda, arkeolog menemukan tiga tengkorak, sebuah koin perunggu, dan sisa-sisa bangunan kapel.
-
Apa nama Gedung Bank Indonesia di Aceh pada masa kolonial Belanda? Sejarah Bangunan Gedung Bank Indonesia Aceh dulunya dikenal dengan Da Javansche Bank (DJB), terletak di Jalan Cut Mutia No 15.
Sebelum Masuknya Tanaman Karet
Wilayah Aceh Timur terbentuk dengan adanya masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian sebagai penanam lada. Sampai kolonial Belanda masuk ke wilayah ini, masyarakat setempat masih menanam komoditas yang serupa.
Di samping menanam lada, orang-orang di Aceh Timur juga menanam padi yang sudah menjadi mata pencaharian yang begitu penting. Akan tetapi, tanaman padi di tanah Aceh Timur kurang begitu memberikan hasil yang memuaskan.
Ada beberapa faktor penyebab tanaman padi tidak tumbuh secara maksimal. Di antaranya yaitu kesuburan tanah dan curah hujan yang kurang serta tidak tersedianya saluran irigasi.
Beberapa masyarakat setempat juga mulai mencoba tanaman-tanaman lainnya seperti Pindang dan Kopra. Lambat laun kedua tanaman ini menjadi penghasil yang cukup besar bagi mereka.
Pindah Kekuasaan
Sedikit berbicara soal politik, seluruh penjuru negeri di Aceh sudah jatuh ke tangan Belanda hanya dalam 4 tahun sejak pecahnya perang pada tahun 1873. Sejak saat itu, pihak Belanda mulai menata kembali pemerintahan secara keseluruhan di wilayah ini.
Dalam menjalankan pemerintahan, Belanda tudak turun tangan secara langsung, melainkan lewat perantara adat yang sudah terbentuk secara historis. Maka dari itu, terbentuklah onderafdeling di Aceh Timur yang terbagi dalam beberapa wilayah.
- Kerkhof Peucut, Bukti Nyata Ketangguhan Rakyat Aceh Melawan Kolonialisme
- Bedah Buku Merahnya Ajaran Bung Karno, Hasto Sindir Kekuasaan untuk Kedaluatan Rakyat Diubah untuk Keluarga
- Kisah Buruh Perkebunan Karet di Aceh Timur, Gelombang Rekrutan Kuli dari Masyarakat Jawa
- Rekam Jejak Perkebunan Teh di Gunung Dempo, Komoditas Lokal yang Mendunia
Masuknya Tanaman Karet
Secara umum, seluruh hasil karet memang berasal dari luar Pulau Jawa, salah satunya di Sumatera. Penegakan kekuasaan kolonial akhirnya ditujukan kepada pihak-pihak investor.
Penanaman karet di Aceh Timur ini juga tidak beda jauh dengan tanaman tebu dan tembakau. Dari segi penanaman hingga proses ekspor sudah tergolong cukup mantap.
Namun, wilayah Aceh Timur tepatnya di Tamiang pernah menjadi pilihan tempat untuk melakukan aktivitas pertambangan minyak bumi yang dikelola oleh pihak swasta. Alhasil, bisnis tersebut tidak berjalan baik karena Tamiang bukan wilayah yang cocok untuk pertambangan.
Kemudian, untuk mengembalikan citra Aceh Timur, pemerintah kolonial Belanda melakukan perubahan agar menarik minat investor. Kemudian dibukalah perkebunan karet di Langsa pada tahun 1907 dengan tanah seluas 5.000 hektare.
Berkembang Pesat
Perkebunan karet swasta pertama di Aceh Timur adalah milik warga Belgia bernama A. Hallet. Ia berhasil mendapatkan tanah konsesi di Sungai Liput, termasuk dalam onderafdeling Tamiang. Pada tahun 1909, perusahaan dengan nama Tamiang Rubbe Estates mendapatkan konsesi tanah seluas 4.753 hektare.
Hingga tahun 1912, seluruh wilayah di Aceh Timur sudah terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan hanya berselang 9 tahun kemudian sudah terdapat 21 perusahaan karet di sana.