Bahan-bahan Rahasia Ini Dipakai Orang Mesir Kuno untuk Membuat Tinta Warna Merah dan Hitam
Berikut rahasia yang tersembunyi orang-orang Mesir Kuno dalam membuat tinta.
Berikut rahasia yang tersembunyi orang-orang Mesir Kuno dalam membuat tinta.
Bahan-bahan Rahasia Ini Dipakai Orang Mesir Kuno untuk Membuat Tinta Warna Merah dan Hitam
Penelitian telah menemukan 12 fragmen papirus kuno zaman Mesir Kuno. Papirus adalah bahan menyerupai kertas tebal yang digunakan pada zaman dahulu sebagai tempat menulis.
Peneliti mengungkap beberapa detail bagaimana orang-orang Mesir Kuno membuat tinta merah dan hitam.
Perlu diketahui, orang Mesir kuno menggunakan tinta untuk menulis setidaknya sejak 3200 SM.
Namun, sampel yang dipelajari dalam kasus ini berasal dari tahun 100-200 M dan awalnya dikumpulkan dari perpustakaan kuil Tebtunis.
Satu-satunya perpustakaan institusi berskala besar yang diketahui bertahan dari periode tersebut.
-
Bagaimana warna hijau dibuat di Mesir Kuno? Dibuat dari campuran perunggu dan mineral tembaga, warna ini melambangkan kebaikan, pertumbuhan, kehidupan, akhirat, dan kebangkitan.
-
Siapa yang menemukan tinta di Mesir kuno? Ini salah satu penemuan revolusioner kala itu. Pada mulanya, mereka mencampur getah nabati, jelaga, dan lilin lebah untuk membuat tinta sebelum mengganti jelaga dengan bahan lain, seperti oker merah, untuk menciptakan berbagai warna.
-
Bagaimana bangsa Mesir kuno mendapat warna biru? Bangsa Mesir bahkan membuat pewarna biru dari bahan yang lebih berharga, yaitu batu lapis lazuli.
-
Mengapa orang Mesir kuno menciptakan perunggu? Mereka menemukan bahwa dengan mencampurkan sedikit bijih timah dengan bijih tembaga akan tercipta perunggu.Perunggu lebih keras dan tahan lama dibandingkan logam lain pada masa yang dikenal sebagai Zaman Perunggu itu.
-
Bagaimana orang Mesir Kuno membuat bir? Para pekerja yang membangun piramida ada yang dibayar dengan bir 4-5 liter sehari. Dari sini ilmuwan meyakini juga orang Mesir Kuno sangat andal dalam membuat bir dengan kualitas yang sangat baik.
-
Bagaimana teknik membuat kaos kaki Mesir Kuno? Teknik "Nålbindning" Menurut informasi, kaos kaki ini dibuat dengan teknik nålbindning, yang sering disebut sebagai jaring tanpa simpul atau rajutan jarum tunggal, sebuah teknik yang lebih mirip menjahit daripada merajut.
Dengan menggunakan berbagai teknik radiasi sinkrotron, termasuk penggunaan sinar X berkekuatan tinggi untuk menganalisis sampel mikroskopis, para peneliti mengungkap komposisi unsur, molekul, dan struktur tinta dengan detail yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Dengan menerapkan teknologi tercanggih abad ke-21 untuk mengungkap rahasia tersembunyi dari teknologi tinta kuno, kami berkontribusi terhadap pengungkapan asal mula praktik menulis,"
Fisikawan Marine Cotte dari European Synchrotron Radiation Facility (ESRF) di Perancis dikutip dari ScienceAlert, Selasa (5/9).
Penelitian yang dilakukan pada 2020 mengungkapkan bahwa Tinta merah biasanya digunakan untuk menyorot judul, instruksi, atau kata kunci, kemungkinan besar diwarnai oleh pigmen alami oker, seperti besi, aluminium, dan hematit.
Yang lebih menarik adalah penemuan senyawa berbahan dasar timbal pada tinta hitam dan merah tanpa pigmen tradisional yang digunakan untuk pewarna.
“Pengering berbahan dasar timbal mencegah pengikat menyebar terlalu banyak, ketika tinta atau cat diaplikasikan pada permukaan kertas atau papirus, Memang benar, dalam kasus ini, timbal membentuk lingkaran cahaya tak kasat mata yang mengelilingi partikel oker,” tulis tim dalam penelitian mereka.
Sumber foto: The Papyrus Carlsberg Collection/ESRF
Selain menjelaskan bagaimana orang Mesir kuno menjaga papirus mereka bebas noda, buku ini juga menyarankan beberapa teknik pembuatan tinta yang cukup khusus.
Kemungkinan besar pendeta kuil yang menulis menggunakan tinta ini bukanlah orang yang pertama kali mencampurkannya.
“Fakta bahwa timbal tidak ditambahkan sebagai pigmen tetapi sebagai pengering menyimpulkan bahwa tinta memiliki resep yang cukup rumit dan tidak dapat dibuat oleh sembarang orang,”
Egyptologist Thomas Christiansen, dari Universitas Kopenhagen di Denmark.