Sejarah Keberadaan Orang Yahudi di Suriah, dari Kedatangan Nabi Ilyas 3000 Tahun lalu Kini Jumlahnya Tinggal 9 Orang
Warga Yahudi di Suriah kembali berziarah ke Sinagoge Jobar yang bersejarah.
Di pinggiran Kota Damaskus, segelintir orang Yahudi yang tersisa di Suriah kini dapat kembali berziarah ke Sinagoge Jobar, salah satu sinagoge tertua di dunia. Sinagoge ini pernah menjadi tempat ibadah bagi orang-orang dari seluruh wilayah sebelum perang saudara yang berkepanjangan menghancurkannya.
Perang saudara yang berlangsung selama 13 tahun telah menyebabkan kerusakan parah pada Sinagoge Jobar, yang juga dikenal sebagai Sinagoge Eliyahu Hanavi. Dinding dan atapnya runtuh, dan sejumlah artefak berharga hilang. Sebuah papan marmer di pintu gerbang sinagoge ini menunjukkan bahwa bangunan ini pertama kali didirikan 720 tahun sebelum Masehi. Demikian dilansir VOA Indonesia, Senin (30/12/2024).
Sejak para pemberontak menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada 8 Desember lalu, akses ke daerah pinggiran Jobar yang sebagian besar hancur akibat gempuran pasukan pemerintah menjadi lebih aman. Hal ini memungkinkan warga Yahudi yang tersisa untuk kembali mengunjungi tempat suci mereka.
Kondisi Komunitas Yahudi di Suriah
Komunitas Yahudi di Suriah saat ini hanya terdiri dari sembilan orang, yang sebagian besar adalah lanjut usia. Kepala komunitas Yahudi setempat menyatakan bahwa mereka percaya tidak akan ada lagi orang Yahudi yang tinggal di Suriah dalam beberapa tahun mendatang.
Salah satu pengunjung Sinagoge Jobar, Bakhour Chamntoub, yang merupakan ketua komunitas Yahudi di Suriah, mengungkapkan, “Sinagoge ini sangat berarti bagi kami.”
Laki-laki berusia 74 tahun ini mengunjungi sinagoge tersebut setelah 15 tahun dan merasa sedih melihat kerusakan yang terjadi.
Chamntoub menolak untuk meninggalkan Suriah selama perang meskipun 12 saudara kandungnya telah pergi. Dia merasa bahagia tinggal di Suriah dan dikelilingi oleh orang-orang yang menghormatinya, meskipun banyak warga Yahudi lainnya memilih untuk tidak berbicara terbuka tentang keyakinan mereka karena alasan keamanan.
Sejarah Panjang Komunitas Yahudi
Komunitas Yahudi di Suriah memiliki sejarah yang panjang, dimulai sejak Nabi Ilyas singgah di Damaskus hampir 3.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1099, setelah tentara Kristen menaklukkan Yerusalem, sekitar 50.000 orang Yahudi melarikan diri ke Damaskus, menjadikannya pusat penting bagi komunitas Yahudi.
Gelombang selanjutnya dari orang Yahudi tiba di Suriah setelah melarikan diri dari Inkuisisi Spanyol yang dimulai pada 1492. Pada awal abad ke-20, populasi Yahudi di Suriah mencapai sekitar 100.000 orang, tetapi jumlah ini menurun drastis setelah berdirinya negara Israel pada 1948.
Selama 54 tahun di bawah kekuasaan keluarga Assad, warga Yahudi menikmati kebebasan beribadah, meskipun banyak yang terpaksa bermigrasi ke negara lain akibat berbagai pembatasan dan ketegangan sosial.
Kondisi Sinagoge Jobar Pasca Perang
Sebelum konflik berkepanjangan di Suriah, Chamntoub dan anggota komunitas Yahudi lainnya secara rutin datang ke Sinagoge Jobar untuk berdoa. Namun, banyak dari artefak berharga, termasuk Taurat dan lampu gantung, hilang atau dicuri oleh penjarah selama perang.
Barakat Hazroumi, seorang Muslim yang tinggal dekat Sinagoge Jobar, menceritakan bagaimana dia membantu jamaah Yahudi dengan menyalakan lampu pada hari Sabat.
"Itu adalah tempat keagamaan yang indah,” ujarnya merujuk pada sinagoge yang dilindungi oleh kelompok pemberontak selama periode perang.
Setelah pasukan Assad merebut kembali Jobar, aturan keamanan yang ketat diberlakukan, sehingga akses ke daerah tersebut menjadi lebih sulit bagi banyak orang.
Harapan untuk Kebebasan Beragama
Penguasa baru Suriah, yang dipimpin oleh kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham, menjanjikan kebebasan beribadah bagi semua agama. Meskipun ada beberapa serangan sektarian, mayoritas serangan ditujukan kepada anggota sekte minoritas Alawi yang dianut keluarga Assad.
Setelah kunjungan ke Sinagoge Jobar, Chamntoub kembali ke rumahnya di Damaskus yang bersejarah, dekat dengan sekolah swasta Yahudi yang dikenal sebagai Maimonides. Sekolah ini, yang didirikan pada tahun 1944, telah ditutup selama beberapa dekade, tetapi masih menyimpan kenangan bagi komunitas Yahudi.
Daerah tersebut dikenal sebagai kawasan Yahudi, di mana banyak rumah tua telah ditutup dan ditandai oleh Komite Tinggi Urusan Yahudi di Suriah.
Tantangan yang Dihadapi Komunitas Yahudi
Ketika populasi Yahudi menyusut, mereka menghadapi kesulitan dalam mendapatkan makanan halal. Chamntoub mengandalkan paket daging dari saudara kandungnya di Amerika yang dikirim setahun sekali. Di masa lalu, dia biasa pergi ke pasar ayam bersama seorang teman Yahudi, tetapi sekarang ia kesulitan untuk berjalan.
Chamntoub kini lebih sering memasak hidangan vegetarian untuk dirinya sendiri dan seorang wanita Yahudi berusia 88 tahun, Firdos Mallakh, yang tidak memiliki kerabat yang tersisa di Suriah. Mallakh, yang duduk di sofa, mengaku tidak ingin membuang-buang bensin untuk pemanas gas.
Chamntoub berharap bahwa dengan jatuhnya Assad, warga Suriah akan menikmati lebih banyak kebebasan, termasuk kebebasan ekonomi dan kebebasan beribadah.