Potongan Pajak THR Tahun Ini Ternyata Lebih Besar, Begini Hitungannya
Pegawai tetap yang menerima THR dan bonus, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto.
Pegawai tetap yang menerima THR dan bonus, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto.
Potongan Pajak THR Tahun Ini Ternyata Lebih Besar, Begini Hitungannya
Bagi Anda pegawai tetap yang menerima tunjangan hari raya (THR) harus bersiap-siap dikenai Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan yang lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya.
merdeka.com
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Pribadi.
Beleid tersebut mengatur, besaran nilai PPh 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak.
"Jumlah penghasilan bruto untuk pegawai tetap yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dalam 1 masa pajak,"
tulis petunjuk umum PMK 168/2023, dikutip Senin (18/3).
Pada Pasal 5 ayat (1) huruf a PMK 168/2023, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap baik yang bersifat teratur ataupun yang tidak teratur.
Secara rinci, dalam Pasal 5 ayat (3) PMK 168/2023, penghasilan teratur dan tidak teratur bagi pegawai tetap meliputi gaji, tunjangan dalam bentuk apapun, uang lembur, bonus, THR sampai jasa produksi.
Artinya, jika pegawai tetap menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dan bonus dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto.
Potongan pajak Pph Pasal 21 tahun ini terlihat lebih besar dibandingkan tahun berjalan saat ini. Sebab, terdapat perbedaan skema penghitungan untuk pemotongan pajak yang mulai berlaku di tahun 2024.
Berikut perbedaannya;
Skema pemotongan sebelumnya adalah sebagai berikut:
Penerima gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5 persen x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp500.000, maka penghasilan neto sebulan Wajib Pajak dengan status menikah dan tanpa tanggungan (Retto)sebesar Rp9.500.000,00.
Adapun penghasilan neto selama satu tahun dihitung sebagai berikut:
12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000.
Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk ke dalam kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0.
Sehingga, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp58.500.000, sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp55.500.000.
Setelah menemukan nilai Penghasilan Kena Pajak, maka rumusan PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5 % x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.
Maka potongan Pph Pasal 21 Retto jika merujuk skema sebelumnya yaitu Rp231.250
Skema pemotongan pajak saat ini:
Penghasilan bruto Retto dikalikan dengan tarif efektif rata-rata (TER) bulanan sesuai status PTKP dari pegawai tetap yang menerima penghasilan.
Misalnya, seorang pegawai tetap bernama Tuan X (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp7,5 juta pada masa pajak Februari 2024.
Atas penghasilan bruto tersebut, Tuan X dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,25 persen.
Namun pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Tuan X naik menjadi Rp16 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja.
Maka terdapat perubahan tarif, di mana tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto senilai Rp 16 juta adalah 7 persen.
Akan tetapi, penerapan tarif efektif ini tidak menimbulkan perbedaan beban pajak dalam satu tahun untuk seluruh tingkat penghasilan dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya.
Nantinya, kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut wajib dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.
Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:
Januari - November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000 per bulan
Desember : Rp2.775.000 - (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000
Dengan membandingkan skema penghitungan pajak sebelumnya dengan saat ini, maka terjadi kenaikan Rp75.000.