Tradisi Keluarga Membawa Kesuksesan, Usaha Tirai Bambu Tembus Pasar Ekspor Hingga ke Prancis
Sejauh ini, dia telah mengabdikan diri untuk meneruskan dan mengembangkan tradisi kerajinan keluarganya.
Kisah Mita yang merupakan pengusaha kerajinan MB Bambu yang berlokasi di Bonoroto Utara, Taman Jayawijaya, Mojosongo, Surakarta mungkin bisa menginspirasi. Usaha ini bagi dia bukan hanya sekadar bisnis, melainkan juga warisan berharga yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Mita merupakan lulusan kimia dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Sejauh ini, dia telah mengabdikan diri untuk meneruskan dan mengembangkan tradisi kerajinan keluarganya.
-
Apa yang sukses dari keluarga petani itu? Dalam unggahan tersebut disebutkan orang tua Leo adalah seorang petani yang hidup sederhana. Video itu sudah ditonton hingga lebih dari 2 juta kali dan mendapatkan banyak respons positif dari warganet.'Yang hebat bukan anaknya tapi ortunya,' tulis akun tiktok @_delxxx dalam kolom komentar.'Keren orang tuanya… ,' tulis akun @nuning_callista.
-
Mengapa Parsi memulai bisnis anyaman bambu? 'Bukannya untung, malah rugi. Sampai tiga bulan tidak bisa bayar cicilan KUR (Kredit Usaha Rakyat) ke BRI. Pendapatan hanya cukup buat makan dan bayar sekolah anak,' tutur Pasri saat ditemui Merdeka.com di kediamannya, Selasa (27/2/2024). Tak mau terlalu lama terbenam dalam keputusasaan, Pasri bertekad bangkit. Masih mempertahankan prinsip mengolah potensi di sekitar rumah jadi punya nilai ekonomi, Pasri melirik bambu.
-
Siapa yang terinspirasi untuk membuka usaha? Usaha ini bermula dari suami Qori yang memiliki ketertarikan dalam dunia kuliner.
-
Siapa mantan TKW yang sukses berjualan bandeng? Berbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
-
Bagaimana UMKM Purwakarta ini sukses menembus pasar internasional? Tekun berusaha Ternyata rahasia pertama dari usaha panganan yang dibuat warga bernama Cucu Nengsih ini adalah tekun dalam berusaha.Ia konsisten untuk menjual produk pastel mini, dengan memperhatikan kemasan penyajian dan kualitas produk.
-
Bagaimana cara sukses dalam bisnis? Orang sukses adalah mereka yang melakukan hal-hal yang orang biasa tidak mau melakukannya untuk mendapatkan apa yang orang biasa tidak dapatkan.
Perjalanan kerajinan ini bermula pada tahun 1948, ketika kakek Mita mengalami kebangkrutan dalam bisnis kayu jati. Alih-alih menyerah, beliau mengambil langkah dengan memanfaatkan bahan baku yang tersedia di sekitar, yaitu bambu.
Kakeknya mulai meronce bilah-bilah bambu dan menganyam dengan tali serabut, menghasilkan produk yang menarik perhatian pelanggan. Melalui ketekunan dan inovasi, usaha ini mulai berkembang pesat.
Seiring berjalannya waktu, beberapa anggota keluarga, termasuk ayah Mita, Pak Bayek, ikut terjun ke dalam usaha ini. Dalam perjalanan usahanya, Pak Bayek tidak hanya mengembangkan produk tetapi juga memperluas pasar hingga ke luar negeri.
Mita mengenang bagaimana ayahnya sering membawa seluruh keluarga untuk terlibat dalam produksi, sehingga sejak kecil mereka sudah dikenalkan pada dunia kerajinan bambu.
Inovasi dan Variasi Produk
Mita mulai terlibat dalam usaha keluarga sejak tahun 2015. Dia membantu dalam pemasaran sambil menyelesaikan kuliah. Dalam prosesnya, Mita menyaksikan bagaimana produk-produk kerajinan bambu dapat menyentuh pasar yang lebih luas.
"Awalnya saya hanya membantu, tetapi setelah lulus pada 2017, ayah saya memberi kesempatan untuk mengambil alih beberapa pesanan," ungkap Mita dalam tayangan YouTube Lariso.
Adanya dukungan tim yang terdiri dari karyawan tetap dan pekerja paruh waktu, Mita berupaya meningkatkan kualitas dan variasi produk. Produknya tidak hanya terbatas pada tirai bambu, tetapi juga mencakup furniture seperti kursi, meja, dan lemari.
Mita memproduksi produk berdasarkan pesanan, sehingga setiap produk memiliki karakteristik unik dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Jadi, kerajinan ini memiliki daya tarik tersendiri, dan keindahan produk bambu terletak pada proses pengerjaannya yang sangat terampil.
Salah satu nilai inti yang diajarkan oleh kakek Mita adalah pentingnya menjaga kualitas. Sejak dulu kakeknya selalu berpegang pada prinsip bahwa kepuasan pelanggan datang dari kualitas yang baik.
Kemudian, dalam setiap tahap produksi, timnya sangat selektif dalam memilih bahan. Tujuannya adalah agar produk atau barang dapat bertahan lama.
Mita juga mengungkapkan bahwa tirai bambu yang mereka produksi dapat bertahan lebih dari lima tahun. Bahkan, beberapa produk yang dibuat pada tahun 2000-an masih ada dan digunakan hingga kini.
"Kami berkomitmen untuk tidak hanya menjual produk, tetapi juga menjual kepercayaan dan kepuasan kepada pelanggan," kata Mita.
Rugi Rp20 Juta
Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Mita mengakui bahwa mereka pernah menghadapi tantangan serius ketika salah satu karyawan yang dipercaya tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Karyawan tersebut menghubungi pelanggan secara langsung dan menyebabkan kerugian finansial hingga Rp20 juta.
Pengalaman tersebut memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kepercayaan dan integritas dalam bisnis. Mita berusaha untuk membangun kembali reputasi usaha yang sempat tercoreng dan berkomitmen untuk selalu menjaga kualitas dan pelayanan.
Saat ini, Mita berambisi untuk memperluas jangkauan pemasaran, termasuk berpartisipasi dalam pameran internasional. Baru-baru ini, MB Bambu ikut dalam kurasi ekspor ke Prancis, yang memberikan kesempatan untuk menjangkau pasar global. Mita berharap ke depannya dapat lebih rutin dalam melakukan ekspor dan memperkenalkan produk kerajinannya kepada dunia.
Mita menambahkan bahwa mereka sedang menjelajahi peluang untuk ikut dalam pameran dan kolaborasi dengan institusi pendidikan, seperti yang dilakukan suaminya yang merupakan alumni Universitas Sebelas Maret.
Melalui usaha ini, Mita tidak hanya melestarikan warisan keluarganya tetapi juga membangun masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. Berkat tekad dan semangat yang tak tergoyahkan, MB Bambu berkomitmen untuk terus mengukir prestasi dan memberikan kontribusi bagi industri kerajinan lokal.
Reporter Magang: Thalita Dewanty