Astronom Akhirnya Temukan Asal-Usul Sinyal Radio Misterius dari Jarak 200 Juta Tahun Cahaya
Ilmuwan akhirnya menemukan asal-usul pancaran sinyal radio yang berasal dari jarak 200 juta tahun cahaya dari Bumi.
Setiap hari, beberapa kali sehari, ledakan besar gelombang radio memancar dari sudut-sudut terjauh alam semesta, masing-masing membawa energi lebih besar daripada yang dihasilkan matahari kita dalam sebulan.
Meskipun ribuan fast radio burst (FRB) ini telah terdeteksi, asal-usulnya tetap menjadi misteri. Hingga akhirnya berkat pendekatan inovatif yang menggunakan distorsi alam semesta sebagai kaca pembesar, ilmuwan bisa mengetahui asal-usulnya.
-
Di mana sinyal radio ini ditangkap? Mengutip dari indy100, Rabu, (08/11), sinyal radio ini merupakan salah satu sinyal besar yang ditangkap oleh teleskop radio SKA Pathfinder Australia.
-
Bagaimana NASA menemukan sinyal misterius itu? Mereka sedang melihat data selama lebih dari satu dekade dari salah satu teleskop utama NASA ketika mereka menangkap sinyal tersebut.
-
Kapan sinyal radio itu dipancarkan? Para astronom baru saja dikejutkan dengan temuan sinyal radio yang berusia 8 miliar tahun yang memiliki kekuatan energi sangat besar.
-
Dimana suara misterius itu didengar oleh astronot? Mengutip tulisan BBC pada 2016, dalam sebuah wawancara ia menceritakan pernah mendengar suara misterius di badan pesawat.
-
Siapa yang menemukan sinyal misterius itu? Para astronom NASA telah menemukan "sinyal" yang tidak dapat dijelaskan datang dari luar galaksi ini. Mereka sedang melihat data selama lebih dari satu dekade dari salah satu teleskop utama NASA ketika mereka menangkap sinyal tersebut.
-
Apa yang ditemukan oleh para astronom di luar angkasa? Para astronom telah mendeteksi partikel langka dan berenergi sangat besar yang jatuh ke Bumi dari luar angkasa.
Kembang api kosmik ini, yang dikenal sebagai FRB, dapat bersinar lebih terang daripada seluruh galaksi meskipun hanya berlangsung selama satu per seribu detik.
Sejak ditemukan pada tahun 2007, astronom telah mendeteksi mereka di mana-mana, mulai dari galaksi kita sendiri hingga sejauh 8 miliar tahun cahaya. Asal-usul pastinya telah memicu perdebatan intens dalam komunitas ilmiah.
Kelap-kelip bintang
Kini, sebuah tim internasional yang dipimpin oleh peneliti MIT telah menemukan bukti kuat tentang asal-usul ledakan ini dengan mempelajari ledakan yang diberi nama "20221022A," yang terletak di galaksi sekitar 200 juta tahun cahaya dari Bumi.
Penelitian mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Nature, memanfaatkan fenomena yang disebut scintillation — efek yang sama yang membuat bintang tampak berkelap-kelip di langit malam.
Seperti halnya atmosfer Bumi yang menyebabkan cahaya bintang berkelap-kelip, awan elektron di luar angkasa menyebabkan gelombang radio tersebar dan saling mengganggu, menciptakan pola khas dalam sinyal yang mencapai teleskop kita.
- Kiamat Sebentar Lagi? Astronom Sebut Matahari akan Berubah Jadi Raksasa Merah & Menelan Bumi
- Ahli Astronomi Ungkap Sinyal Misterius yang Dipancarkan ke Bumi dari Bintang Mati Berjarak 6.200 Tahun Cahaya
- Ahli Astronomi Ungkap 'Sosok' Raksasa Merah Berusia 7 Miliar Tahun, Berada Dekat dengan Matahari
- Astronom Muslim Ini Punya Peran Besar Ungkap Misteri Alam Semesta
Semakin kecil atau semakin jauh suatu objek, semakin banyak ia "berkelap-kelip." Dengan menganalisis pola kelap-kelip ini, para astronom dapat menentukan ukuran dan lokasi sumber ledakan, mirip dengan cara seorang astronom dapat menyimpulkan sifat-sifat bintang dari kelap-kelipnya.
Para peneliti mendeteksi dua skala berbeda dari penyebaran dalam gelombang radio FRB 20221022A: satu disebabkan oleh materi di galaksi kita sendiri, dan yang lainnya dari materi di dekat sumber ledakan.
Melalui analisis cermat, mereka menentukan bahwa wilayah emisi tersebut sangat kecil — sekitar 10.000 kilometer, lebih pendek dari jarak antara New York dan Singapura.
"Di lingkungan bintang neutron ini, medan magnet benar-benar berada pada batas maksimum yang dapat dihasilkan alam semesta," jelas penulis utama Kenzie Nimmo, seorang postdoktoral di Kavli Institute for Astrophysics and Space Research MIT, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Studyfinds.org, Kamis (2/1).
"Ada banyak perdebatan tentang apakah emisi radio terang ini bahkan bisa lolos dari plasma ekstrem tersebut."
Ukuran yang begitu kecil ini menantang teori-teori yang menyatakan bahwa FRB dihasilkan jauh dari objek sumbernya. Model-model seperti itu biasanya memprediksi bahwa FRB berasal dari jarak puluhan juta kilometer.
Sebaliknya, hasil ini sangat mendukung gagasan bahwa FRB dihasilkan di dalam atau tepat di luar magnetosfer, yaitu wilayah yang didominasi oleh medan magnet kuat bintang neutron.
Lingkungan di sekitar bintang neutron yang sangat magnetis, yang dikenal sebagai magnetar, sangat ekstrem sehingga atom tidak dapat bertahan — mereka akan hancur oleh medan magnet yang intens.
"Yang menarik di sini adalah, kami menemukan bahwa energi yang tersimpan di medan magnet tersebut, dekat dengan sumber, berputar dan berkonfigurasi ulang sedemikian rupa sehingga dapat dilepaskan sebagai gelombang radio yang dapat kita lihat dari setengah alam semesta," kata Kiyoshi Masui, profesor fisika di MIT.
Pengukuran ini memerlukan presisi luar biasa dan teknik analisis yang canggih.
Sejak tahun 2020, CHIME telah mendeteksi ribuan FRB dalam rentang deteksi optimalnya, dengan beberapa penemuan baru setiap hari.
Presisi yang dicapai sangat luar biasa. Seperti yang dicatat Masui, "Memperbesar wilayah berukuran 10.000 kilometer, dari jarak 200 juta tahun cahaya, seperti mampu mengukur lebar heliks DNA, sekitar 2 nanometer, di permukaan Bulan."