Belanda Kembalikan 288 Artefak Curian ke Indonesia, Ada Senjata Sampai Perhiasan
Sebagian besar artefak dicuri setelah perang brutal tahun 1906 yang menewaskan sekitar 1.000 orang Bali.
Pemerintah Belanda mengembalikan 288 artefak curian ke Indonesia, yang dicuri selama zaman penjajahahan. Benda tersebut terdiri dari koin, senjata, perhiasan, dan kain.
"Benda-benda ini tidak seharusnya berada di sini," kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Sains Belanda, Eppo Bruins, seperti dilaporkan Dutch News.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Belanda? Biji tanaman ini ditemukan di dalam tulang hewan di pemukiman Romawi yang disebut Houten-Castellum di Belanda.
-
Di mana penelitian tentang berang-berang Zaman Batu di Belanda dilakukan? Bekerja bersama dengan arkeolog Shumon Hussain dari Universitas Aarhus, Brusgaard menganalisis penggalian sebelumnya di Belanda, Skandinavia selatan, wilayah Baltik, dan Rusia.
-
Bagaimana artefak-artefak kuno itu ditemukan? Berbagai artefak ini merupakan hasil penggalian terbaru (2022-2023) oleh Departemen Arkeologi Negara Bagian Tamil Nadu (TNSDA) yang baru saja selesai.
-
Di mana M. Sjaaf menyelesaikan studinya di Belanda? Tahun 1923 saat usianya menginjak 34 tahun, Sjaaf berhasil menyandang gelar doktor setelah melakukan studi di Universitas Amsterdam.
-
Kenapa Jaka Sembung melawan Belanda? Ia juga akan meyakinkan masyarakat bahwa kolonialisme merupakan bentuk perbudakan dan akan merugikan kampung ketika sudah berhasil dikuasai.
-
Apa yang menjadi bukti perluasan kekuasaan Belanda di Sumatra Barat? Tak hanya menjadi saksi Perang Padri, Benteng de Kock juga menjadi bukti bahwa Belanda telah menduduki tanah Sumatra Barat yang meliputi Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.
“Terjadi penjarahan dan pencurian pada masa kolonial dan berbagai bentuk kehilangan benda budaya yang tidak disengaja. Mengembalikan benda-benda tersebut adalah masalah keadilan material," jelasnya, dikutip dari laman Smithsonian, Senin (30/9).
Ini kedua kalinya Belanda mengembalikan artefak curian ke Indonesia, setelah sebelumnya pada 2023. Pengembalian benda penting ini dilakukan setelah Komite Koleksi Kolonial independen mengeluarkan laporan agar Belanda mengembalikan barang curian tersebut.
Repatriasi pertama dilakukan pada Juli 2023, ketika pemerintah Belanda mengembalikan 478 artefak ke Indonesia dan Sri Lanka.
Di antara artefak yang dikembalikan adalah empat patung Hindu-Buddha. Salah satunya adalah patung dewa Ganesha, yang dikirim ke Belanda dari Jawa Timur pada 1843 atas perintah pemerintah kolonial. Tiga patung lainnya adalah patung dewa Bhairava, Nandi dan Brahma, diambil dari Singasari, kompleks candi abad ke-13 di.Jawa Timur, pada pertengahan abad ke-19.
Perang Berdarah di Bali
Namun sebagian besar artefak dibawa ke Belanda setelah perang berdarah di Bali pada 1906, ketika militer Belanda menyerang kerajaan Badung dan Tabanan. Dalam perang tersebut, sekitar 1.000 orang Bali terbunuh dan hanya empat pria Belanda yang tewas.
- Indonesia Berhasil Pulangkan 288 Artefak Bersejarah dari Belanda
- Melihat Asyiknya Orang Belanda Liburan di Situ Bagendit Garut Tahun 1912, Naik Perahu Berombongan
- Kejari Jelaskan Perkara Sukena Terancam Penjara 5 Tahun Gara-Gara Pelihara Landak
- Kelakuan Turis di Bali Makin Brutal, Pecalang Malah Dipukul Pakai Tongkat Gara-Gara Tak Terima Ditegur
Laporan penasehat yang dikeluarkan oleh Komite Koleksi Kolonial membagi benda-benda tersebut ke dalam beberapa kategori: “rampasan resmi” seperti barang-barang milik raja Bali yang digulingkan, koin dan senjata yang disita, dan artefak dari kepemilikan pribadi seorang seniman Belanda yang membeli atau memperoleh barang-barang yang terkait dengan konflik tahun 1906. Pemerintah Indonesia secara resmi meminta pengembalian benda-benda penting secara budaya ini, yang secara kolektif dikenal sebagai Koleksi Puputan Badung, September lalu.
Menurut pernyataan tersebut, komite saat ini sedang mempersiapkan rekomendasi untuk permintaan repatriasi tambahan dari Nigeria, Sri Lanka, India, dan Indonesia. Sementara beberapa kritikus repatriasi telah menyuarakan kekhawatiran tentang bagaimana negara-negara miskin akan merawat artefak mereka yang dikembalikan, Marieke van Bommel, direktur jenderal Museum Nasional Budaya Dunia, mengatakan kepada Lynsey Chutel dari New York Times bahwa “pencuri tidak dapat memberi tahu pemilik yang sah apa yang harus dilakukan dengan properti mereka.”