Ilmuwan Dibikin Pusing Gara-Gara Fosil Cacing Laut Terperangkap dalam Pohon Selama 99 Juta Tahun, Bagaimana Bisa?
Fosil tersebut diperkirakan sebagai spesies dari kelas cestoda, juga dikenal sebagai cacing pita.
Fosil tersebut diperkirakan sebagai spesies dari kelas cestoda, juga dikenal sebagai cacing pita.
-
Kapan fosil hewan purba ini ditemukan? Fosil-fosil tersebut ditemukan sekitar 25 tahun yang lalu oleh ahli paleontologi Elizabeth Smith dan putrinya Clytie ketika mereka sedang memeriksa sisa-sisa tambang opal.
-
Di mana fosil hewan purba ditemukan di Sumedang? Dua fosil hewan purba yakni gading gajah dan tempurung kura-kura belum lama ini ditemukan di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
-
Di mana fosil hewan laut purba ini ditemukan? Penemuan ini bermula ketika pada 1983, anggota Royal Ontario Museum menjelajahi Canadian Rockies dan menemukan lapangan fosil yang sangat luas di Taman Nasional Yoho, menurut studi yang diterbitkan pada 21 Juni dalam Journal of Systematic Palaeontology.
-
Siapa yang menemukan fosil hewan purba ini? Fosil-fosil tersebut ditemukan sekitar 25 tahun yang lalu oleh ahli paleontologi Elizabeth Smith dan putrinya Clytie ketika mereka sedang memeriksa sisa-sisa tambang opal.
-
Apa saja fosil hewan purba yang ditemukan di Desa Jembarwangi? Dua fosil hewan purba yakni gading gajah dan tempurung kura-kura belum lama ini ditemukan di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
-
Siapa yang menemukan fosil-fosil hewan purba tersebut? Ekspedisi untuk mengumpulkan fosil-fosil ini dilakukan pada tahun 2011 dan 2014 oleh para ilmuwan dari Zoological Society of London (ZSL).
Ilmuwan Dibikin Pusing Gara-Gara Fosil Cacing Laut Terperangkap dalam Pohon Selama 99 Juta Tahun, Bagaimana Bisa?
Fosil cacing parasit laut, bagian dari cacing pita laut, ditemukan terperangkap di dalam getah pohon damar. Penemuan ini membuat para ilmuwan garuk kepala.
Dilansir dari IFL Science, fosil tersebut diperkirakan sebagai spesies dari kelas cestoda , juga dikenal sebagai cacing pita yang berasal dari 99 juta tahun yang lalu. Cacing pita ini terperangkap dalam batu amber Kachin pada periode pertengahan Kapur dan ditemukan di Myanmar. Cestoda adalah kelas yang tersebar luas bahkan dapat menginfeksi manusia dan ditemukan di hampir semua ekosistem, termasuk di lingkungan laut.
Ordo trypanorhyncha, sebuah ordo dalam kelas Cestoda yang terdiri dari cacing parasit laut, biasanya menginfeksi spesies hiu dan pari laut dengan wujud larva. Hampir semua trypanorhyncha yang hidup adalah endoparasit hiu dan pari. Namun karena siklus hidupnya yang kompleks yang melibatkan dua inang dan tubuh lunak, mereka hanya diketahui dalam catatan fosil dari telur yang ditemukan pada koprolit hiu.
- Ilmuwan Temukan Fosil Hewan Mirip Bintang Laut Berusia 155 Juta Tahun, Separuh Tubuhnya Tidak Utuh
- Berkat Bocah 11 Tahun, Ilmuwan Berhasil Teliti Spesies Baru Reptil Laut Raksasa Berusia 200 Juta Tahun
- Fosil Berusia 247 Juta Tahun Ini Bikin Peneliti Bingung, Sosoknya Baru Terungkap Setelah Seabad
- Satu-Satunya di Dunia, Ilmuwan Temukan Fosil Tengkorak Leluhur Gajah Berusia 7,5 Juta Tahun
“Catatan fosil cacing pita sangat jarang karena jaringan lunak dan habitat endoparasitnya, yang sangat menghambat pemahaman kita tentang evolusi awal mereka,” kata Wang Bo, peneliti utama studi tersebut dalam sebuah pernyataan.
Namun, ia menambahkan timnya telah "melaporkan fosil tubuh cacing pita yang pertama."
Batu amber menghasilkan pelestarian fosil yang luar biasa.
Berarti kemungkinan ini merupakan fosil tubuh cacing pipih yang paling meyakinkan yang pernah ditemukan.
Meski tidak lengkap & panjang, fosil ini memiliki ciri luar dalam yang luar biasa.
Di sepanjang tentakelnya, serta tubuhnya berongga & tidak berakar.
“Hal ini menjadikan penemuan ini sebagai fosil tubuh platyhelminth yang paling meyakinkan yang pernah ditemukan,” kata Luo Cihang, penulis pertama studi tersebut dan kandidat PhD dari NIGPAS.
Selain cacing pita laut, para peneliti juga menemukan trikoma pakis dan nimfa serangga yang terperangkap di dalam pohon damar, yang menunjukan bahwa parasit laut tersebut sedang berada di darat dan terperangkap di getah pohon saat mati.
Batu amber yang menutupi fosil tersebut juga mengandung butiran pasir, menunjukkan itu mungkin merupakan lingkungan pantai. Tim juga menulis, ujung fosil tersebut retak, menunjukkan bahwa fosil tersebut terkoyak.
Para penulis berpendapat, inang parasit tersebut adalah hiu atau pari yang terdampar di garis pantai berpasir setelah angin kencang atau gelombang pasang. Hiu tersebut kemudian dimangsa, dan parasit tersebut ditarik dari usus dan menempel pada resin di dekatnya. Mereka menekankan bahwa ini adalah gagasan spekulatif, namun menyoroti pentingnya amber dalam melestarikan fosil yang tidak terduga.
“Studi kami lebih lanjut mendukung hipotesis bahwa amber Kachin mungkin disimpan di lingkungan paleoen paralic, dan juga menyoroti pentingnya penelitian amber dalam paleoparasitologi,” selesai Wang.
Penelitian ini ditulis dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Geology.