Arkeolog Pecahkan Misteri Sosok Dalam Peti Mati yang Ditemukan di Bawah Katedral Notre-Dame, Ternyata Berisi Jasad Dua Tokoh Penting
Misteri ini terpecahkan setelah para arkeolog melakukan penelitian selama dua tahun.
Setelah dua tahun penelitian sejak ditemukannya dua peti mati di Katedral Notre-Dame, para peneliti akhirnya menemukan titik terang siapa sosok yang dikubur di dalam peti tersebut.
Sarkofagus yang ditemukan pada awal tahun 2022 itu menjadi penting bagi para arkeolog karena bahan timbal logam yang ada di dalam peti mati tersebut. Timbal biasanya digunakan pada peti mati untuk para kaum elit seperti milik Ratu Elizabeth II dari Inggris karena dapat menahan kelembaban dan mencegah pembusukan.
-
Siapa yang ditemukan dalam sarkofagus? Gambar yang dirilis oleh Kementerian Kepurbakalaan Mesir menunjukkan peti mati itu penuh dengan limbah cair berwarna merah, yang kemungkinan besar merembes masuk dari bangunan di sekitarnya melalui celah kecil pada batu granit.
-
Apa yang ditemukan di makam Prancis? Sebuah penelitian terhadap genom individu yang dikuburkan di makam kolektif berusia 4.500 tahun di Bréviandes-les-Pointes, dekat kota Troyes, Prancis, berhasil mengungkap hasil yang mengejutkan.
-
Apa yang ditemukan di dalam sarkofagus itu? Di dalam sarkofagus tersebut, mereka menemukan kerangka seorang wanita bersama sejumlah benda lain termasuk cermin.
-
Siapa yang menemukan sarkofagus? Arkeolog menemukan dua sarkofagus atau peti mati kuno di di Nekropolis Hisardere, distrik Iznik, Bursa, Turki.
-
Siapa yang menemukan peti mati? Peti Mati Mesir Kuno Berusia 1.500 Tahun Akhirnya Dibuka, Isinya Bikin Arkeolog Merinding
-
Siapa yang ditemukan di makam kuno itu? Arkeolog Sinthya Cueva menuturkan, sisa-sisa sebelas individu, diperkirakan berusia sekitar 800 tahun, ditemukan terkubur dengan kalung, anting, dan gelang.
Karena kedua orang yang dimakamkan di Notre-Dame dikubur dengan peti mati yang sangat mahal, maka para ahli menyimpulkan bahwa mereka tentunya berasal dari kalangan elit. Namun, siapakah mereka?
Dikutip dari laman Smithsonian, Jumat (20/9), para tim peneliti menggunakan prasasti di salah satu peti mati dan mengidentifikasi sosok yang dikubur di dalam peti tersebut adalah Antoine de la Porte, seorang pendeta yang wafat pada tahun 1710.
Sementara itu, peti mati “si penunggang kuda” hanyalah sebuah julukan karena ditemukan kelainan pada tulang rangka yang menunjukan bahwa ia menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan berkuda.
Ternyata kerangka “si penunggang kuda” adalah milik seorang penyair Renaisans Prancis bernama Joachim du Bellay yang meninggal pada tahun 1560.
Menderita Penyakit Kronis
Tim peneliti menghubungkan beberapa petunjuk dengan kisah hidup penyair ini yang terdokumentasikan dengan baik.
“Ia pernah berkuda dari Paris ke Roma, itu bukan hal yang mudah jika Anda menderita TBC seperti yang dialaminya," kata Eric Crubézy, seorang antropolog biologi di Universitas Toulouse III Prancis.
Menurut catatan Sejarah, Du Bellay menderita masalah kesehatan yang buruk di sepanjang hidupnya, sementara itu berdasarkan kerangkanya, du Bellay menunjukan tanda-tanda menderita meningitis kronis yang disebabkan oleh TB (tuberkolosis) tulang.
"Ia cocok dengan semua kriteria potret tersebut. Ia adalah seorang penunggang kuda yang ulung, menderita kedua kondisi yang disebutkan dalam beberapa puisinya, seperti dalam ‘The Complaint of the Despairing'," kata Crubézy.
Kerabat Kardinal
Catatan resmi menyatakanm du Bellay merupakan kerabat dari kardinal Prancis, Jean du Bellay, yang juga dimakamkan di tempat yang sama dengan du Bellay di kapel Saint-Crépin Notre-Dame.
Sayangnya pada saat penggalian makam Jean du Bellay pada tahun 1758, peneliti gagal menemukan tulang-tulang milik si penyair hingga harus tertunda dua abad setelahnya.
Kendati demikian, tidak semua orang yakin bahwa kerangka itu adalah milik du Bellay.
Christophe Besnier, seorang arkeolog dari Institut Nasional Prancis untuk Penelitian Arkeologi Preventif (INRAP) menyatakan hasil analisis isotop pada gigi “si penunggang kuda” menunjukan bahwa ia tumbuh di wilayah Paris atau Lyon, sedangkan du Bellay lahir di Anjou.
Menanggapi hal tersebut, Crubézy berpendapat bahwa du Bellay dibesarkan oleh kerabatnya yang lebih tua, Jean du Bellay yang pernah menjabat sebagai uskup Paris karena itu ia menghabiskan sebagian besar waktunya di ibu kota Prancis.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti