Penelitian Baru Ungkap Penyebab Runtuhnya Kekaisaran Bizantium, Ternyata Bukan Karena Wabah Mematikan
Dalam penelitian ini, ilmuwan menganalisis sampel dari bangkai kapal kuno.
Sejak lama diyakini Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium runtuh karena faktor alamiah seperti Zaman Es Kecil Antik Akhir (536–660 M) dan Wabah Yustinianus (541 M). Namun, penelitian terbaru di jurnal Klio yang dilakukan peneliti Haggai Olshanetsky dan Lev Cosijns membantah pandangan ini, dan menunjukkan bahwa Kekaisaran Bizantium justrum diperkirakan mengalami ledakan populasi selama periode tersebut.
Metodologi yang dilakukan kedua ilmuwan tersebut membuat mereka menemukan alasan sebenarnya di balik runtuhnya kekaisaran tersebut pada abad keenam Masehi.
Dikutip dari Greek Reporter, ilmuwan menggunakan pendekatan inovatif yaitu data makro dan mikro, menganalisis sampel dari bangkai kapal dan situs-situs penting di kota kota Elusa di Gurun Negev, Palestina.
Menurut para peneliti, runtuhnya Kekaisaran Bizantium terkait faktor manusia dan militer. Menurut penulis, bukti arkeologis yang digunakan untuk mendukung teori-teori bahwa kekaisaran ini runtuh karena wabah seringkali hanya bersifat parsial, dan kumpulan data lainnya sering kali diabaikan.
Temuan baru mereka menunjukkan, studi mengenai pemukiman dan pola perdagangan di Mediterania yang sebelumnya diabaikan menunjukkan adanya kesinambungan, bahkan mengklaim adanya kemungkinan perluasan.
Menurut peneliti, aktivitas komersial dan pertanian Kekaisaran Bizantium tetap bertahan selama abad ke-6 dan bahkan mungkin meningkat.
Perubahan Iklim
Penelitian juga menemukan, perubahan iklim mungkin hanya memainkan peran yang lebih terbatas terhadap kemunduran Kekaisaran Bizantium. Kendati belahan bumi utara mengalami penurunan suhu sebesar 1,6 derajat Celsius, penurunan suhu di wilayah seperti Mesir dan Palestina hanya sebesar 0,25 derajat.
Para penulis mengutip sumber-sumber utama dari periode waktu yang menunjukkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh debu vulkanik pada tahun 536 M hanya berlangsung sebentar dan oleh karena itu tidak terlalu relevan dengan kemunduran Kekaisaran Bizantium.
Menurut peneliti, peran Wabah Yustinianus dalam runtuhnya Kekaisaran Bizantium telah dilebih-lebihkan. Menurut para ahli, penyebabnya ada dua kemungkinan.Bukti dari periode tersebut hanya menunjukkan wabah kecil atau penyakit lain, dan bukan wabah ganas yang muncul kembali.
Selain itu, studi genetik terbaru mengenai Wabah Justinian menunjukkan bahwa wabah ini mungkin telah mencapai Eropa lebih awal, dan mungkin hidup berdampingan dengan populasi manusia tanpa memicu krisis. Tidak ada bukti kuat yang mendukung wabah ini menyebabkan depopulasi besar-besaran atau kemerosotan ekonomi yang tidak dapat diubah.
Ekspansi Islam
Para peneliti mengatakan, pendudukan di Elusa dan situs-situs lain terus berlanjut sepanjang abad ke-6 hingga awal abad ke-7. Baru setelah ekspansi Islam, Negev mulai mengalami kemunduran, kemungkinan besar disebabkan terganggunya jalur perdagangan dan berkurangnya aktivitas pertanian.
Salah satu temuan utamanya adalah stabilitas aktivitas komersial di Mediterania timur. Dengan menganalisis data kapal karam, penulis berpendapat bahwa, alih-alih mengalami penurunan, jalur perdagangan Mediterania timur malah menunjukkan kesinambungan atau bahkan pertumbuhan hingga akhir abad ke-6. Perdagangan yang sedang berlangsung ini, menurut mereka, tidak mencerminkan krisis ekonomi akibat wabah penyakit atau perubahan iklim. Baru pada abad ke-7, dengan penaklukan Islam dan berakhirnya konflik Persia, perdagangan mengalami penurunan yang signifikan.
Kesimpulan mereka selanjutnya didukung oleh bukti arkeologi dari Palestina dan wilayah Mediterania timur lainnya, yang mengungkapkan pertumbuhan populasi dan peningkatan pemukiman pada abad ke-6. Tren ini baru menurun pada abad ke-7, lebih mungkin disebabkan oleh pergolakan militer dan politik dibandingkan faktor alam.