Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kominfo: 33 Persen Pelaporan Kasus UU ITE Gunakan Pasal Pencemaran Nama Baik

Kominfo: 33 Persen Pelaporan Kasus UU ITE Gunakan Pasal Pencemaran Nama Baik Penggunaan Pasal UU ITE. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Teguh Arifiadi mengakui bahwa ada beberapa kekurangan dalam Pasal-Pasal UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Misalnya Pasal 27 ayat 3 mengenai pencemaran nama baik, serta pasal 28 ayat 2 mengenai ujaran kebencian atau pasal 28 ayat 2.

"Banyaknya kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian UU ITE yang bersifat asimetrik atau ketidaksetaraan strata antara pelapor dan terlapor. Misalnya orang kaya vs orang miskin, pejabat vs rakyat kecil, pengusaha vs buruh dan lain sebagainya," kata Teguh dalam Webinar Peluncuran Riset ICJR Mengatur Ulang Kebijakan Pidana di Ruang Siber, Rabu (10/3).

Selain itu, dia juga menilai bahwa pengupayaan damai atau mediasi (restorative justice) dalam penerapan kasus-kasus pencemaran nama baik masih jarang dilakukan. Teguh juga mengakui bahwa penafsiran penyidik dan ahli yang dihadirkan penyidik tentang unsur pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian masih beragam. Sehingga hal ini menyebabkan kedua pasal tersebut menjadi pasal yang paling banyak digunakan untuk menjerat para terlapor.

Teguh kemudian menjabarkan data hasil kajian Kominfo dan The institute for digital law and society (Tordilas). Berdasarkan data putusan Mahkamah Agung terkait UU ITE tahun 2020, dari 193 putusan yang diunduh dan dianalisa dari direktori putusan Mahkamah Agung, 33 persen putusan berkaitan dengan pasal pencemaran nama baik, kemudian 21 persen putusan berkaitan dengan ujaran kebencian.

"Adapun 18 persen putusan berkaitan dengan pasal 27 ayat 1 atau pidana konten kesusilaan dan sisanya berkaitan dengan tindak pidana akses ilegal, pengancaman, pemalsuan, dan pemerasan," ungkapnya.

Meskipun pasal-pasal tersebut sudah pernah dilakukan uji materil oleh MK dan hasilnya dianggap konstitusional, tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Namun harus diakui, kata dia, permasalahan yang ia sebutkan mengenai pasal-pasal tersebut benar adanya.

"Uji materil terhadap Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 45 ayat 1 UU ITE misalnya, Amar putusan-putusan MK Nomor 50/PUU0VI/2008: Permohonan Pemohon ditolak. Amar putusan MK Nomor 2/PUU-VII/2009: Permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Teguh.

"Tapi kita harus bicara fakta bahwa (pasal-pasal tersebut) banyak kekurangan. Jadi kita tidak bisa bilang putusan MK sudah konstitusional. Kalau mau direvisi, Yuk! saya sepakat, tapi jangan dihapuskan," ungkapnya.

Dia berharap, para aktivis dan masyarakat tetap menyadari bahwa sebenarnya UU ITE tetap diperlukan untuk melindungi hak-hak manusia setiap orang. Sehingga dia menegaskan bahwa pihaknya mendukung revisi pasal-pasal pada UU ITE, misalnya pasal 27 ayat 1 atau pidana konten kesusilaan. Namun dia tidak mendukung penghapusan pasal dalam UU tersebut. Sebagai informasi, pada 15 Februari lalu, Presiden Joko Widodo membuka peluang revisi UU ITE.

"Sebenarnya kami sudah pernah menangani kasus-kasus kekerasan perempuan dengan UU ITE. Misalnya perempuan yang diancam pacarnya akan disebarkan foto/ video asusilanya, itu kita tidak kenakan UU pornografi karena nggak bisa, tapi kita gunakan UU ITE," ujarnya.

"Jadi kalau UU ITE dihilangkan, akan jadi lubang baru. Kecuali pasal 36, kalau pasal 36 memang punya potensi untuk dihapus," imbuhnya.

Sebagai informasi, bunyi pasal 36 UU ITE yaitu: 'Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain'. Ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 36 tersebut yaitu penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal 12 miliar rupiah.

Senada dengan Teguh, Aktivis Perempuan Tunggal Pawestri juga mengutarakan bahwa masih ada persoalan-persoalan mengenai UU ITE. Kelima persoalan inti tersebut yakni victim blaming, legal illiterasi, aparat yang tidak responsive, minimnya legal support, dan mudahnya kriminalisasi kasus.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE

DPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Komisi III DPR PKB Keras Singgung Kasus di Kepolisian
VIDEO: Komisi III DPR PKB Keras Singgung Kasus di Kepolisian "Yang Punya Duit Pasti Menang!"

Ilyas mengatakan polisi saat ini lebih memihak bagi pelapor yang punya uang.

Baca Selengkapnya
Komisi III DPR Terima 469 Laporan Masyarakat di Tahun 2024, Lembaga Peradilan Paling Banyak Diadukan
Komisi III DPR Terima 469 Laporan Masyarakat di Tahun 2024, Lembaga Peradilan Paling Banyak Diadukan

Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya paling banyak dilaporkan ke Komisi III dengan jumlah mencapai 149 aduan.

Baca Selengkapnya
Riset Populix: 73% Pekerja Pernah Alami Perlakuan Tak Menyenangkan, Diskriminasi Hingga Pelecehan Seksual
Riset Populix: 73% Pekerja Pernah Alami Perlakuan Tak Menyenangkan, Diskriminasi Hingga Pelecehan Seksual

Tingginya angka pekerja yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja, diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.

Baca Selengkapnya
Henri Subiakto Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru, Karena Salah Menerapkan Pasal UU ITE
Henri Subiakto Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru, Karena Salah Menerapkan Pasal UU ITE

"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri

Baca Selengkapnya
KY Terbitkan Seribu Lebih Surat Tembusan Terkait Pelanggaran Etik Hakim
KY Terbitkan Seribu Lebih Surat Tembusan Terkait Pelanggaran Etik Hakim

Untuk badan peradilan lainnya, Peradilan TUN 56 laporan, Tipikor 54 laporan, PHI 14 laporan, Peradilan Militer 8 laporan dan Niaga 36 laporan.

Baca Selengkapnya
Deretan Kasus Peretasan Hacker Bikin Heboh Indonesia, Para Politisi Ini Pernah jadi Sasaran
Deretan Kasus Peretasan Hacker Bikin Heboh Indonesia, Para Politisi Ini Pernah jadi Sasaran

Serangan hacker Indonesia ke situs-situs pemerintahan Israel sedang jadi perbincangan.

Baca Selengkapnya
Kejagung Bongkar Tren Pelanggaran Pilkada, Kepala Desa Kerap Untungkan Petahana
Kejagung Bongkar Tren Pelanggaran Pilkada, Kepala Desa Kerap Untungkan Petahana

Kepala desa biasanya memiliki hubungan dengan petahana sehingga dapat mendobrak atau mengurangi suara politisi tersebut.

Baca Selengkapnya
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik

Anies menilai, UU ITE harusnya memberikan perlindungan terhadap data.

Baca Selengkapnya
Babak Baru, Polisi Naikan Kasus Tudingan Aiman Witjaksono 'Polisi Tidak Netral' ke Penyidikan
Babak Baru, Polisi Naikan Kasus Tudingan Aiman Witjaksono 'Polisi Tidak Netral' ke Penyidikan

Salah satu laporan dibuat oleh Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.

Baca Selengkapnya
DKPP Terima 322 Aduan Sepanjang 2023: Ada Kasus Asusila hingga Perselingkuhan Antar Penyelenggara Pemilu
DKPP Terima 322 Aduan Sepanjang 2023: Ada Kasus Asusila hingga Perselingkuhan Antar Penyelenggara Pemilu

Pelanggaran mulai dari pelanggaran tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dan non-Pemilu.

Baca Selengkapnya