Pangkas Pengunaan Energi Fosil, PTPN IV PalmCo Siapkan Strategi Dukung Program B35
Perusahaan yang merupakan salah satu pengelola perkebunan sawit terbesar di dunia ini juga sedang menyiapkan berbagai strategi.
Sub Holding PTPN III (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV atau PalmCo mendukung penerapan Biodesel 35 atau B35 yang dicanangkan oleh pemerintah.
Perusahaan yang merupakan salah satu pengelola perkebunan sawit terbesar di dunia ini juga sedang menyiapkan berbagai strategi untuk berkontribusi dalam mewujudkan rencana B40 atau bahkan B50 di masa mendatang.
Dukungan PTPN terhadap penggunaan biodiesel yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil terlihat dari rencana pembangunan pabrik biodiesel dan peningkatan produktivitas CPO nasional, terutama dari sawit rakyat.
"Sebagai proyek strategis nasional dan sesuai arahan Pemegang Saham, PTPN diminta untuk berkontribusi dalam ketahanan pangan dan energi nasional. Sehingga, dalam 3 program strategis yang disusun, salah satunya adalah dengan mengakselerasi pengembangan energi terbarukan," ungkap Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, di Jakarta, Rabu (6/11).
Menurut Jatmiko, saat ini PTPN IV sedang mengkaji rencana pembangunan Pabrik Biodiesel di KEK Sei Mangkei, Sumatera Utara, dengan kapasitas 450 ribu ton RBDPO per tahun.
"Kita sedang melaksanakan kajian. Rencananya, pabrik biodiesel tersebut akan dioperasikan oleh PT Industri Nabati Lestari, yang merupakan anak perusahaan PTPN," tambahnya.
Selain itu, Jatmiko juga menyatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, pihaknya merencanakan pembangunan beberapa pembangkit biogas dengan total kapasitas 3 juta mmBTU dan Bio CNG berkapasitas sekitar 1,3 juta MMBTU.
"Ini semua diharapkan dapat mendorong percepatan pengembangan renewable energy yang tentu berdampak baik pada lingkungan," jelasnya.
Jatmiko mengungkapkan bahwa PTPN berperan aktif dalam program B35 serta rencana program B40 dan B50 yang dicanangkan pemerintah. PTPN memiliki anak perusahaan, yaitu PT Riset Perkebunan Nusantara, yang bersama unit kerjanya, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, telah berhasil melakukan road test atau uji coba B50 pada kendaraan.
"Sejak April 2019 hingga Juli 2024, mobil B50 kita telah menempuh lebih dari 170 ribu kilometer tanpa mengalami kerusakan yang berarti. Artinya, penggunaan B50 di kendaraan bukanlah suatu kemustahilan," tegas Jatmiko.
Perluasan Penggunaan Biodiesel
Tantangan utama dalam pengembangan biodiesel terletak pada ketersediaan produksi minyak sawit di dalam negeri. Setiap peningkatan 5 persen pada pencampuran biodiesel memerlukan pasokan CPO sekitar 2,81 juta KL.
Secara keseluruhan, kebutuhan nasional untuk B40 mencapai 16,08 juta kiloliter, sedangkan B50 memerlukan 20,11 juta KL RBDPO, yang merupakan produk turunan dari CPO.
"Nah, tentu kita percaya Kebijakan B40 ataupun B50 oleh Pemerintah akan tetap memperhatikan pertumbuhan konsumsi dalam negeri, khususnya industri oleokimia dan minyak goreng. Sehingga Supply CPO untuk pangan tidak terganggu dan tetap tumbuh," bebernya.
PalmCo meyakini bahwa untuk memenuhi kebutuhan kedua sektor tersebut, perlu ada peningkatan produktivitas dari sawit rakyat yang saat ini menyumbang 40 persen dari total luas sawit nasional.
Meskipun kontribusinya besar, rata-rata produktivitas sawit rakyat masih rendah, yaitu sekitar 3,4 ton CPO per hektar per tahun. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas sawit rakyat sangat penting agar pasokan CPO nasional untuk pangan dan energi dapat terjaga dengan baik.
Peningkatan Produktivitas Pertanian dengan Penerapan Teknologi
"Kita semua paham bahwa rendahnya produktivitas petani disebabkan oleh umur tanaman sawit rakyat yang sudah tua bahkan renta. Maka percepatan Peremajaan Sawit Rakyat yang ditetapkan pemerintah, menjadi solusi terbaik dalam mengatasi hal tersebut. Dan bagi PTPN, sejalan dengan arahan pemegang saham, hingga 2026 nanti kita mencoba membantu 60 ribu Ha lahan sawit rakyat untuk dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui peremajaan," sebut Jatmiko.
Jatmiko menambahkan, dengan menerapkan dua strategi tersebut, PTPN diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendukung program Biodiesel yang dicanangkan oleh pemerintah.
Hal ini juga diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap penghematan bahan bakar fosil. Kebijakan biodiesel yang diterapkan pemerintah telah dimulai dengan B 2.5 yang diatur oleh UU No. 30 tahun 2007 dan terus mengalami peningkatan.
Sejak bulan Februari yang lalu, pemerintah telah mewajibkan penggunaan B35. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian ESDM dan analisis dari Dirjenbun Kementerian Pertanian RI, kebutuhan Bahan Bakar Nabati (BBN) nasional untuk penerapan B35 mencapai 13,4 juta kiloliter, sementara produksi nasional diperkirakan hanya 14,13 juta kiloliter.