Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya
Arkeolog Temukan Sisa Kerangka Ratusan Anak Yang Jadi Tumbal Pengorbanan 1000 Tahun Lalu, Ada Anak Kembar dan Mayoritas Laki-Laki
Sekitar abad ke-7 hingga abad ke-12 masehi ratusan anak-anak dan remaja dieksekusi secara ritual.
-
Apa yang sedang diteliti oleh tim arkeolog di Teluk Meksiko? Proyek ini bertujuan untuk menyelidiki wilayah Teluk yang dahulu merupakan lahan kering selama zaman es terakhir, yang berakhir sekitar 11.000 tahun lalu, tetapi kini berada di bawah air akibat naiknya permukaan laut.
-
Apa yang ditemukan para arkeolog di Meksiko setelah gempa bumi? Sebuah ukiran berbentuk kepala ular raksasa yang terbuat dari batu, ditemukan di Meksiko ketika terjadi bencana gempa bumi pada tahun 2022.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Mesir Kuno? Pada awal milenium pertama, banyak mumi di Mesir ditemukan dengan potret seperti aslinya yang memperliahatkan mata mumi yang cerah, gaya rambut, dan perhiasannya.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Turki? Arkeolog yang menggali di kawasan selatan Turki, tepatnya di Gundukan Accana atau dikenal sebagai Eski Alalah, menemukan sebuah prasasti huruf paku berusia 3.500 tahun yang berisi tulisan daftar belanjaan.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di kotoran mumi? Penelitian ini mengungkap penduduk Karibia kuno memakan berbagai macam tanaman, tembakau, bahkan kapas.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Turki? Arkeolog di Turki menemukan prasasti atau lempengan batu saat melakukan penggalian di kastil Silifke yang terletak di atas bukit di Provinsi Mersin.
Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya
atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
Sebagai pusat kekuasaan utama di Mesoamerika pra-Hispanik, Chichén Itzá terkenal dengan tradisi berdarahnya, penduduk masa ini juga mengorbankan kerabat termasuk saudara kandung khususnya laki-laki.
Sejauh ini, para peneliti baru bisa mengidentifikasi sisa-sisa 64 anak dari total 106 anak yang ditemukan pada 1967, di sebuah tangki air bawah tanah yang dikenal sebagai chultun, di situs Chichén Itzá, Meksiko Selatan.
Hasil identifikasi tersebut mengungkap mayoritas dari mereka adalah anak laki-laki, beberapa dari mereka merupakan kerabat dekat, termasuk dua pasang kembar identik.
- Arkeolog Temukan Kerangka Dua Bayi dan Wanita, Terkubur di Bawah Batu Naga Sejak Abad ke-16 SM
- Arkeolog Takjub dan Penasaran, 330 Makam Berusia 4.000 Tahun Berisi Peti Mati Berbentuk Perahu yang Dikubur Terbalik
- Arkeolog Temukan Patung Kuda Pertama Buatan Manusia Berusia 35.000 Tahun, Dipahat dari Gading Gajah Purba
- Arkeolog Temukan Makam Bangsawan Berusia 1.200 Tahun, Dikubur Bersama Korban Tumbal dan Harta Karun
“Karena kembaran seperti itu terjadi secara spontan, hanya pada 0,4% pada populasi umum, kehadiran dua pasang kembar identik
dalam chultún jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan secara kebetulan,” tulis para peneliti.
Analisis isotopik terhadap sisa-sisa kerangka mengkonfirmasi pasangan kembar yang dikorbankan memiliki pola makan yang sama dan menunjukan mereka mungkin tinggal di rumah yang sama.
Anak laki-laki dan perempuan menjadi sasaran pembunuhan ritual pada masa itu, namun karena sebagian besar korban adalah remaja, para peneliti kesulitan untuk menentukan jenis kelamin yang tepat.
Anak-anak tersebut diperoleh secara lokal melalui penculikan, pembelian dan penukaran hadiah.
Dilansir dari IFLScience, tulang-tulang itu berasal dari abad ke-7 dan ke-12, sebagian besar darinya disimpan pada masa kejayaan Chichén Itzá selama 200 tahun, sekitar tahun 800 hingga 1000 M.
Para peneliti masih belum mengetahui alasan mengapa saudara kembar tersebut dipilih untuk pengorbanan, meskipun para peneliti mencatat bahwa saudara kembar memiliki peran penting dalam mitologi Maya kuno.
Secara khusus, Kitab Suci K'iche' Mayan Council atau Popol Vuh, menceritakan kisah "Pahlawan Kembar" Hunahpu dan Xbalanque, yang bertempur melawan para dewa melalui siklus pengorbanan dan kebangkitan yang berulang-ulang, dan pembantaian anak laki-laki kembar di Chichen Itzá mungkin merupakan ritual pemberlakuan petualangan mitos ini.
Sementara itu, kesinambungan genetik antara anak-anak kuno dan masyarakat Maya saat ini menunjukkan para korban adalah penduduk setempat dan bukan orang asing.
Pada saat yang sama, peneliti memperoleh wawasan tentang
dampak jangka panjang dari epidemi penyakit yang disebabkan oleh kontak awal dengan penjajah Eropa.
Diperkirakan wabah ini selama abad ke-16 telah menghancurkan populasi penduduk asli, dengan penurunan hingga 90 persen di beberapa tempat.
Yang paling parah adalah pandemi cocoliztli 1545, yang disebabkan oleh patogen Salmonella enterica Paratyphi C.
Dengan membandingkan genom suku Maya modern dengan DNA anak laki-laki yang dikorbankan, para peneliti menemukan bukti adanya seleksi positif pada gen yang berhubungan dengan kekebalan yang memberikan perlindungan terhadap Salmonella.
Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh penulis utama Rodrigo Barquera: "Suku Maya masa kini membawa bekas luka genetik dari wabah era kolonial."
Hal ini menyiratkan orang-orang yang selamat dari pandemi era kolonial ini mungkin telah beradaptasi secara genetis untuk bertahan dari penyakit tertentu, yang kemudian mewariskan gen yang ada di mana-mana di antara generasi mendatang.