Ilmuwan Ungkap Penyebab Punahnya Unta Raksasa Berpunuk Dua yang Hidup di Mongolia 27.000 Tahun Lalu
Hewan ini pernah hidup berdampingan dengan manusia purba.
Hewan ini pernah hidup berdampingan dengan manusia purba.
-
Bagaimana fosil tanaman purba ini bisa membantu memahami perubahan iklim bumi? "Secara keseluruhan, fosil-fosil ini memberi kita gambaran menarik tentang bagaimana iklim bumi dan benua telah berubah secara dramatis selama jutaan tahun," pungkasnya.
-
Apa yang ditemukan oleh para ahli paleontologi di wilayah tenggara Tiongkok? Saat ini, para ahli paleontologi di wilayah tenggara Tiongkok telah menemukan dinosaurus yang bahkan lebih besar dari versi velociraptor yang ditampilkan dalam film.
-
Apa yang ditemukan oleh para ahli paleontologi? Para ahli paleontologi menemukan spesies cumi-cumi vampir yang sebelumnya tidak diketahui.
-
Dimana lokasi penemuan fosil tulang belulang hewan purba di Gunungkidul? Pembuktian sejarah ini makin kuat, dengan banyaknya sisa fosil tulang belulang hewan purba berusia 3.000 sampai 7.000 tahun lalu, di Gua Breholo, Desa Semugih, Dusun Semugih, Kecamatan Rongkop pada 2017 lalu.
-
Di mana fosil hewan purba ditemukan di Sumedang? Dua fosil hewan purba yakni gading gajah dan tempurung kura-kura belum lama ini ditemukan di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
-
Siapa yang menemukan fosil-fosil hewan purba tersebut? Ekspedisi untuk mengumpulkan fosil-fosil ini dilakukan pada tahun 2011 dan 2014 oleh para ilmuwan dari Zoological Society of London (ZSL).
Ilmuwan Ungkap Penyebab Punahnya Unta Raksasa Berpunuk Dua yang Hidup di Mongolia 27.000 Tahun Lalu
Unta Raksasa Berpunuk Dua Pernah
Camelus Knoblochi, unta raksasa berpunuk dua, hidup di Mongolia bersama dengan manusia modern. Selain itu, diyakini hewan ini juga hidup bersama manusia Neanderthal dan Denisovan hingga sekitar 27.000 tahun yang lalu.
Camelus knoblochi telah hidup sekitar seperempat juta tahun di Asia Tengah. Habitat terakhirnya berada di Mongolia dan bertahan hingga sekitar 27.000 tahun yang lalu.
Foto: Arkeonews
Penelitian menunjukkan, manusia purba memburu dan mengonsumsi unta raksasa Mongolia sebelum spesies tersebut punah 27.000 tahun yang lalu.
- Ilmuwan Takjub, Pertama Kali Temukan Hewan yang Tak Butuh Oksigen untuk Hidup, Begini Bentuknya
- Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah, Mahfud MD: Membuat Saya Mual
- Manusia Purba Berwisata ke Gua Ini Sejak 41.000 Tahun Lalu, Ilmuwan Temukan Bukti Sisa Jelaga
- 3.000 Tahun Sebelum Lahir, Lukisan Batu di Gurun Sahara Mesir Ini Sudah Gambarkan Adegan Kelahiran Yesus
Penelitian terbaru yang dimuat dalam Frontiers in Earth Science menyimpulkan, aktivitas berburu manusia terhadap unta dengan berat sekitar 1 ton memiliki dampak signifikan terhadap kepunahan spesies tersebut, selain dari perubahan iklim yang umumnya diakui sebagai penyebab kematian mereka.
Para ilmuwan telah melakukan analisis terhadap sisa-sisa fosil unta raksasa yang ditemukan di Gua Tsagaan Agui di Pegunungan Gobi Altai, bersama dengan artefak yang ditinggalkan oleh manusia pada zaman Paleolitikum.
Arina M. Khatsenovich dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia mengatakan sebuah tulang metacarpal yang berusia antara 59.000 dan 44.000 tahun yang lalu menunjukkan tanda-tanda penjagalan dan bekas gigitan yang disebabkan oleh hyena.
Dengan tinggi hampir mencapai 3 meter dan berat sekitar satu ton metrik, Camelus knoblochi jauh lebih besar daripada Camelus ferus, yang merupakan spesies unta modern.
Salah satu tulang menunjukkan tanda-tanda pembantaian oleh manusia, kemungkinan besar diambil untuk memanfaatkan sumsum yang kaya protein, dan 'hyena menggerogotinya'.
Foto: Frontiersin.org
“Di sini kami menunjukkan bahwa unta yang telah punah, Camelus knoblochi, bertahan di Mongolia hingga perubahan iklim dan lingkungan menyebabkannya punah sekitar 27.000 tahun yang lalu,” kata penulis studi Dr. John W Olsen dari Fakultas Antropologi Universitas Arizona.
Sisa-sisa fosil Camelus knoblochi yang ditemukan di Gua Tsagaan Agui, yang juga memuat berbagai lapisan materi budaya manusia Paleolitikum yang kaya, menunjukkan bahwa manusia prasejarah tinggal bersama dan berinteraksi dengan Camelus knoblochi di wilayah tersebut.
Sebagai paradoks, wilayah barat daya Mongolia saat ini menjadi habitat bagi salah satu dari dua populasi liar terakhir unta Baktria yang terancam punah, yaitu Camelus ferus. Temuan terbaru mengindikasikan Camelus knoblochi dan Camelus ferus hidup berdampingan selama periode akhir Pleistosen di Mongolia. Persaingan antar spesies mungkin menjadi faktor ketiga dalam kepunahan Camelus knoblochi.
Dengan tinggi hampir 3 meter dan berat lebih dari 1 ton, Camelus knoblochi jelas jauh lebih besar daripada Camelus ferus.
Foto: Arkeonews
Hubungan taksonomi yang tepat antara kedua spesies ini, Camelus lain yang telah punah, dan Paracamelus kuno masih menjadi perdebatan yang belum terpecahkan.
“Sisa-sisa fosil Camelus knoblochi dari Gua Tsagaan Agui di Pegunungan Gobi Altai di barat daya Mongolia, yang juga berisi rangkaian materi budaya manusia Paleolitik yang kaya dan bertingkat, menunjukkan bahwa orang-orang kuno hidup berdampingan dan berinteraksi di sana dengan Camelus knoblochi dan di tempat lain, secara bersamaan, dengan unta Baktria liar,” kata Olsen.
Para penulis menyimpulkan bahwa kepunahan Camelus knoblochi pada akhirnya disebabkan terutama oleh kurangnya toleransi mereka terhadap kondisi kekeringan dibandingkan dengan unta modern seperti Camelus ferus yaitu unta Baktria domestic, dan unta Arab domestik.
Pada akhir periode Pleistosen, sebagian besar wilayah Mongolia mengalami peningkatan kekeringan dan mengalami perubahan dari padang rumput menjadi stepa kering, akhirnya berubah menjadi gurun.
"Kami menyimpulkan bahwa Camelus knoblochi punah di Mongolia dan di Asia secara umum pada akhir Tahap Isotop Laut 3 sekitar 27.000 tahun yang lalu sebagai akibat dari perubahan iklim yang memicu degradasi ekosistem stepa dan meningkatkan proses aridifikasi," jelas penulis utama, Dr. Alexey Klementiev, seorang ahli paleobiologi dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia Cabang Siberia.